Kesaksian Etnis Uighur yang Lolos dari “Kamp Pendidikan Ulang” di Xinjiang

Xinjiang ditengarai sedang dihantui teror merah. Pihak berwenang secara terbuka menenderkan sejumlah besar proyek pembangunan kamp interniran, menangkap dan menahan orang sewenang-wenang, seorang korban yang dipenjara selama lebih dari delapan bulan di “kamp pendidikan ulang” baru-baru ini bersaksi tentang penganiayaan oleh pihak berwenang PKT.

Pada 19 Mei VOA (Voice of America) mengutip kesaksian seorang yang selamat dari penjara di Xinjiang dan ‘kamp pendidikan ulang’ kepada Associated Press, menunjukkan bahwa Xinjiang sudah menjadi sebuah tempat dimana pengawasan menyusup ke mana-mana dan penduduk dapat ditahan secara sewenang-wenang.

Omir Bekali (42), terlahir di Tiongkok, orang tuanya adalah suku Kazakh dan Uighur. Pada tahun 2006 ia beremigrasi ke Kazakhstan dan setelah tiga tahun memperoleh kewarganegaraan.

Pada bulan Maret tahun lalu Bekali kembali ke Tiongkok untuk berkunjung dan beberapa hari kemudian ia ditangkap. Fokus interogasi polisi adalah masalah kerjasamanya dengan sebuah agen perjalanan di Kazakhstan. Pihak berwenang menuduh mereka membantu Muslim Tiongkok untuk mendapatkan visa turis lokal dan membantu orang-orang ini melarikan diri dari Tiongkok.

Bekali disiksa degan duduk di “bangku harimau” dan terus diinterogasi. Dia digantung dengan sepasang kakinya hampir tidak menyentuh lantai dan selama 4 hari 4 malam tidak boleh tidur. Pada hari biasa, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi dan diikatkan pada tempat tidur dimana badannya tidak bisa berdiri tegak.

Interogator mengancam hendak membakar paspornya dan mengatakan dia “tidak bisa keluar dengan selamat”. Polisi memaksanya mengakui telah membahayakan keamanan nasional, mengorganisir, menghasut dan melindungi teroris. Di bawah campur tangan pihak diplomat Kazakhstan, Bekali dibebaskan oleh polisi tetapi dipindahkan ke dalam “kamp interniran (pendidikan ulang)”.

Di sana, ia dikurung dalam sebuah ruangan bersama 40 orang lainnya. Setiap subuh bangun tidur, harus menyanyikan dulu “lagu-lagu merah (komunis)”; mereka diharuskan belajar bahasa mandarin dan sejarah Tiongkok, terutama sejarah bagaimana Partai Komunis “membebaskan” Xinjiang (Uighur). Sebelum makan diharuskan berteriak keras “Terima Kasih Partai” dan lain-lain; di dalam kelas wajib melafalkan slogan berulang-ulang.

Yang paling sulit baginya adalah ketika harus terus-menerus mencela keyakinannya sebagai Muslim, melakukan oto kritik dan mengkritik kerabat. Ketika Bekali menolak untuk melakukan, ia dihukum berdiri didepan dinding selama 5 jam. Satu minggu kemudian ia dimasukkan ke dalam sel isolasi dan tidak diijinkan untuk makan selama 24 jam.

Setelah ditahan di kamp  yang dijaga ketat itu selama 20 hari, ia terpikir untuk bunuh diri. Sampai akhir bulan Nopember tahun lalu, Bekali dibebaskan dan dapat meninggalkan Tiongkok.

Sampai hari ini ia masih saja tidak bisa keluar dari bayangan kelam semasa dalam tahanan dan setiap malam tidak bisa tidur nyenyak. Dengan meneteskan air mata ia berkata “ketika Anda mengkritik diri sendiri, menyangkal pikiran sendiri dan bangsa sendiri, tekanan mental seperti itu adalah sangat besar”. Namun, setelah beberapa bulan berlalu, kedua orang tua dan adik perempuannya juga dijebloskan ke “kamp pendidikan ulang”.

Menurut statistik dari Departemen Luar Negeri AS, sedikitnya ada beberapa puluh ribu orang Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang, Tiongkok yang ditahan dalam “kamp pendidikan ulang”. Kaum etnik Uighur dan beberapa ilmuwan yang diasingkan di luar negeri mengatakan bahwa jumlah ini mungkin telah mencapai hampir satu juta orang.

Rian Thum seorang asisten profesor ilmu sejarah di Loyola University New Orleans AS yang mempelajari masalah Xinjiang secara jangka panjang, pada tangal 4 Mei lalu dalam sebuah seminar di Washington mengatakan: “Menurut data statistik terbaik yang dapat kami peroleh, ada 5% hingga 10% kelompok etnis Uighur karena status suku mereka lantas menjadi target penahanan dari ‘pusat pendidikan ulang’ tersebut, ini berarti jumlah mereka yang ditahan mencapai 500.000 hingga 1.000.000 orang.”

Sebuah laporan studi terbaru dari Adrian Zenz, seorang peneliti dari European School of Culture and Theology di Korntal Jerman menunjukkan bahwa sejak tahun 2016 PKT menggalakkan pembangunan ‘kamp konsentrasi’ di semua pelosok Xinjiang, hingga saat ini sudah menghabiskan dana lebih dari 680 juta RMB.

Pemerintah mengadakan tender secara terbuka untuk proyek pembangunan kamp-kamp konsentrasi tersebut dan pada saat yang sama merekrut staf kamp dengan latar belakang keahlian psikologis kriminal atau dengan latar belakang militer dan polisi.

Menurut laporan terbaru dari Minghui News, saat ini di setiap kota dan kabupaten di daerah otonomi Xinjiang terdapat kamp konsentrasi yang khusus untuk menganiaya etnis minoritas, hanya di kota Urumqi saja ada 33 kamp konsentrasi. Selain orang Uighur, banyak praktisi Falun Gong juga ditahan dalam kamp konsentrasi.

Sejak tokoh garis keras PKT Chen Quanguo menjabat sebagai Skretaris Komite (pimpinan) Partai di Daerah Otonomi Xinjiang sejak musim panas 2016, keamanan Xinjiang terus ditingkatkan. Xinjiang pun telah menjadi penjara buatan manusia terbesar di dunia, sistem nama asli ketika Anda pergi dengan mobil, sistem nama asli pengiriman, pusat perbelanjaan, kantor, distrik………. hampir semua tempat masuk membutuhkan kartu pengenal wajah untuk digesekkan baru bisa masuk.

Beberapa komentator mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang menghendaki stabilitas dan menolak perkembangan, hal ini menyebabkan seluruh suasana masyarakat dipenuhi oleh kecemasan dan rasa tidak aman, orang saling tidak percaya dan saling melaporkan secara rahasia, sudah mencapai taraf panik, jika mendengarkan kabar angin, semua orang sibuk membela diri. Dalam tekanan tinggi seperti ini perkembangan di Xinjiang sudah stagnan, sekarang kota-kota besar di Xinjiang termasuk Urumqi berada dalam depresi. (LIN/WHS/asr)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=oHKYeGfQ2Ko