Pengemudi Truk di Banyak Provinsi Mogok Kerja Menuntut Perlakuan Lebih Baik

Para pengemudi truk di beberapa provinsi di Tiongkok telah memutuskan untuk mogok, menuntut agar pihak berwenang Tiongkok mengatasi keluhan mereka.

Di kota-kota Chongqing, sebuah kota besar di Tiongkok barat daya; Hefei, ibu kota Provinsi Anhui; Tongren di Provinsi Guizhou di Tiongkok timur; Liaocheng di Provinsi Shandong; dan Kabupaten Xiushui di Provinsi Jiangxi, para pengemudi truk memarkir kendaraan mereka baik di tempat parkir ataupun di sisi jalan, sebagai protes atas perlakuan sewenang-wenang yang menimpa mereka, menurut Radio Free Asia (RFA) pada 9 Juni.

Para pengemudi tersebut mengatakan mereka mengalami kesulitan mencari nafkah karena harga bahan bakar yang tinggi dan biaya tol yang telah menjadi beban atas pendapatan yang sangat kecil yang mereka peroleh, menurut RFA. Terlebih lagi, pengemudi ini tidak senang karena polisi lalu lintas sering mendenda mereka karena pelanggaran kecil, seperti overloading.

“Ada aturan tak tertulis di Tiongkok. Jika Anda tidak memberi muatan lebih [truk] Anda, Anda tidak akan berpenghasilan cukup [per angkutan]. Kemudian Anda terpaksa untuk memberi muatan lebih, tetapi Anda dapat dihukum [oleh polisi lalu lintas],” kata Long, seorang penduduk Provinsi Shaanxi Tiongkok barat laut dalam wawancara dengan RFA.

Long juga menjelaskan bahwa seringkali, jika pejabat di biro lalu lintas truk dalam suasana hati yang buruk karena alasan apapun, mereka akan mengeluarkan kemarahan mereka pada pengemudi truk dan mengenakan denda yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan peraturan lalu lintas.

Perusahaan-perusahaan jasa truk swasta juga semakin tersingkir dari bisnis oleh para pesaing yang lebih besar di industri truk, terutama perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh pihak berwenang Tiongkok, kata Zhang dari Provinsi Guangdong, Tiongkok selatan, menurut RFA.

Dia menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang dikelola negara telah mencoba untuk menurunkan harga layanan truk untuk memonopoli pasar.

RFA mengatakan bahwa pihak berwenang Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk menghentikan pemogokan agar tidak menyebar lebih jauh. Di Provinsi Shandong, beberapa pos pemeriksaan telah didirikan di perbatasan provinsi untuk memantau arus lalu lintas truk.

Di Tiongkok, truk mengirim lebih dari 80 persen barang, menurut Bloomberg, dan sebagian besar bisnis angkutan truk jatuh di bawah satu perusahaan, Manbang Group, sebuah perusahaan jasa angkutan truk. Perusahaan ini dibuat setelah dua perusahaan yang bersaing, Huochebang dan Yunmanman, bergabung pada November 2017.

Pemogokan para pengemudi truk baru-baru ini adalah pemogokan lintas negara kedua terjadi dalam waktu kurang dari sebulan. Pada bulan Mei, pengemudi derek yang dipekerjakan oleh berbagai perusahaan di tujuh provinsi: Guangdong, Fujian, Hunan, dan Jiangxi di Tiongkok selatan; Jiangsu dan Zhejiang di Tiongkok timur; dan Sichuan di Tiongkok barat daya, telah mogok karena upah mereka belum meningkat dalam beberapa tahun, menurut RFA.

Seorang pengemudi derek dari Hunan, berbicara kepada RFA, mengeluh bahwa gajinya tidak meningkat dalam enam tahun. Dia dan pengemudi lain sering bekerja tanpa kontrak, dan juga tidak menerima uang lembur.

Buruh di Tiongkok telah mogok dengan frekuensi yang semakin meningkat selama beberapa tahun. Menurut Taiwan People News, sebuah perusahaan media online Taiwan, ada sekitar 1.256 kasus pada tahun 2017, dibandingkan dengan 200 kasus pada tahun 2011. Dewan Negara Tiongkok, sebuah badan yang mirip kabinet, menerima 813.589 kasus perselisihan tenaga kerja pada tahun 2015, peningkatan 38 persen dari 2011, sedangkan yang telah  ditangani 589.244 kasus. (ran)

ErabaruNews