Kelompok Bisnis Eropa Kritik Kebijakan Perdagangan Tiongkok

BEIJING – Waktu hampir habis bagi Beijing untuk memenuhi janji reformasinya jika berharap untuk mempertahankan pertumbuhan yang stabil, sebuah kelompok bisnis Eropa mengatakan pada tanggal 20 Juni, menyatakan bahwa akar dari ketegangan perdagangan AS-Tiongkok dimulai di Tiongkok.

Terlepas dari janji rezim Tiongkok yang berulang-ulang untuk lebih membuka ekonominya, 46 persen responden dalam survei bisnis tahunan dalam Kamar Dagang Uni Eropa di Tiongkok mengatakan mereka berpikir jumlah hambatan regulasi yang mereka hadapi di Tiongkok akan meningkat selama lima tahun ke depan.

Presiden Kamar Dagang Eropa, Mats Harborn, mengatakan pada sebuah briefing tentang survei kelompok tersebut bahwa tahun 2018 harus menjadi tahun saat Beijing menyampaikan janji-janjinya, dan bahwa ia harus membuat komitmen serius untuk meredakan ketegangan-ketegangan perdagangan.

“Kita percaya juga waktu telah habis bagi Tiongkok untuk melanjutkan proses-proses reformasi,” kata Harborn.

Data aktivitas lunak untuk Mei menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok mulai dingin di bawah beratnya tindakan keras multi-tahun terhadap peminjaman berisiko yang mendorong biaya-biaya pinjaman untuk perusahaan-perusahaan dan konsumen.

Presiden AS Donald Trump pertama kali mengumumkan tarif pada $50 miliar atas impor-impor Tiongkok pada bulan Maret untuk menghukum pencurian kekayaan intelektual strategis oleh rezim Tiongkok, termasuk dalam menekan perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok untuk mentransfer teknologi eksklusif mereka kepada para mitra kerja sama mereka dalam pertukaran demi akses pasar.

Dalam survei Kamar Dagang Uni Eropa 2018 tersebut, 19 persen responden mengatakan mereka merasa dipaksa untuk mentransfer teknologi mereka.

Trump telah mengancam akan menjatuhkan 10 persen tarif atas tambahan $200 miliar impor Tiongkok jika Beijing membalas terhadap tarifnya yang bernilai $50 miliar.

“Ayolah jangan salah bahwa akar masalah dari masalah ini dimulai di sini di Tiongkok,” kata Harborn, mengacu pada kebijakan-kebijakan industri Tiongkok bahwa bisnis-bisnis asing telah lama mencelanya sebagai diskriminatif. Harborn menambahkan bahwa kamar dagang tidak mendukung penggunaan tarif untuk menyelesaikan sengketa semacam itu.

Akses pasar timbal balik tetap menjadi perhatian khusus, menurut survei, dengan 100 persen perusahaan di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok menikmati akses yang lebih baik di Eropa daripada perusahaan-perusahaan Eropa di Tiongkok.

Sebanyak 62 persen perusahaan di semua industri mengatakan mereka memiliki akses pasar yang kurang menguntungkan di Tiongkok daripada para pesaing Tiongkok mereka di Eropa.

Pemimpin Tiongkok Xi Jinping telah berulang kali berjanji untuk memperluas akses pasar bagi para investor asing dan memangkas pembatasan kepemilikan asing di industri tertentu, meskipun demikian telah membuat langkah-langkah konkret kecil untuk melakukannya.

Negara-negara Barat, yang berbagi keprihatinan Washington tentang pelanggaran-pelanggaran perdagangan Tiongkok, telah mendesak para pejabat Tiongkok untuk mencocokkan ucapan anti-proteksionis mereka dengan tindakan.

Kelompok-kelompok bisnis asing mengatakan perubahan itu terlalu sedikit, terlalu lambat.

Namun survei kamar dagang tersebut juga menunjukkan perusahaan-perusahaan Eropa semakin melihat pesaing-pesaing Tiongkok mereka sebagai penantang bisnis mereka.

Sebanyak 61persen responden mengatakan perusahaan domestik Tiongkok sudah sama atau lebih inovatif daripada perusahaan Eropa karena berbagai alasan, termasuk peningkatan pengeluaran R & D dan akuisisi yang ditargetkan untuk perusahaan-perusahaan teknologi tinggi asing. (ran)

ErabaruNews