Program ‘Made in China 2025’ Bakal Terganjal oleh Perang Dagang Amerika-Tiongkok

Awal perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok datang pada saat yang sulit bagi ekonomi Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi domestik melambat dan tarif diperkirakan akan memberikan lebih banyak tekanan pada pertumbuhan, kata para ahli.

Total ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat menyumbang 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) Tiongkok pada tahun 2017. Tarif AS untuk ekspor Tiongkok dapat memotong antara 0,1 dan 0,5 poin persentase dari pertumbuhan ekonomi Tiongkok, tergantung pada skala dan intensitas konflik tersebut, menurut Zhu Haibin, kepala ekonom Tiongkok di JPMorgan.

“Dampaknya akan lebih besar jika mempengaruhi kepercayaan bisnis dan keputusan investasi,” tulis Zhu dalam laporannya.

Ekspansi ekonomi Tiongkok melambat, dengan investasi dan konsumsi rumah tangga yang lambat. Meningkatnya tingkat utang perusahaan dan pemerintah lokal juga menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Dan konflik perdagangan terjadi selama periode paling kritis dari upaya-upaya rezim Tiongkok mengurangi utang.

Amerika Serikat mengumumkan pada 15 Juni bahwa mereka akan mengenakan tarif 25 persen pada barang-barang Tiongkok senilai $50 miliar. Tindakan itu mendorong tanggapan langsung dari Tiongkok, yang mengumumkan akan menaikkan tarif pada jumlah yang sama untuk barang-barang AS.

Tanggapan rezim Tiongkok mendorong Presiden Donald Trump untuk menyerang balik, meminta perwakilan perdagangan AS untuk mengidentifikasi barang-barang Tiongkok senilai $200 miliar untuk tarif tambahan.

“Tiongkok akan kehilangan lebih banyak daripada Amerika Serikat dari pertarungan dagang tersebut,” kata Xia Yeliang, sarjana libertarian dan mantan profesor ekonomi di Peking University.

Dan tingkat kehilangan akan jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan, katanya. Pembalasan AS dapat mengecilkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok antara 0,5 hingga 1,5 poin persentase, katanya.

Tingkat ketergantungan perdagangan luar negeri Tiongkok (FTD), yang merupakan rasio total volume perdagangan luar negeri terhadap PDB, adalah 33,6 persen tahun lalu, sementara rasio untuk Amerika Serikat sekitar 12 persen, kata Xia.

“Itu berarti FTD Tiongkok hampir tiga kali dari Amerika Serikat. Jadi Anda bisa menilai siapa yang akan menang, siapa yang kalah.”

Tiongkok mengeluarkan daftar 545 produk yang akan dikenakan tarif 25 persen mulai 6 Juli. Daftar itu meliputi kedelai, jagung, gandum, kapas, beras, sorgum, daging sapi, babi, unggas, kendaraan, dan produk-produk akuatik.

Kedelai adalah ekspor pertanian teratas ke Tiongkok pada 2017 dengan nilai $12 miliar. Dan bagian Tiongkok dalam ekspor kedelai AS adalah 57 persen, menurut laporan JPMorgan.

Beberapa barang pertanian Amerika seperti kedelai digunakan sebagai bahan mentah penting di Tiongkok dan tidak dapat diganti dalam waktu singkat, kata Xia.

Para konsumen AS juga akan menderita sampai batas tertentu dari perselisihan perdagangan tersebut, kata Xia, seraya menambahkan bahwa orang Amerika bergantung pada produk-produk harga rendah Tiongkok seperti pakaian dan sepatu. Namun, barang-barang dari negara-negara dengan biaya tenaga kerja lebih rendah seperti Vietnam, Malaysia, Bangladesh, dan bahkan negara-negara Amerika Selatan dapat menggantikan impor-impor Tiongkok, kata Xia.

Tiongkok mengimpor hampir $130 miliar dari Amerika Serikat tahun lalu, dibandingkan dengan $505 miliar dalam ekspor, menurut Biro Sensus AS. Amerika Serikat menuntut Tiongkok memotong defisit perdagangan hingga $200 miliar dan berhenti mencuri teknologi Amerika.

Tahun lalu, Tiongkok diberi waktu 100 hari untuk mengajukan perubahan-perubahan struktural yang diusulkan. Ada banyak pertemuan dengan delegasi Tiongkok, tetapi tidak satupun dari upaya ini menghasilkan kemajuan, kata Peter Navarro kepada wartawan pada panggilan konferensi 19 Juni.

Kebijakan Perdagangan dan Manufaktur Gedung Putih (OTMP) merilis laporan baru-baru ini yang menjelaskan kebijakan-kebijakan Tiongkok yang mengancam keamanan ekonomi dan nasional Amerika Serikat.

Laporan OTMP tersebut menguraikan taktik-taktik yang digunakan Tiongkok untuk mencuri teknologi-teknologi kunci dan kekayaan intelektual (IP) dari perusahaan-perusahaan Amerika, termasuk pencurian fisik dan siber, transfer teknologi paksa, penghindaran kontrol ekspor AS, pembatasan ekspor pada bahan mentah, dan investasi pada perusahaan-perusahaan teknologi tinggi.

“Tiongkok terlibat dalam penyebaran kampanye ekonomi siber yang luas yang melibatkan spionase siber yang memungkinan untuk menyusup perusahaan-perusahaan asing untuk tujuan mencuri kekayaan intelektual, rahasia dagang, proses bisnis, dan teknologi,” kata laporan OTMP. “Perkiraan biaya pencurian rahasia dagang itu sendiri berkisar antara $180 miliar dan $ 540 miliar per tahun.”

Laporan itu juga mengatakan bahwa ada lebih dari 50 undang-undang, kebijakan, dan praktik-praktik yang Tiongkok gunakan untuk menargetkan teknologi-teknologi dan IP dunia yang “tidak hanya mengancam ekonomi AS, tetapi juga sistem inovasi global secara keseluruhan.”

Cetak biru ekonomi Tiongkok, program “Made in China 2025”, mengungkap industri teknologi tinggi yang ingin ia tangkap tahun 2025, termasuk kecerdasan buatan, aerospace, kereta rel kecepatan tinggi, pelayaran, dan kendaraan energi baru. Banyak dari industri-industri ini memiliki aplikasi-aplikasi penting untuk militer, kata laporan OTMP.

Selain tarif-tarif, ada beberapa kebijakan lain yang dapat diterapkan AS untuk menghentikan praktik-praktik Tiongkok yang mengancam pencurian IP dan teknologi Amerika. Salah satunya adalah membatasi visa bagi pelajar dan cendekiawan yang berada di sektor-sektor tertentu yang sangat penting bagi keamanan nasional, kata Xia.

Kedua negara dapat menangani tarif-tarif, namun negosiasi tentang teknologi, kebijakan perdagangan, dan persaingan yang adil jauh lebih menantang, menurut para ahli.

Ketegangan perdagangan tersebut tidak mungkin segera berakhir karena alasan tersebut perlu adanya dukungan kedua belah pihak di balik kebijakan AS terhadap Tiongkok, kata Xia.

“Saya pikir berakhirnya perang perdagangan tersebut bisa jadi bertahan lama,” katanya, seraya menambahkan bahwa perlu waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. (ran)

ErabaruNews