Orangtua Anak Korban Vaksin Cacat Mencari Keadilan ke Mahkamah Agung Tiongkok

Baru-baru ini, surat yang telah ditandatangani oleh 40 orang tua yang meminta ganti rugi secara hukum untuk anak-anak mereka yang sakit telah dikirim ke pengadilan tertinggi Tiongkok.

Surat tersebut, ditujukan kepada biro Mahkamah Agung Tiongkok dan kepada komite pengawas Pengadilan Distrik Huiyang di Kota Huizhou di Provinsi Guangdong, Tiongkok selatan, mencari penuntutan hukuman terhadap hakim yang telah menghukum sejumlah orangtua setempat dan anggota keluarga dari anak-anak mereka yang menderita sakit setelah mendapatkan vaksinasi. Mereka ditangkap karena mengajukan petisi kepada pemerintah Tiongkok untuk mencari bantuan dalam merawat anak-anak mereka yang sakit, menurut laporan 5 Juli oleh Radio Free Asia (RFA).

Wang Zhen’e, berbicara dengan RFA, mengatakan salah satu penandatangan surat itu adalah saudara iparnya, Zhang Dae, yang berusia 60-an.

Pada 8 Juli 2015, cucu Zhang, Wang Nuoyi, yang baru berusia 6 bulan pada saat itu, menerima tiga suntikan vaksinasi, satu untuk hepatitis B, satu untuk polio, dan vaksin kombinasi Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis), di pusat pemerintahan untuk pengendalian penyakit (CDC) di Kabupaten Xiangcheng, Provinsi Henan Tiongkok tengah. Wang Longfei adalah ayah dari Wang Nuoyi.

Kemudian malam itu, ayah Wang memperhatikan bahwa putranya mulai menangis tanpa henti. Setelah seminggu, anak itu mulai menunjukkan gejala gangguan intelektual, menurut Zhang.

Wang kecil (anak Wang) telah dibawa ke rumah sakit untuk perawatan di Kabupaten Xiangcheng, Henan; Zhengzhou, ibu kota Henan; dan Beijing. Dokter mendiagnosa dia menderita epilepsi serius, infeksi cytomegalovirus (CMV), keterlambatan pertumbuhan, dan cedera otak, menurut laporan 2017 oleh RFA.

CDC di Kabupaten Xiangcheng memberi Wang kecil diagnosis yang sama sekali berbeda. Dikatakan dia menderita efek samping yang tidak diharapkan setelah imunisasi, adverse event following immunization (AEFI), di mana pasien memiliki penyakit dorman yang muncul terpicu oleh vaksin. CDC menyangkal bahwa vaksin itu sendiri yang memiliki cacat atau rusak.

Anggota keluarga Wang menolak untuk menerima diagnosis dari CDC. Sejak itu, keluarga telah mencoba untuk mengajukan petisi kepada pihak berwenang di Henan dan Beijing namun tidak ada hasilnya.

Dalam satu insiden, beberapa anggota keluarga Wang ditempatkan di bawah penahanan administratif setelah beradu argumen dengan pejabat CDC Xiangcheng County, menurut RFA.

Pada 9 September 2017, polisi Kabupaten Xiangcheng menangkap Zhang dan Wang Longfei, ayah Wang, atas tuduhan menyebabkan “gangguan sosial.” Pada bulan Agustus, Wang Longfei telah membuat tanda-tanda protes di luar gedung pemerintah provinsi Henan, dalam upaya untuk mendapatkan perhatian dari gubernur provinsi, Chen Run-er, menurut Weiquan Net, sebuah blog hak asasi manusia Tiongkok.

Pada Juni 2018, Zhang dihukum dua tahun penjara oleh pengadilan Kabupaten Xiangcheng. Status Wang tidak diketahui setelah dia dibebaskan dengan jaminan pada bulan Desember 2017 menunggu keputusan pengadilan.

Liu, orang tua lain dari Provinsi Fujian di Tiongkok selatan yang anaknya menjadi sakit setelah imunisasi, menjelaskan kondisi Zhang dan cucunya dalam wawancara dengan NTD yang berbasis di New York.

“Pemerintah setempat di [Henan] memberi Zhang sejumlah uang. Tetapi uang itu tidak cukup untuk menutupi biaya pengobatan selama setengah bulan untuk [Wang kecil] untuk perawatan di Beijing,” kata Liu.

Liu menambahkan, “Undang-undang seharusnya melindungi warga. Tetapi sekarang, bukan hanya hukum telah gagal melindungi rakyat, melainkan hukum telah menjadi senjata bagi penguasa untuk menindas rakyat.”

Beberapa skandal vaksin telah meletus di Tiongkok selama bertahun-tahun. Pada Februari 2016, seorang apoteker bermarga Sun ditangkap karena menjalankan operasi bawah tanah yang sangat besar yang mengedarkan vaksin yang sudah kadaluwarsa.

Pada bulan November 2017, Badan Pengawas Obat dan Makanan Tiongkok mengeluarkan pengumuman bahwa sekitar 650.000 vaksin DPT (diphtheria, pertussis, dan tetanus) di bawah standar telah ditemukan di pusat pengendalian penyakit di dua provinsi dan satu kotamadya.

Wang Hailan, seorang penduduk di Kabupaten Yuncheng di Provinsi Shandong, Tiongkok timur, melihat putra satu-satunya menjadi cacat setelah mendapatkan vaksin flu pada Oktober 2010, menurut RFA. Sejak itu, Wang mengatakan telah menghabiskan lebih dari 170.000 yuan (sekitar $25.690) dalam biaya medis untuk merawat putranya. Namun dia terus menghadapi pelecehan dari otoritas Tiongkok karena petisinya yang terus-menerus.

“Saya ditahan empat kali. Dan pernah saya diberi hukuman satu tahun dan delapan bulan,” kata Wang. Dia dijatuhi hukuman pada awal tahun 2015, setelah polisi menuduhnya membuat kekacauan ketika dia membawa putranya ke Beijing untuk perawatan medis. (ran)

ErabaruNews