Wawancara Blak-blakan Profesor Tiongkok dengan VOA Didobrak Polisi

Sebuah wawancara telepon langsung oleh Voice of America (VOA) dengan seorang profesor Tiongkok yang blak-blakan tiba-tiba berakhir ketika polisi Tiongkok memaksa masuk ke rumahnya di Provinsi Shandong pada 1 Agustus.

“Polisi datang lagi! Mereka datang untuk ikut campur lagi!” suara Sun Wenguang, seorang pensiunan profesor fisika di Universitas Shandong, dapat terdengar sedang berteriak dalam potongan wawancara yang diunggah oleh outlet media tersebut ke situs webnya.

Sun membuat komentar-komentar di dalam wawancara tersebut yang kritis terhadap “diplomasi dolar” Tiongkok, sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan strategi Beijing dalam mendapatkan aliansi (sekutu) dengan memberikan sejumlah besar pinjaman dan investasi ke negara-negara asing dalam upaya untuk merebut pengaruh geopolitik.

“Masyarakat [Tiongkok] biasa adalah miskin, dan kita harus berhenti melempar uang ke Afrika,” kata Sun, sedang terus berbicara sementara keributan dapat terdengar di latar belakang suaranya.

Beberapa detik kemudian, wawancara tersebut tiba-tiba berakhir, dengan suara Sun berteriak kepada polisi: “Apa yang Anda lakukan di sini? Adalah ilegal bagi Anda untuk masuk ke rumah saya. Ini adalah kebebasan saya berbicara!”

VOA mencoba menelepon dan mengirim SMS pada Sun untuk membangun kembali kontak, tetapi tidak mendapat tanggapan. Orang-orang yang akrab dengan situasi di Shandong kemudian mengatakan kepada VOA bahwa Sun telah dikeluarkan dari rumahnya malam itu, tetapi sekarang telah ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Koresponden VOA di Beijing berusaha menelepon Kementerian Luar Negeri untuk menanyakan tentang situasi Sun, tetapi nomor telepon seluler kementerian yang dibuka untuk publik dimatikan dan sambungan telepon tidak dijawab. Kantor polisi setempat di Kota Jinan, Provinsi Shandong, daerah tempat tinggal Sun, juga menolak berkomentar.

Sun, sekarang berusia 84 tahun, telah mengundurkan diri pada 1994. Bicara terang-terangan tentang isu-isu hak asasi manusia dan kritis terhadap kebijakan pemerintah di Tiongkok, telah membuat Sun mengalami pengawasan dan intimidasi terus-menerus oleh otoritas Tiongkok selama bertahun-tahun.

Pada 27 Februari, tepat sebelum pertemuan politik tahunan “lianghui,” atau “dua pertemuan” istilah yang mengacu pada sidang pleno tahunan dari badan pembuat undang-undang stempel karet Partai Komunis Tiongkok dengan badan penasehat politik nasional, Sun telah dibawa pergi dan ditahan selama 40 hari. Para pembangkang umumnya dilecehkan dan ditahan menjelang rapat-rapat penting Partai dalam upaya untuk membungkam mereka.

Setelah Sun kembali ke rumah dari tahanan pada bulan April, ia ditempatkan di bawah tahanan rumah dan uang pensiunnya ditunda oleh pejabat universitas.

Pada tanggal 3 Mei, Sun kembali ditahan dan “menghilang secara paksa” selama 43 hari, menjelang peringatan 29 tahun Pembantaian Lapangan Tiananmen 1989, yang telah diperingati secara terbuka oleh Sun selama bertahun-tahun. Penyebutan-penyebutan untuk gerakan demokrasi dan tindakan brutal rezim adalah hal yang tabu di Tiongkok.

Pada bulan Juli, menjelang rencana perjalanan pemimpin Tiongkok Xi Jinping ke Timur Tengah dan lima negara di Afrika, Sun menerbitkan sebuah surat terbuka yang mendesak Xi untuk berhenti memberikan sejumlah besar bantuan luar negeri, pinjaman, dan investasi, karena Tiongkok masih memiliki banyak populasi orang miskin yang menderita di negara sendiri. Sun mengatakan tidak perlu “membuang uang secara berlebihan dan membangun sebuah kedok kaya” di luar negeri.

Surat tersebut segera menyebar di kalangan komunitas Tionghoa di luar negeri dan sejak itu mendapat perhatian luar biasa, yang mengarah ke wawancara VOA pada 1 Agustus, untuk membahas pendapat Sun tentang kebijakan bantuan luar negeri Tiongkok.

“Saya pikir Anda semua baru saja menyaksikan situasi hidup. Ini adalah situasi hak asasi manusia saat ini di Tiongkok,” kata pembawa acara televisi VOA yang bertema “Masalah & Pendapat.” (ran)

ErabaruNews