Bagaimana Rencana Tiongkok Mengembangkan Perumahan Sewa Menjadi Bumerang

BEIJING / HANGZHOU – Pemimpin Tiongkok Xi Jinping berjanji untuk meningkatkan pasokan perumahan sewa tahun lalu, jutaan anak muda Tiongkok berharap menemukan rumah yang pada akhirnya yang mereka mampu sanggupi.

Namun inisiatif pemerintah tersebut memiliki efek yang tidak diinginkan: lonjakan investor properti ke pasar sewa yang secara dramatis telah menaikkan harga.

Musim panas ini, harga sewa di kota-kota besar Tiongkok melonjak dalam dua digit, memaksa orang-orang yang rezim Tiongkok janjikan untuk dibantu, banyak dari mereka pekerja kerah putih atau lulusan perguruan tinggi baru, untuk turun ke flat-flat yang lebih kecil dan pindah ke lingkungan yang kurang diinginkan.

Perusahaan-perusahaan menyiram dengan dana investor, seperti Ziroom dan 5I5J, telah secara agresif mengembangkan ratusan ribu rumah sewa dalam setahun terakhir.

Namun rumah-rumah tersebut tidak murah, meskipun pasokan meningkat. Rata-rata sewa di Beijing melonjak 21,16 persen di bulan Agustus, dibandingkan dengan 3,12 persen setahun sebelumnya, data dari China Real Estate Association (CREA) menunjukkan. Tren serupa terlihat di kota-kota besar Tiongkok lainnya.

Pada tahun 2017, Wang Zhilu, 23 tahun, menyewa sebuah kamar di lingkungan Beijing tingkat menengah seharga 3.000 yuan ($437) sebulan. Sekarang, ia membayar 4.500 yuan ($656) untuk sebuah kamar di area yang sama.

Melonjaknya harga sewa telah memicu frustrasi masyarakat luas karena biaya hidup melonjak di kota-kota, melampaui pertumbuhan gaji bagi kebanyakan orang.

“Sewa sekarang menghasilkan sekitar 30 persen dari gaji saya sementara kondisi rumah saya lebih buruk,” kata Tian Enyu, seorang manajer kantor yang berusia 35 tahun di Beijing.

Setidaknya 19 ibu kota provinsi telah melihat harga sewa melonjak musim panas ini, dengan Chengdu di Provinsi Sichuan memposting kenaikan tahun-ke-tahun terbesar sebesar 32,95 persen pada bulan Agustus, menurut CREA.

Ekspansi Agresif

Para investor telah menumpuk ke sektor perumahan sewa.

Ziroom, yang dimiliki oleh Zuo Hui, ketua broker real estat Tiongkok, Lianjia, telah mengumpulkan 4 miliar yuan ($583 juta) pada bulan Januari dari para investor termasuk Tencent Holdings, Warburg Pincus, dan Sequoia Capital.

Dana investasi yang dimiliki pemerintah Singapura, GIC, telah meluncurkan dana ventura 4,3 miliar yuan ($626 juta) pada Nova Property Investment di bulan Mei untuk memperoleh apartemen sewa di kota-kota seperti Beijing dan Shanghai.

Tiger Global Management, perusahaan investasi global yang berbasis di AS, memimpin putaran pembiayaan senilai $70 juta pada Juni untuk Danke, operator flat sewaan yang berbasis di Beijing.

Ziroom memiliki sekitar setengah juta kamar di Tiongkok dan menguasai pangsa pasar 30 persen pada akhir tahun 2017, menurut perhitungan Reuters berdasarkan laporan April oleh situs berita industri pariwisata Tiongkok, Meadin.com.

Xiangyu, unit sewa yang dimiliki oleh 5I5J, adalah mendekati yang kedua dengan 27 persen bagian.

Sekitar 1,66 juta kamar dimiliki atau dikelola oleh perusahaan-perusahaan penyewaan dan pengembang pada akhir tahun lalu, menurut Meadin.

Ziroom dan Xiangyu biasanya merupakan unit sumber dari para pemilik properti. Mereka kemudian merenovasi properti-properti tersebut dan menyewakannya dengan harga premium, yang oleh beberapa ahli disebut “upgrade paksa” bagi para penyewa.

“Perusahaan-perusahaan ini sangat agresif dalam mendapatkan flat-flat tahun ini,” kata Yu Runze, yang menyewa apartemen dua kamar tidurnya di Beijing ke Ziroom seharga 7.800 yuan ($1.136) sebulan pada bulan Mei setelah menolak tawaran dari Xiangyu.

Sewa yang dikenakan Xiangyu sering menggandakan harga yang dibayarkan kepada para pemilik flat untuk properti-properti mereka, kata Zhang Yongjing, mantan agen properti di 5I5J di ibukota provinsi Shanxi utara, Taiyuan.

Reuters tidak dapat menghubungi Ziroom untuk komentar. 5I5J tidak menanggapi permintaan untuk komentar.

Kelalaian Kecil

Saat raksasa sewa telah dituduh menaikkan harga, kurangnya peraturan berarti bahwa para regulator memiliki kekuatan terbatas untuk bertindak atau menegakkan aturan yang ada, menurut para analis properti dan sumber pemerintah.

Pada bulan Agustus, otoritas perumahan Beijing memerintahkan perusahaan-perusahaan penyewaan untuk berhenti membuat daftar sewa di atas harga pasar menggunakan dana yang diperoleh dari bank-bank dan saluran keuangan lainnya.

Namun, ia tidak mengambil tindakan terhadap perusahaan yang diyakini menggunakan praktik-praktik semacam itu.

Sumber kementerian perumahan juga mengatakan badan tersebut tidak memiliki sistem pelacakan sewa resmi

Beberapa analis juga menyalahkan kekurangan yang berkelanjutan tentang pasokan sewa untuk permintaan sewa yang tinggi tersebut.

Rumah sewa publik yang didanai pemerintah terbatas, dengan pasokan lahan secara keseluruhan menyusut di kota-kota terbesar Tiongkok di tengah kontrol populasi yang lebih ketat.

Ada 900.000 rumah yang secara teknis tersedia untuk disewa di Beijing, menurut Hu Jinghui, mantan wakil presiden di 5I5J, tetapi pemilik rumah Tiongkok lebih suka membiarkannya kosong dan menunggu nilai investasi mereka meningkat seiring waktu.

Pemerintah tidak mempublikasikan tingkat kekosongan rumah secara resmi.

Kementerian Perumahan dan biro statistik tidak menanggapi permintaan untuk komentar.

Kebangkrutan yang Langka

Pertumbuhan yang cepat di sektor ini dengan sedikit kendali regulasi telah menciptakan risiko keuangan yang tidak terduga.

Dingjia, perusahaan penyewaan yang berbasis di Hangzhou, mengalami gangguan pada Agustus karena apa yang disebut eksekutifnya sebagai ekspansi pasar yang agresif, menandai kebangkrutan pertama yang terkenal di sektor ini.

Untuk memastikan tersalurnya properti, Dingjia sering membayar pemilik rumah lebih dari harga sewa pada akhir penutupan. Seorang penyewa bermarga Lu mengatakan kepada Reuters bahwa dia menyewa dari Dingjia tahun ini seharga 4.700 yuan ($685) per bulan, tetapi Dingjia membayar kepada pemilik apartemen 5.600 yuan ($816).

Panggilan telepon berulang ke Dingjia tidak dijawab.

Lu diminta oleh Dingjia untuk menandatangani kontrak pinjaman konsumen selama setahun dengan platform pinjaman Tiongkok, Aishangjie, untuk membayar uang sewanya.

Setelah Dingjia bangkrut, Lu terjebak dengan sisa pembayaran utang 23.500 yuan ($3.423) karena pemiliknya berhenti menerima pembayaran sewa.

Tidak jelas apakah pemerintah akan bertindak di pasar sewa mengingat janji Xi Jinping untuk mengembangkan sektor ini.

Seorang sumber di salah satu dari empat bank besar Tiongkok, yang meminta tidak disebut namanya, mengatakan bank belum menerima panduan untuk memperketat pembiayaan untuk sektor ini.

Sumber yang dekat dengan pemerintah, yang juga meminta anonim, mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak mengetahui adanya perubahan besar dalam kebijakan meskipun risiko meningkat.

“Pasar tidak seimbang atau transparan,” kata seorang sumber di Kementerian Tanah dan Sumber Daya. (ran)