Ekonomi Tiongkok Mengalami Pelemahan Investasi Terbesar dalam Rekor

Investasi aset tetap Tiongkok melambat lebih lanjut pada bulan Agustus, ke tingkat pertumbuhan paling lambat sejak catatan resmi dibukukan, karena negara tersebut bersiap untuk pengenalan tarif-tarif tambahan dari Presiden Donald Trump.

Investasi aset tetap, yang mengukur pengeluaran untuk rumah, pabrik, infrastruktur, dan aset tetap lainnya, tumbuh pada tingkat terendah pada bulan Agustus, karena pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus menurun karena efek nyata atas sentimen-sentimen bisnis dari tarif AS.

Data tersebut datang pada saat yang kritis, menguji saraf para pembuat kebijakan Beijing ketika Trump menyiapkan putaran tarif lain untuk ekspor-ekspor Tiongkok.

Biro Statistik Nasional Tiongkok melaporkan 14 September bahwa pertumbuhan investasi aset tetap untuk delapan bulan pertama 2018 naik hanya 5,3 persen, pembacaan terlemah setidaknya sejak 1995, menurut Financial Times, dan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak catatan resmi dibukukan.

Belanja infrastruktur, yang mengukur investasi pemerintah untuk jalan, kereta api, dan proyek-proyek publik lainnya, berkurang menjadi 4,2 persen. Investasi aset tetap sektor swasta lebih baik, pada 8,7 persen, tetapi juga di bawah pembacaan bulan sebelumnya.

“Data aktivitas bulan Agustus Tiongkok mengkonfirmasi ekonomi berada di jalur perlambatan yang berurat berakar yang mungkin kehilangan kecepatan sedikit lebih cepat dari yang para pembuat kebijakan inginkan,” Katrina Ell, seorang ekonom di Moody’s Analytics di Sydney, mengatakan kepada Bloomberg.

Langkah-langkah Stimulus

Data investasi tersebut muncul setelah Beijing mengumumkan selama musim panas serangkaian langkah-langkah stimulus untuk menghidupkan kembali ekonomi, setelah mengecewakan pertumbuhan GDP kuartal kedua. Investasi infrastruktur, terutama di pedesaan dan Tiongkok Barat, adalah fitur kunci dari langkah-langkah stimulus yang diumumkan. Namun, setiap lompatan dalam proyek baru tampaknya tidak tercermin dalam angka-angka bulan Agustus.

Selain itu, mencemaskan bahwa metrik-metrik investasi yang lemah muncul meskipun dampak dari perang perdagangan AS belum tercermin dalam pembacaan ekonomi resmi.

Sisi baiknya, output pabrik dan penjualan ritel keduanya cenderung positif pada bulan Agustus, meskipun sedikit. Penjualan ritel naik 9 persen dari tahun lalu, dan output pabrik meningkat pada laju tahunan 6,1 persen, keduanya naik sedikit dari pembacaan Juli. Tetapi angka-angka output pabrik bisa menipu. Ekspor adalah penggerak signifikan dari output industri, dan mencerminkan perusahaan-perusahaan bergegas mengeluarkan pesanan-pesanan untuk mengalahkan tarif AS yang lebih tinggi yang diharapkan akan dikenakan pada barang-barang Tiongkok.

Ekonomi Goyah

“Perekonomian Tiongkok secara keseluruhan masih melambat,” Lu Ting, kepala ekonom Tiongkok di Nomura International Ltd di Hong Kong, mengatakan kepada Bloomberg News.

“Perlambatan bisa memburuk dalam beberapa bulan ke depan. Kami memperkirakan meningkatnya ketegangan perdagangan AS-Tiongkok dan kejatuhan beberapa ekonomi pasar negara berkembang makin membebani pertumbuhan ekspor Tiongkok.”

Para pejabat Partai Komunis Tiongkok berada di bawah tekanan luar biasa. Ekonomi Tiongkok yang melemah membekali Beijing tangan yang lemah untuk bermain menjelang pembicaraan perdagangan baru yang penting antara Tiongkok dan Amerika Serikat.

Trump dilaporkan berencana untuk terus maju dengan tarif $200 milyar lainnya untuk Tiongkok. Dia menulis pada 13 September bahwa “pasar kita melonjak, mereka ambruk.”

Dengan penurunan 20 persen dari awal tahun, Indeks Komposit Shanghai, indeks saham acuan Tiongkok, merupakan di antara yang berkinerja terburuk di dunia. Indeks teknologi berat Komposit Shenzhen bahkan lebih buruk, dengan penurunan 27,4 persen sejak 1 Januari.

Indeks S&P 500 AS naik hampir 8 persen pada 2018, dengan teknologi berat Nasdaq Composite naik sekitar 15 persen. Keduanya adalah salah satu pasar berkinerja terbaik di dunia pada tahun 2018.

Setengah tahun memasuki pertikaian perdagangan yang meluas, dan dampaknya telah menjatuhkan pasar saham Tiongkok ke liga yang sama dengan pasar-pasar yang sedang berkembang lainnya seperti Turki dan Argentina, yang menderita karena alasan-alasan lain.

Beijing masih memiliki beberapa pilihan, termasuk meningkatkan upaya stimulus dan meningkatkan pinjaman. Namun ekspansi utang lebih jauh akan bertentangan dengan tujuan deleveraging yang dinyatakan Beijing.

Tiongkok dapat tetap melanjutkan dengan “upaya-upaya pelonggaran yang bersifat pertahanan, dimana termasuk mendorong pinjaman neraca (on balance sheet lending) bank, penerbitan obligasi pemerintah daerah yang lebih cepat dan persetujuan proyek, dan lebih banyak fleksibilitas dalam pengetatan bank bayangan (shadow bank),” analis Morgan Stanley menulis dalam sebuah catatan pada 14 September.

“Jika AS memberlakukan tarif 25 persen pada daftar yang diusulkan untuk barang-barang Tiongkok senilai $200 miliar, kami berharap para pembuat kebijakan akan mengambil lebih banyak langkah fiskal dan moneter, dengan pemotongan pajak dan memulihkan kembali yang lebih kuat dalam pertumbuhan kredit yang luas.” (ran)