Tingkat Utang Rumah Tangga Tiongkok Mencapai Rekor Tertinggi

Utang rumah tangga di Tiongkok naik ke rekor tertinggi pada tahun 2017, membuat lubang lain di baju besi ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Data tersebut mendukung kebijakan resmi Beijing tahun ini, yang bertujuan untuk melakukan pengurangan utang (deleverage) pada semua fase ekonomi dan menstabilkan harga realestat.

Sementara kekayaan rumah tangga secara keseluruhan telah meningkat, rasio utang rumah tangga terhadap PDB Tiongkok mencapai rekor tertinggi 49,1 persen pada tahun 2017, menurut laporan baru tentang kekayaan global oleh raksasa asuransi Jerman, Allianz. Sejak awal tahun 2008 hingga akhir tahun lalu, utang rumah tangga Tiongkok melonjak rata-rata 27 persen setiap tahun, menurut data terpisah tetapi menguatkan dari Bank of International Settlements.

Transformasi cepat ekonomi Tiongkok selama dekade terakhir telah berkontribusi pada peningkatan utang rumah tangga di Tiongkok, di mana, secara tradisional, beberapa individu telah berutang.

HIPOTEK DAN PINJAMAN P2P

Secara historis, kekhawatiran terbesar Tiongkok adalah utang pemerintah dan perusahaan, tetapi baru-baru ini peningkatan tajam harga realestat telah menyebabkan peningkatan drastis dalam utang rumah tangga dalam bentuk pinjaman-pinjaman hipotek.

Ini menjadi isu kebijakan penting yang pada Kongres Nasional lima tahunan tahun lalu, pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping mengatakan kepada mereka yang berkumpul bahwa “rumah-rumah adalah untuk dijadikan tempat tinggal, bukan untuk spekulasi.” Itu diikuti oleh sesi pers di mana mantan Kepala Bank Rakyat Tiongkok, Zhou Xiaochuan mengatakan bahwa kegembiraan luar biasa di pasar realestat Tiongkok dapat mengarah pada “apa yang disebut momen Minsky.”

Momen Minsky, dinamai menurut ekonom Amerika, Hyman Minsky, mengacu pada runtuhnya nilai-nilai aset yang tiba-tiba, tak terduga, dan menghancurkan, yang mengikuti periode kenaikan utang yang panjang.

Tiongkok telah menerapkan langkah-langkah tertentu untuk menstabilkan pasar realestat dengan membatasi jumlah properti yang dapat dibeli seseorang, dan menetapkan jumlah tahun minimum sebuah properti harus dipertahankan sebelum dijual kembali.

Namun para pengembang real estat Tiongkok tidak ingin membantu masalah.

Pengembang properti secara agresif meningkatkan upaya pemasaran untuk menjual lebih banyak apartemen untuk meningkatkan lini bawah karena pasar real estat di kota-kota Tier-1 mulai dingin. Menjelang liburan “Hari Nasional” 1 Oktober, pengembang memperkenalkan “kupon untuk diskon sebesar ratusan dan ribuan yuan, skema rujukan dimana pembeli mendapat diskon karena memperkenalkan pembeli yang lain, dan pemotongan harga untuk melemahkan pasar,” menurut South China Morning Post.

Ada konsensus yang berkembang di antara para pengembang properti bahwa pasar akan berkontraksi pada sisa tahun ini dan tahun depan, setelah pembuat kebijakan Beijing menegaskan kembali selama pertemuan Politburo bulan Juli tentang pengendalian harga realestat akan menjadi fokus utama rezim tersebut.

Pinjaman peer-to-peer (P2P) adalah faktor lain yang berkontribusi. Keruntuhan-keruntuhan yang mengundang perhatian tentang para pemberi pinjaman P2P telah menghasilkan liputan pers yang dramatis, tetapi itu lebih merupakan masalah sosial daripada masalah ekonomi.

Pinjaman P2P, mengesampingkan cakupannya, tampak kurang penting dalam istilah ekonomi dibandingkan dengan utang hipotek. Tetapi tidak seperti utang hipotek, yang dijamin oleh apartemen atau rumah, utang P2P tidak memiliki jaminan dan sebagian besar kerugian ditanggung oleh konsumen-konsumen yang lain.

KEKHAWATIRAN LAYANAN UTANG

Temuan-temuan Allianz terkonfirmasi oleh laporan awal September tentang leverage global dari Standard Chartered. Bank Inggris tersebut telah menyoroti Tiongkok sebagai salah satu dari tiga negara “berisiko tinggi”, dan memperkirakan rasio total utang terhadap PDB Tiongkok, yang mencakup utang pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga, akan melesat 290 persen pada tahun 2020.

Selain itu, rasio utang terhadap pendapatan rumah tangga Tiongkok telah meningkat menjadi 104 persen. Angka itu setara dengan Amerika Serikat, dengan satu-satunya perbedaan adalah bahwa tingkat utang rumah tangga AS telah menurun atau datar dalam beberapa tahun terakhir.

Faktor itu sendiri tidak memprihatinkan, namun sifat ekonomi Tiongkok saat ini menyulitkan konsumen untuk membayar utang-utang mereka.

Meskipun pertumbuhan PDB Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir sangat mengesankan, sebagian besar pendapatan tersebut tidak masuk ke rumah tangga.

“Sejak tahun 2007, andil output nasional Tiongkok ke rumah tangga berkisar dari 46 persen hingga serendah 42 persen dari PDB,” tulis Financial Times awal tahun ini. “Sisa pendapatan nasional Tiongkok sebagian besar diambil oleh perusahaan yang dikendalikan pemerintah dan manajer elit mereka.”

Sebagai perbandingan, rumah tangga AS mengendalikan sekitar 75 persen PDB AS pada kuartal kedua 2018, menurut cabang Federal Reserve St. Louis.

Pada waktunya, Beijing berharap transformasi ekonomi yang direncanakannya akan memungkinkan konsumen untuk memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomiannya dibandingkan dengan perusahaan milik negara. Namun hingga saat itu, ia harus memainkan tindakan penyeimbangan yang tinggi antara pertumbuhan dan utang. (ran)

Video: Etnis Tionghoa Rantau Mengapa Kita Tidak Mendukung Made in China 2025

https://www.youtube.com/watch?v=LPpbJxvOox4