Kebebasan Beragama Harus Menjadi Bagian dari Perjanjian Perdagangan dengan Tiongkok

WASHINGTON – Kebebasan beragama seharusnya menjadi aspek penting dari setiap perjanjian perdagangan baru atau ulang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, seorang ahli mengatakan selama briefing tentang hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Tiongkok.

Dalam briefing pada 11 Oktober, yang diselenggarakan oleh International Religious Freedom Caucus dan International Religious Freedom Roundtable (IRFR), perwakilan World Uyghur Congress, disiplin spiritual Falun Gong, dan organisasi-organisasi lain telah menyediakan informasi-informasi terbaru tentang penganiayaan masing-masing kelompok yang telah dituduhkan terhadap Tiongkok dan telah menyerukan segera dilakukan tindakan-tindakan oleh Amerika Serikat.

Sejak Ministerial yang pertama untuk memajukan Kebebasan Beragama pada bulan Juli, di mana Wakil Presiden Mike Pence menyebutkan penindasan agama di Tiongkok, pemerintah AS telah “menyuntikkan kebebasan beragama ke dalam hubungan bilateral” pada perdagangan, pembangunan ekonomi, keamanan nasional, dan masalah lainnya, kata Greg Mitchell, salah satu ketua IRFR.

“Apa yang perlu mereka lakukan adalah menindaklanjuti,” kata Mitchell. “Jika kita menegosiasikan kembali kebijakan-kebijakan perdagangan baru supaya tidak ada perang tarif, salah satu syaratnya adalah, mereka harus mulai meningkatkan kebebasan beragama sebagai bagian dari perjanjian-perjanjian perdagangan yang baru tersebut.

“Kita dapat mempertahankan tarif dan sanksi kecuali mereka meningkatkan kebebasan beragama. Mereka harus menindaklanjuti dengan tindakan,” katanya.

Zhang Erping, juru bicara Pusat Informasi Falun Dafa, berharap adanya perbaikan di bawah kebijakan baru mengenai Tiongkok oleh pemerintahan Trump.

“Penganiayaan Partai Komunis Tiongkok terhadap Falun Gong telah berlangsung selama lebih dari 19 tahun. Ini adalah penganiayaan yang paling kejam dan terbesar dalam sejarah Tiongkok,” jelas Zhang. “Tanpa memasukkan Falun Gong dalam dialog atau agenda hak asasi manusia, pembicaraan akan tidak lengkap, dan kekurangan substansi.”

Zhang juga berharap pemerintah AS dapat mendanai teknologi anti-sensor, seperti Free Gate dan Ultrasurf, untuk membantu merobohkan Great Firewall yang menyensor internet di Tiongkok.

Zhang mengatakan Pusat Berkman Harvard untuk Internet dan Masyarakat (Harvard Berkman Center for Internet and Society) menganggap kedua produk tersebut sebagai penyedia layanan gratis yang paling dapat diandalkan untuk para pengguna di Tiongkok, “namun, mereka membutuhkan dana federal untuk terus beroperasi.”

“Kebebasan informasi terbukti menjadi faktor yang paling kuat untuk perubahan sosial dalam masyarakat tertutup, dan cara paling murah untuk membantu mewujudkan transisi damai menuju demokrasi,” kata Zhang.

Tina Mufford, wakil direktur penelitian dan kebijakan Komisi AS tentang Kebebasan Beragama Internasional, mengatakan bahwa pemerintah AS harus mengambil pendekatan pemerintah secara menyeluruh untuk mengatasi masalah kebebasan beragama di Tiongkok, dan memasukkan hak asasi manusia untuk semua jenis dialog, seperti diskusi-diskusi tentang perdagangan, keuangan, pertanian, dan perniagaan.

“Dengan pemerintah Tiongkok, Anda benar-benar membutuhkan keteguhan tanpa henti. Mengatakannya hanya sekali pada hakekatnya tidak berarti.”

Mufford mengatakan bahwa setiap tingkat jenjang pemerintah AS harus menyebutkan hak asasi manusia dalam setiap interaksi dengan rekan-rekan Tiongkok mereka.

Mufford mengatakan bahwa meskipun Undang-undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global (Global Magnitsky Human Rights Accountability Act) adalah alat yang kuat untuk menahan individu-individu Tiongkok, pemerintah atau lembaga-lembaga yang bertanggung jawab, “Ada begitu banyak individu dan lembaga yang dapat dijatuhi hukuman. Dan itu tidak terjadi,” katanya.

Miranda Robinson, penasihat International Freedom Freedom Caucus untuk anggota parlemen Gus Bilirakis (R-Fla.), mengatakan bahwa alasan dia menyebut briefing tersebut sebagai “Upaya Terakhir untuk Membela Hak Asasi Manusia di Tiongkok,” adalah karena penganiayaan agama di Tiongkok terus-menerus terjadi dan semakin parah, namun banyak orang di Amerika Serikat masih tidak menyadarinya. (ran)

Rekomendasi video:

Kacau Balaunya Bhikhu Model Komunis Tiongkok