Flu Babi Menambah Pusing Kepala Ekonomi Tiongkok

BEIJING – Peternak babi Tiongkok, yang telah pulih dari kenaikan biaya pakan dalam pertarungan tarif Beijing dengan Washington, menghadapi pukulan baru dari wabah flu babi Afrika yang telah mengirimkan gelombang kejut ekonomi lewat pedesaan.

Pertama kali terdeteksi pada bulan Agustus, penyakit tersebut telah menewaskan 1 juta babi, mendorong pihak berwenang membatasi sebagian besar pengiriman untuk 700 juta babi Tiongkok, meskipun hampir semuanya masih sehat. Hal itu telah mengganggu pasokan daging babi, bahan daging pokok Tiongkok, ke kota-kota besar sementara harga-harga ambruk di daerah-daerah dengan kelebihan pasokan babi karena para petani dilarang untuk mengirim ke provinsi-provinsi lain.

“Saya hanya bisa banting harga saat ini,” kata seorang peternak di pinggiran Shenyang, timur laut Beijing, di mana kasus pertama dilaporkan pada 3 Agustus. Dia mengatakan dia membesarkan sekitar 100 babi dan hanya ingin disebutkan nama keluarganya saja, Yan.

“Jika kami tidak mendapatkan harga babi yang lebih tinggi, semua pekerjaan saya tahun ini akan sia-sia,” kata Yan.

Flu babi Afrika tidak mempengaruhi manusia tetapi sangat menular pada babi, membuatnya menjadi ancaman serius bagi area-area peternakan.

Pada 23 November, kasus pertama dilaporkan di Beijing, ibukota. Pihak berwenang mengatakan total 86 babi di dua peternakan di distrik Fangshan pinggiran kota telah mati.

Selain itu pada hari Jumat, Xiamen Airlines, maskapai menengah Tiongkok, mengumumkan bahwa pihaknya menangguhkan penggunaan daging babi dalam makanan selama penerbangan.

Wabah tersebut menambah banyak tantangan bagi para pemimpin Tiongkok saat mereka harus bergulat dengan AS atas kebijakan teknologi Beijing dan mencoba untuk menopang pertumbuhan yang sedang membekukan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

“Para petani telah kehilangan uang di provinsi-provinsi peternakan babi selama beberapa bulan terakhir dan kepercayaan mereka telah hancur,” kata Feng Yonghui, kepala analis soozhu.com, konsultan industri daging babi.

Biaya membesarkan babi melonjak setelah Beijing membalas kenaikan tarif Washington atas barang-barang Tiongkok dengan memberlakukan 25 persen bea atas impor kedelai AS yang digunakan sebagai pakan ternak.

Para petani Amerika memasok sekitar sepertiga dari impor Tiongkok sebesar 96 juta ton kedelai tahun lalu, sementara pertaniannya sendiri menghasilkan sekitar 15 juta ton per tahun.

Harga kedelai telah meningkat sebanyak 4 sampai 5 persen per bulan sejak saat itu di beberapa daerah.

Importir membeli lebih banyak kedelai dari Brasil dan Argentina, eksportir utama lainnya. Pihak berwenang telah mendorong peternak untuk mempertimbangkan sumber protein lain seperti kanola.

Sejak kasus babi pertama pada bulan Agustus, hewan yang sakit telah ditemukan di daerah-daerah dari Provinsi Jilin di timur laut sampai Yunnan di perbatasan selatan Tiongkok dengan Vietnam.

Pihak berwenang menanggapi dengan melarang pengiriman semua babi dari provinsi mana pun terhadap kasus itu.

Pihak berwenang telah menemukan 73 babi piaraan terjangkit dan satu babi liar yang terinfeksi di 47 kota di 20 provinsi, menurut seorang pejabat Kementerian Pertanian, Feng Zhongwu.

“Tugas pencegahan dan pengendalian masih sangat sulit dan pekerjaannya sangat mendesak,” kata Feng pada konferensi pers Jumat.

Tidak jelas bagaimana virus tersebut mencapai Tiongkok tetapi secara genetik mirip dengan jenis virus di Rusia, Polandia, dan Georgia, kata pejabat lain, Huang Bao. Huang mengatakan pengujian genetik menunjukkan virus pada babi liar di Provinsi Jilin tidak terkait dengan yang ada di dalam tubuh babi-babi piaraan.

Sebagian besar penduduk Tiongkok masih bergantung pada peternakan bahkan setelah negara tersebut menjadi salah satu produsen terbesar. Bagian dari tenaga kerja yang digunakan dalam peternakan tersebut telah turun sampai 18 persen dari lebih dari 50 persen dua dekade lalu, menurut data Bank Dunia, tetapi rumah tangga pertanian masih mencapai 250 juta orang.

Provinsi Sichuan barat daya, yang menyumbang sekitar 10 persen produksi daging babi Tiongkok, telah melaporkan kasus pertamanya minggu lalu. Jangkauan flu babi telah meluas ke semua area pembiakan babi Tiongkok.

Termasuk di Sichuan, pembatasan-pembatasan untuk pengiriman babi sekarang meluas hingga sekitar 90 persen dari hewan industri Tiongkok, menurut Feng dari soozhu.com.

“Dampak dari kebijakan pemerintah lebih besar dari epidemi itu sendiri,” kata Feng.

Di timur laut, larangan tersebut telah menyebabkan kelebihan daging babi di pasar, menekan harga hingga 20 persen dibandingkan dengan tiga bulan lalu, menurut media pemerintah. Sementara itu, harga eceran telah melonjak 30 persen di Chongqing, sebuah kota berpenduduk 9 juta orang di barat daya.

Wabah ini dapat menyebabkan gangguan jangka panjang jika petani merespon dengan membiakkan babi lebih sedikit tahun depan, yang menyebabkan kekurangan dan harga yang lebih tinggi.

Flu babi adalah “lebih menyusahkan” daripada penyakit-penyakit hewan sebelumnya, kata Tan dari Zero Power.

“Para petani dan konsumen mungkin panik dan menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada industri babi,” katanya.

Pemerintah mempertahankan stok daging babi beku dalam kasus kekurangan tetapi belum mengatakan apakah ada yang akan dikeluarkan tahun ini.

Yan, peternak di Shenyang, mengatakan dia akan berhenti membeli anak babi untuk sesudah tahun ini tetapi akan mempertahankan induk babi untuk menghasilkan lebih banyak.

“Bahkan melakukan hal itu sulit karena sulit untuk menjaga bayi-bayi babi ini tetap hidup,” katanya. (ran)