Akademisi Desak PM Selandia Baru untuk Tetap Teguh Melawan Rejim Komunis Tiongkok

Para akademisi dan kelompok-kelompok masyarakat sipil telah meminta Perdana Menteri Selandia Baru Jacinta Ardern untuk mengirim peringatan yang jelas kepada rezim Tiongkok, membungkam suara-suara akademis tidak akan ditoleransi.

Permintaan tersebut datang di tengah laporan intimidasi dan ancaman terhadap Anne-Marie Brady, seorang kritikus Tiongkok dan profesor politik Canterbury University, ABC melaporkan.

Dalam sebuah surat terbuka kepada Ardern yang diterbitkan pada 26 November, 29 akademisi dan kelompok-kelompok seperti Amnesty International bersatu sebagai penanda tangan untuk mendukung Brady setelah mengalami pelecehan selama berbulan-bulan setelah publikasi makalahnya yang berjudul “Magic Weapons: China’s Political Influence Activities Under Xi Jinping” (Senjata-senjata Sihir: Aktivitas Pengaruh Politik Tiongkok di Bawah Xi Jinping) (pdf) pada tahun 2017. Makalah Brady tersebut diterbitkan oleh Wilson Center, sebuah think tank yang diakui yang berbasis di Washington.

Makalah Brady meneliti bagaimana Selandia Baru menjadi sasaran oleh agenda pengaruh Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang menurut situs web Wilson Center, “adalah tugas inti dari pekerjaan Front Persatuan Tiongkok: salah satu dari ‘senjata-senjata sihir’ PKT yang terkenal yang membantu membawanya ke tampuk kekuasaan.”

Brady mengatakan pada radio ABC, “Setelah hal itu terjadi pada bulan Desember tahun lalu, saya telah mengalami pembobolan di kantor saya. Dan kemudian, pada bulan Februari, saya menerima surat peringatan yang mengatakan tentang apa yang konsulat Tiongkok sedang coba lakukan untuk menekan kekhawatiran di antara komunitas Tionghoa-Selandia Baru, tentang penemuan penelitian saya itu.

“Ia memperingatkan saya di dalam surat itu bahwa saya akan segera mendapat serangan, meskipun tidak menyebutkan serangan apa yang akan terjadi.”

DIDUGA ADANYA KETERLIBATAN PKT

Brady menghubungi Layanan Intelijen Keamanan Selandia Baru (SIS) setelah menerima surat dari konsulat tersebut. Pada hari dia berbicara dengan SIS, baik rumah maupun kantornya telah dibobol.

“Rumah saya dibobol dan apa yang diambil adalah komputer tempat saya menulis penelitian ‘Senjata-senjata Sihir’ itu dan, sayangnya, komputer-komputer anak-anak saya,” kata Brady pada radio ABC.

Pada bulan Oktober, kampanye kotor yang berupaya menjatuhkan reputasi Brady diterbitkan dalam media bahasa Mandarin yang dikontrol negara, taktik-taktik yang biasa dilakukan PKT.

“Ada media yang bersifat memusuhi yang diorganisir termasuk yang berbahasa Mandarin menentang saya dan saya telah meminta perlindungan ekstra pada polisi sejak saya mengetahui ia semakin meluas,” kata Brady.

Brady juga mengalami mobilnya dirusak: dua ban depannya telah dikendorkan ke tingkat berbahaya yang bisa roboh pada kecepatan tinggi atau saat pengereman mendadak.

“Seseorang mencoba mencelakai saya dan keluarga saya. Saya pikir itu bukan kebetulan. Itu semua terjadi karena penelitian saya,” kata Brady.

TANGGAPAN DARI PM SELANDIA BARU

“Saya benar-benar membela hak akademisi untuk memanfaatkan kebebasan akademik mereka, dan, tentu saja, hak yang diberikan kepada mereka melalui undang-undang kita,” kata Ardern pada konferensi pers (pdf) pada 26 November. “Saya benar-benar mendukung itu dan membela itu. Mereka harus terus dapat melakukan pekerjaan mereka dan bebas dari pengaruh reaksi dari pemerintah ini atau pemerintah-pemerintah lainnya.”

Pernyataan Ardern disambut oleh para akademisi di Universitas Canterbury.

“Kami ingin menyatakan dengan jelas dukungan kami semua untuk Profesor Brady dan menegaskan kembali bahwa kebebasan akademik adalah pokok dari pekerjaan universitas kami, seperti juga untuk semua universitas di Selandia Baru,” pernyataan dukungan dari akademisi berbunyi. “Kami menyadari bahwa seringkali lebih mudah untuk tidak berbicara atas nama kebebasan akademik meskipun UU Pendidikan (1989) menyatakan bahwa Universitas-universitas secara hukum berkewajiban untuk bertindak sebagai ‘suara hati nurani dan kritik masyarakat.

“Para akademisi harus siap untuk berbicara secara terbuka ketika upaya-upaya yang dilakukan oleh bangsa apa pun, kelompok-kelompok atau individu-individu mana pun, berusaha membatasi atau memengaruhi kewajiban itu.”

Ardern telah diberitahu (pdf) bahwa penyelidikan atas kasus Brady belum selesai.

KEBEBASAN AKADEMIS DI AUSTRALIA DI BAWAH SERANGAN

Clive Hamilton, seorang profesor etika masyarakat di Charles Sturt University di Canberra, Australia, mengalami bukunya “Silent Invasion” telah dilarang terbit karena tekanan yang dilakukan oleh rezim Tiongkok terhadap penerbit Allen&Unwin. Pembatalan tersebut terjadi pada November 2017.

Buku Hamilton merinci upaya-upaya sistematis PKT untuk memperluas jaringan spionase dan pengaruhnya di Australia; ia juga menggarisbawahi bagaimana cara kerja Front Persatuan Tiongkok menyusupi semua aspek masyarakat Australia sehingga memecah persekutuan Amerika Serikat dengan Australia.

Penerbit lain, Hardie Grant, telah memperoleh hak dan menerbitkan buku itu pada bulan Februari.

Dalam insiden lain, Universitas Victoria telah membatalkan acara 21 September untuk menghalangi pemutaran film dokumenter tentang Institut Konfusius Tiongkok. Universitas mengklaim bahwa mereka secara tidak sengaja terjadi “pemesan dobel” ruang teater kuliah dan bahwa semua tempat-tempat yang lain telah sepenuhnya dipesan, meskipun rekaman video menunjukkan bahwa teater tersebut kosong.

Hamilton mengatakan kepada The Epoch Times bahwa “para pemimpin PKT mengakui bahwa Institut-institut Konfusius adalah agensi-agensi propaganda.”

Hamilton menambahkan, “Pembatalan yang dilakukan Universitas Victoria tersebut menunjukkan bahwa membuat bahagia Beijing lebih penting bagi para pemimpin universitas daripada kebebasan akademis.” (ran)

Rekomendasi video:

Trump Isyaratkan Mata Mata PKT Merajalela di Amerika Serikat

https://www.youtube.com/watch?v=o_tupgGXrp4