‘Kuburan-kuburan Terbuka’: Bahaya Operasi Tambang Tiongkok di Kamerun Timur

BATOURI, Kamerun — Dua hari sebelum akhir Desember 2017, sembilan orang telah tewas di sebuah gua fatal di sebuah lokasi penambangan di Ngoe Ngoe, sebuah desa dengan lebih dari 2.500 penduduk di Wilayah Timur Kamerun. Media lokal kemudian melaporkan bahwa korban tewas bertambah menjadi 15 orang.

Lu & Lang, sebuah perusahaan pertambangan Tiongkok, baru saja menghentikan operasinya dan membiarkan lubang-lubang penambangannya tidak diurug (ditimbun), mengabaikan risiko besar yang ditimbulkan oleh “makam-makam terbuka” ini terhadap penduduk setempat. Para pria dan wanita yang tewas di dalam gua ini telah pergi ke lokasi tersebut dengan harapan menemukan beberapa bintik emas yang tersisa.

Lu & Lang telah berulang kali meninggalkan lokasi tambang dalam kondisi yang tidak aman, yang menyebabkan kematian. Sekitar tiga tahun yang lalu, empat orang yang diduga tewas dengan cara yang sama ditemukan di lokasi yang sama di Ngoe Ngoe, menurut Mada Michel, walikota kotamadya Ngoura wilayah Ngoe Ngoe.

Kode penambangan Kamerun menetapkan bahwa perusahaan pertambangan bertanggung jawab untuk mengurug lubang setelah operasi. Ini mewajibkan mereka untuk meninggalkan lokasi tambang dalam kondisi yang aman dan dapat diterima sehingga tidak menimbulkan ancaman. Namun, perusahaan-perusahaan pertambangan, kebanyakan mereka dari Tiongkok, seperti Lu & Lang, membiarkan lubang-lubang terbuka dengan kecepatan yang hampir sama dengan ketika mereka mengeksploitasi sumber-sumber daya mineral tersebut.

pertambangan emas di kamerun
Anak-anak muda setempat memasang barikade untuk memblokir sebuah truk milik perusahaan tambang Tiongkok di Zirgene di wilayah Colomine pada bulan September 2018. (Solomon Tembang)

Para aktivis masyarakat sipil mengatakan perusahaan-perusahaan Tiongkok telah lolos dalam mengabaikan peraturan karena dua alasan utama: mereka membayar suap besar kepada para pejabat, dan beberapa orang Kamerun yang berpengaruh memiliki saham di perusahaan-perusahaan tersebut. Para aktivis juga mencurigai rezim komunis Tiongkok “mengancam melalui negosiasi pribadi,” karena Tiongkok adalah mitra utama dengan Kamerun, telah memberi negara tersebut banyak pinjaman dan hibah.

Perusahaan-perusahaan pertambangan Tiongkok mengabaikan pedoman keselamatan hanyalah salah satu dari banyak kesengsaraan yang disebabkan oleh penambangan di wilayah tersebut. Organisasi masyarakat sipil setempat mengatakan jumlah korban tewas akibat eksploitasi mineral ilegal dan praktik-praktik penambangan yang tidak berkelanjutan mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.

PRAKTIK PENAMBANGAN MEMATIKAN

Antara tahun 2017 dan 2018, tidak kurang dari 100 orang telah tewas di lubang-lubang tambang yang dibiarkan tidak diurug, menurut statistik oleh organisasi lingkungan nirlaba Forêts et Développement Rural (FODER). Organisasi tersebut mengatakan ada lebih dari 250 lubang penambangan yang ditinggalkan sejak tahun 2012 yang belum diurug.

Lubang-lubang terbuka tersebut, beberapa sedalam 80 meter dan terisi air yang menggenang, adalah risiko fatal bagi penduduk setempat, terutama anak-anak yang bermain di sekitarnya, serta ternak-ternak. Penambang rakyat juga berisiko terkubur di lubang seperti itu dalam ketergesaan mereka untuk menemukan sisa-sisa emas yang tertinggal.

konflik perusahaan tambang cina tiongkok dengan rakyat kamerun
Seekor sapi terjebak di lumpur di Ngoe Ngoe, Kamerun. Kegiatan penambangan Tiongkok membuat aliran sungai tersumbat lumpur, dan dalam beberapa kasus sungai dialihkan untuk melayani situs-situs pencucian emas. (Solomon Tembang)

Warga Ngoyla, Soweiya Audrey, seorang ibu dari lima anak berusia 30-an, mengatakan hidupnya tidak pernah sama sejak dia kehilangan suaminya pada tahun 2017.

“Suamiku pergi untuk berburu pada suatu malam yang fatal dan tidak pernah kembali,” katanya. “Kami mencarinya hampir dua minggu sebelum menemukan mayatnya dalam kondisi membusuk di salah satu lubang penambangan yang ditinggalkan oleh sebuah perusahaan Tiongkok. Di sepanjang jalan setapak yang tertutup semak belukar.”

Ini adalah kehilangan yang ketiga anggota keluarga Audrey, setelah kehilangan dua sepupunya pada tahun yang sama dalam kondisi yang sama.

“Saya mengalami gangguan mental dan fisik pada tahun itu. Sejak saya pulih, kekhawatiran saya adalah harus mengurus anak-anak saya sendirian. Hidup bagi saya sangat sulit dan saya berjuang untuk bertahan hidup,” katanya.

Kisah tragis seperti itu biasa terjadi. Haman Baba, yang tinggal di Mungonam di pinggiran Batouri, menggambarkan kematian putra satu-satunya sebagai “hal terburuk yang pernah terjadi padanya.” Anak laki-lakinya telah bermain di dekat sebuah lubang terbuka ketika dia jatuh dan tenggelam.

Aktivitas-aktivitas perusahaan tambang Tiongkok telah membuat daerah perumahan yang sebelumnya aman menjadi rentan terhadap bahaya. Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan ekskavator untuk menggali lubang-lubang dalam yang menjadikan rumah-rumah yang terletak di sekitar tepinya longsor dan berisiko runtuh.

Para aktivis masyarakat sipil mengatakan ketika penduduk lokal mengeluh bahwa hak-hak mereka dan sumbangan dana abadi yang bermanfaat untuk masyarakat secara jelas telah dilanggar oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok, pemerintah mengabaikan masalah ini. Namun pada bulan April 2018, Menteri Pertambangan, Industri, dan Pengembangan Teknologi Kamerun menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan Tiongkok. Hong Kong, Peace Mining, dan Lu & Lang telah dilarang melakukan kegiatan penambangan emas dan pejabat-pejabatnya diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut.

Peace Mining dan Lu & Lang didakwa atas degradasi lingkungan serta konflik-konflik mematikan yang terjadi berulang dengan penduduk setempat yang dipicu oleh para karyawan dari perusahaan-perusahaan Tiongkok tersebut. Untuk bagiannya, perusahaan Hong Kong bahkan tidak memiliki izin untuk melakukan kegiatan-kegiatan penambangan.

Meskipun ada sanksi, The Epoch Times mengetahui bahwa beberapa dari perusahaan yang telah dihentikan tersebut masih terus beroperasi.

KONFRONTASI DENGAN KEKERASAN

Rasa permusuhan atas masalah “kuburan-kuburan terbuka” antara perusahaan-perusahaan pertambangan Tiongkok dengan penduduk setempat tersebut ada dalam jumlah besar di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya mineral.

Menurut Justin Landry Chekoua, manajer proyek senior untuk Proyek Pertambangan, Lingkungan, Kesehatan & Masyarakat di FODER, para penambang Tiongkok secara teratur mengusir para penambang lokal yang telah menemukan emas. Ini sering menyebabkan konflik-konflik yang mematikan.

Kurang dari dua tahun yang lalu, lokasi penambangan Betare-Oya adalah pusat konfrontasi dengan kekerasan antara para penambang Tiongkok dengan penduduk setempat. Setelah gagal memaksa beberapa penduduk setempat untuk meninggalkan lokasi tambang, seorang pria Tiongkok mengambil pistol dari mobilnya dan menembak salah satu penduduk setempat, telah membunuhnya. Sebagai pembalasan, orang-orang di tempat kejadian menerkam pria Tiongkok tersebut dan melemparinya dengan batu sampai mati.

Sampai saat perusahaan-perusahaan pertambangan Tiongkok telah mulai muncul sekitar tahun 2000, kehidupan di daerah pertambangan di Wilayah Timur Kamerun tenang dan damai. Orang-orang telah menambang di tanah yang mereka warisi dari nenek moyang mereka menggunakan peralatan sederhana.

Chekoua mengatakan, Tiongkok datang karena keputusan pemerintah untuk menemukan lagi emas di daerah Bendungan Lom Panga sebelum ia dibangun. Sejumlah besar emas akan dibanjiri oleh perairan bendungan, sehingga pemerintah mengizinkan penambangan semi-industri di daerah tersebut.

Warga negara Kamerun adalah satu-satunya yang diizinkan oleh hukum untuk memiliki izin penambangan, namun karena mereka tidak memiliki kemampuan teknis yang diperlukan, mereka diizinkan untuk mengadakan perjanjian dengan perusahaan-perusahaan asing.

“Boro-boro menjalin kemitraan, kebanyakan orang Kamerun mendapatkan kuasa otorisasi dan menjualnya kepada perusahaan asing, sebagian besar dari mereka berasal dari Tiongkok,” kata Chekoua. Dia menambahkan bahwa beberapa perusahaan Tiongkok sekarang menggunakan kartu identitas untuk menunjukkan berasal dari karyawan-karyawan setempatnya untuk mendapatkan izin.

Ketika perusahaan-perusahaan Tiongkok menambang emas bernilai miliaran franc CFA (mata uang Afrika Barat), komunitas-komunitas sekitar sungai dibiarkan begitu saja. Selain bahaya yang ditimbulkan oleh lubang-lubang yang terbengkalai, penduduk setempat adalah korban dari penggunaan dan tertinggalnya sisa-sisa bahan-bahan kimia penambangan di tanah tersebut, menjadikannya tidak subur. Kerusakan lahan pertanian dan hutan juga menjadi masalah. Selain itu, genangan air yang terakumulasi di dalam lubang melahirkan nyamuk, yang menyebarkan malaria.

Bernard Ngalim, seorang spesialis hak asasi manusia dan hak lingkungan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa penambang-penambang asing, termasuk Tiongkok, melanggar dengan tanpa mempedulikan hak-hak lingkungan, sosial, dan politik masyarakat.

“Mereka tidak membayar royalti yang sesuai. Mereka tidak menyatakan jumlah emas yang diproduksi. Mereka menodai tempat-tempat pemujaan dan pemakaman tradisional dan menggunakan pasukan keamanan pemerintah untuk mengintimidasi dan melecehkan orang-orang,” katanya.

Di bawah undang-undang hak-hak asasi nasional dan internasional, pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga negara dari semua bentuk pelecehan. Namun orang-orang Tiongkok telah menemukan cara untuk mengalahkan sistem tersebut, sering mengatakan kepada pemerintah setempat bahwa “kami berurusan langsung dengan Yaoundé (ibukota).”

Ngalim mengatakan Kamerun harus melihat dengan seksama cara sektor pertambangan diatur dan melakukan perubahan.

Upaya untuk mewawancarai beberapa perusahaan pertambangan Tiongkok terbukti sia-sia. Mereka yang telah menjawab panggilan telpon segera menutup telepon begitu topik tersebut disebutkan. Kedutaan Tiongkok di Yaoundé juga tidak menanggapi permintaan untuk komentar. (ran)

Video pilihan:

Sosialisme Membuat Venezuela Terpuruk, dari Negara Kaya Menjadi Miskin

https://www.youtube.com/watch?v=-awjffyF_Ds