Tiongkok Mendesak ‘Tatanan Media Dunia Baru’ untuk Menekan Perbedaan, demikian laporan

EpochTimesId – Rezim Tiongkok mendesak model kendali media dan propaganda ala Tiongkok di seluruh dunia, dengan fokus khusus pada pengaruh elit politik dan bisnis Amerika Serikat, menurut laporan baru oleh Reporters Without Borders.

Laporan (pdf), yang dirilis pada tanggal 25 Maret 2019 berjudul “Pengejaran Tiongkok Terhadap Tatanan Media Dunia Baru,” merinci taktik rezim komunis Tiongkok yang berbeda untuk mengekspor “model media ala Tiongkok,” suatu  sistem di mana “wartawan tidak lebih dari sekedar pembantu propaganda negara Tiongkok.”

Taktik ini termasuk memperluas kehadiran media yang dikelola pemerintah Tiongkok secara global, mengadakan sesi pelatihan di Tiongkok untuk jurnalis asing, melecehkan dan mengintimidasi wartawan dan akademisi luar negeri, dan menggunakan “kebijakan kuda troya” di mana media asing membawa propaganda melalui advertorial dan iklan yang dijadikan sasaran.

Jangkauan Global

Kini rezim Tiongkok mengucurkan 10 miliar yuan (1,5 miliar dolar Amerika Serikat) setiap tahun untuk menyebarluaskan pandangannya secara global, kata laporan itu. Sebagai hasil dari investasi ini, yang dimulai selama Olimpiade Beijing 2008, media pemerintah Tiongkok secara bermakna  meningkatkan kehadirannya di seluruh dunia.

Menurut laporan itu, cabang internasional dari perusahaan penyiaran milik negara Tiongkok, China Global Television Network, kini menyiarkan di setidaknya 140 negara dengan 70 biro, sementara China Radio International milik pemerintah menyiarkan dalam 65 bahasa di lebih dari 70 stasiun di seluruh dunia.

Sementara itu, di Amerika Serikat dan di tempat lain, rezim Tiongkok telah membayar outlet media bergengsi untuk membawa suplemen propaganda, yang dikemas agar terlihat mirip berita, dalam upaya untuk mempengaruhi opini publik dan elit, kata laporan itu.

China Watch, suplemen propaganda berbahasa Inggris yang diedit oleh corong pemerintah China Daily, saat ini dimasukkan ke sekitar 30 surat kabar harian di seluruh dunia, termasuk The Wall Street Journal, The Washington Post, dan The Daily Telegraph, kata laporan itu, mengutip sebuah artikel 2018 oleh The Guardian.

“Tentu saja tujuan utama Beijing adalah untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan Amerika Serikat,” kata Cédric Alviani, Direktur Biro Asia Timur dan penulis laporan Reporters Without Borders, kepada The Epoch Times.

Cédric Alviani menjelaskan bahwa surat kabar bergengsi ini sengaja dipilih oleh rezim Tiongkok karena pembacanya adalah orang yang berpengaruh di  masyarakat.

“Tiongkok berbicara dengan para pemimpin, Tiongkok berbicara atau mencoba untuk mempengaruhi pendapat para pemimpin,” katan Cédric Alviani.

Laporan itu, mengutip profesional media Amerika Serikat yang tidak disebutkan namanya, memperkirakan bahwa outlet terkemuka dapat menerima sekitar 250.000 dolar Amerika Serikat bila setuju China Watch dimasukkan ke dalam surat kabar yang mereka kelola. Perjanjian ini kemudian “memaparkan outlet media ini kemungkinan akan ditekan oleh Beijing.”

“Masalahnya adalah, cepat atau lambat, ketika media ini mempublikasikan konten yang tidak disukai oleh rejim Tiongkok, maka para duta besar Tiongkok akan datang mengunjungi mereka, dan memberitahu mereka, apakah mereka ingin menyiarkan suplemen China Watch atau tidak,” kata Cédric Alviani.

“Bila anda menerima anggaran dari Partai Komunis Tiongkok maka sangatlah sulit untuk mengatakan tidak.”

Pada saat yang sama, para pembaca surat kabar mungkin juga diperdaya supaya meyakini bahwa suplemen China Watch ini ditulis atau didukung oleh outlet-outlet terkemuka ini, kata penulis laporan itu.

“Ini adalah ancaman besar bagi independensi media,” kata Cédric Alviani.

Media Berbahasa Mandarin Di Luar Negeri

Laporan ini juga menarik perhatian pada lanskap media berbahasa Mandarin di luar negeri, yang katanya sebagian besar telah dipilih oleh rezim Tiongkok.

“Saat ini di Amerika Serikat, ada sangat sedikit media berbahasa Mandarin yang tidak dikendalikan oleh rejim Tiongkok,” kata Cédric Alviani.

Laporan tersebut menggambarkan The Epoch Times, serta outlet serupa seperti NTD, dan China Digital Times yang berbasis di Amerika Serikat, sebagai beberapa media penyebaran yang benar-benar independen.

The Epoch Times, yang didirikan pada tahun 2000 sebagai outlet berbahasa Mandarin, berkantor pusat di New York, dan kini menerbitkan lebih dari 23 bahasa, dan didistribusikan atau dijual di lebih dari 35 negara.

“Epoch Times adalah sumber yang andal, yang beritanya banyak kami  gunakan di Reporters Without Borders, yang terkait dengan tahanan di Tiongkok, atau pelanggaran hak asasi manusia, dan terutama kebebasan pers di Tiongkok,” kata Cédric Alviani.

Menurut laporan, media dan jurnalis luar negeri seperti itu yang menolak  mengikuti garis editorial rezim Tiongkok telah menjadi sasaran intimidasi, pelecehan, atau membuat pengiklan secara tak terduga menarik diri dari publikasi mereka.

Laporan itu mengutip dua insiden pelecehan atau tekanan yang menargetkan The Epoch Times — satu insiden melibatkan anggota staf The Epoch Times, dan satu insiden lagi terjadi di kantor The Epoch Times cabang Australia.

Pada tahun 2006, Li Yuan, kepala petugas teknis outlet, dipukuli, diikat, ditutup matanya dengan lakban, dan dua laptop dirampok oleh yang diduga mata-mata Tiongkok di rumahnya di pinggiran kota Atlanta.

Kemudian pada tahun 2017, Apple menghentikan iklan di The Epoch Times edisi Australia dan publikasi independen berbahasa Mandarin lainnya, Vision China Times karena tekanan politik Beijing, kata laporan itu, mengutip sebuah artikel oleh The Australian.

Media Luar Negeri Lainnya

Beijing telah membeli saham outlet media di seluruh dunia, kata laporan itu, dengan satu contoh baru-baru ini adalah pembelian stasiun radio berbahasa Spanyol Meksiko bernama XEWW 690 oleh H&H Group, sebuah perusahaan investasi yang memiliki hubungan dengan Phoenix Television yang dikendalikan Beijing pada bulan Juli 2018.

Winston Xia, presiden stasiun radio berbahasa Mandarin yang berbasis di Tiongkok, Sound of Oriental and West Heritage, pada saat itu memperingatkan bahwa Beijing akan melanggar kebebasan berbicara di gelombang udara Amerika Serikat melalui XEWW 690, mengingat bahwa XEWW 690 menyiarkan ke banyak bagian selatan California.

Beijing juga telah memberi perlakuan khusus kepada jurnalis asing untuk mengamankan liputan pers yang menguntungkan Tiongkok, dalam bentuk perjalanan mewah dan membayar semua biaya untuk menghadiri seminar di Tiongkok, menurut laporan itu.

Wartawan dari negara-negara seperti Zambia, Grenada, Kenya, Turki, Mesir, dan Pakistan, semuanya menghadiri seminar Tiongkok, kata laporan itu, dengan beberapa wartawan asing bahkan menerima gaji bulanan hingga 5.000 yuan (744 dolar Amerika Serikat).

Namun, ada pesan-pesan yang tersirat yang melekat pada perjalanan pers ini.

“Syaratnya adalah jelas: para jurnalis harus berjanji untuk ‘menceritakan kondisi Tiongkok dengan baik’ dan bahkan menggambarkan rezim otoriternya sebagai negara demokrasi dan penjaga perdamaian internasional,” katanya.

Pemimpin Tiongkok Xi Jinping telah berulang kali mengarahkan para pemimpin dalam perangkat propaganda rezim Tiongkok untuk “menceritakan kondisi Tiongkok dengan baik, dan menyebarkan berita yang diinginkan Tiongkok.”

Situs berita India The Print melaporkan pada bulan November 2018 bahwa Tiongkok telah menawarkan program beasiswa selama 10 bulan sejak tahun 2016 untuk melatih jurnalis asing dari Asia Tenggara dan Afrika — dua area penting bagi inisiatif infrastruktur “One Belt, One Road” Tiongkok — sehingga Tiongkok akan melaporkan secara positif proyek-proyek di bawah kendalinya.

Dibutuhkan Lebih Banyak Tindakan

Cédric Alviani mengatakan pemerintah dan jurnalis perlu meningkatkan pengawasan mereka terhadap campur tangan rezim Tiongkok dalam pers bebas asing, dan melakukan lebih banyak penyelidikan di bidang ini.

“Yang terpenting … adalah bahwa demokrasi menyadari adanya bahaya, dan menyadari sejauh mana campur tangan Tiongkok di media mereka,” kata Cédric Alviani.

“Sejauh ini, sebagian besar negara demokrasi naif dan kurang memperhatikan.”

Kegagalan dalam melakukan peningkatan pengawasan terhadap campur tangan rezim Tiongkok dalam pers bebas asing dapat menyebabkan hasil yang mengerikan, Cédric Alviani memperingatkan.

“Bahayanya jauh lebih luas daripada propaganda Tiongkok. Ini adalah tatanan media dunia baru … suatu model yang dapat menjadi model dominan dalam waktu 20 atau 30 tahun, yang akan menjadikan jurnalisme seperti yang kita kenal saat ini sebagai sesuatu yang kuno.” (Frank Fang/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI