Otoritas AS Siap Mencekal Pejabat Komunis Tiongkok yang Terlibat Penganiayaan Terhadap Falun Gong

oleh Janita Kan

Departemen Luar Negeri AS sedang berupaya untuk mencekal pejabat Komunis Tiongkok yang terlibat penganiayaan terhadap Falun Gong untuk memasuki Amerika Serikat. Pengumuman ini disampaikan dalam keterangan dari web yang bertindak sebagai clearinghouse tentang penganiayaan terhadap latihan spiritual tersebut.

Menurut laporan Minghui.org yang dipublikasi pada 31 Mei 2019, Badan federal AS berencana untuk meningkatkan pengawasan terhadap penerimaan visa pejabat asing yang telah berpartisipasi dalam pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama.

Menurut situs tersebut, pejabat ini barangkali memiliki visa imigrasi atau non-imigrasi seperti visa turis atau bisnis maka bisa ditolak AS. Sedangkan mereka yang sudah mendapatkan visa bisa diblokir untuk memasuki wilayah AS.

Di bawah Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan AS  atau Immigration and Nationality Act (INA)  Bagian 212 (a) (2) (G)  mencantumkan “Setiap orang yang menjabat sebagai pejabat pemerintah asing, yang bertanggung jawab atas/atau telah secara langsung melakukan pelanggaran berat khusus kebebasan beragama setiap saat, tidak diizinkan untuk masuk ke Amerika Serikat.”

“Terutama pelanggaran berat kebebasan beragama termasuk pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, terus-menerus, mengerikan, seperti penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; penahanan berkepanjangan tanpa tuduhan; menyebabkan hilangnya orang dengan penculikan atau penahanan rahasia orang-orang itu; atau penolakan terang-terangan lainnya atas hak untuk hidup, kebebasan, atau keamanan orang.”

Sebagai bagian dari peninjauan, Departemen Luar Negeri AS menyampaikannnya kepada beberapa kelompok agama dan keyakinan spiritual tentang pengawasan secara intensif yang mereka alami.

Seorang pejabat departemen AS menyampaikan kepada praktisi Falun Gong di Amerika Serikat bahwa mereka bisa menyerahkan tentang daftar pejabat Komunis Tiongkok yang mereka ketahui terlibat dalam penganiayaan itu, sebagaimana dilaporkan oleh Minghui.org.   

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah disiplin spiritual bertujuan peningkatan diri secara tradisional dengan latihan meditasi berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar. Praktik ini diperkenalkan kepada publik di Tiongkok pada tahun 1992. Latihan ini dengan cepat memperoleh popularitas hingga menyebar dari Tiongkok ke lebih dari 80 negara di dunia.

Menurut survei pemerintahan, latihan ini mencapai lebih dari 70 juta pengikut pada tahun 1999 – meskipun praktisi memperkirakan jumlahnya lebih dari 100 juta orang.

Khawatir popularitasnya akan membahayakan kekuasaan Komunis Tiongkok, pada Juli 1999 pemimpin rezim komunis Tiongkok kala itu Jiang Zemin melancarkan penganiayaan skala luas, di mana para praktisi Falun Gong dijadikan target penangkapan secara ilegal.

Para prakitsi Falun Gong juga dikirim ke penjara, kamp kerja paksa, dan pusat pencucian otak— di mana mereka sering disiksa sebagai untuk memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka. Penindasan tersebut masih berlanjut hingga hari ini.

Lai Shantuo, Presiden Asosiasi Falun Dafa Washington DC, ketika dikonfirmasi The Epoch Times membenarkannya bahwa pihak perwakilannya bertemu dengan pejabat Departemen Luar Negeri awal tahun ini tentang tindakan baru AS. Para pejabat itu mengatakan kepada mereka bahwa pemerintah AS meningkatkan penegakkan hukum.

“Ini menunjukkan bahwa pemerintah AS telah memasuki fase baru dalam keprihatinannya terhadap penganiayaan terhadap orang-orang berkeyakinan di seluruh dunia, terutama dalam kaitannya dengan Tiongkok — pelanggar kebebasan beragama yang paling parah di dunia,” kata Lai.

Lai menambahkan bahwa perkembangan itu adalah peringatan bagi para pejabat yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok, terutama mereka yang berpikir untuk mengunjungi atau melarikan diri ke Amerika Serikat.

“Ini mengirimkan mereka pesan bahwa Anda tidak dapat menganiaya Falun Gong,” tambahnya.  

Seorang juru bicara dengan Departemen Luar Negeri, dalam surat elektronik  kepada The Epoch Times, tidak menanggapi pertanyaan yang mencari konfirmasi dari langkah-langkah tersebut, tetapi menambahkan bahwa: “Amerika Serikat berusaha untuk memastikan bahwa individu yang telah melanggar hak asasi manusia tidak mendapatkan tempat berlindung yang aman di Amerika Serikat.

“Ada sejumlah potensi alasan tidak memenuhi syarat yang berlaku bagi pemohon visa AS yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau korupsi, termasuk tidak memenuhi syarat bagi pejabat pemerintah asing yang telah terlibat dalam pelanggaran berat kebebasan beragama.”

Gary Bauer, Komisioner U.S. Commission on International Religious Freedom (USCIRF) atau Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama  Internasional  dalam sebuah wawancara telepon dengan The Epoch Times pada 31 Mei, mengatakan menyambut baik pemerintah AS mengambil langkah ke arah ini.

“Saya tentu tidak ingin melihat Amerika Serikat menjadi surga bagi mereka yang terlibat dalam penganiayaan di negara lain, di Tiongkok atau di tempat lain,” kata Bauer.

“Harapan saya adalah siapa pun di Amerika Serikat yang [telah] terlibat dalam penganiayaan terhadap orang bekeyakinan di Tiongkok akan membayar sepentasnya di Amerika Serikat untuk penganiayaan itu.”

Sebuah laporan bulan April oleh komisi, sebuah badan federal independen yang menasehati pemerintah AS dan Kongres tentang masalah kebebasan beragama, menyoroti bahwa selama setahun terakhir, rezim Komunis Tiongkok telah meningkatkan penganiayaan terhadap kelompok-kelompok agama, termasuk praktisi Falun Gong, Muslim Uyghur, Kristen, dan Buddha Tibet.

Sebelumnya pada tahun 2011, Presiden AS Barack Obama menandatangani proklamasi untuk menangguhkan masuknya pelanggar hak asasi manusia yang serius ke Amerika Serikat sebagai imigran atau bukan imigran.

“Penghormatan universal terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter serta pencegahan kekejaman secara internasional mempromosikan nilai-nilai AS dan kepentingan fundamental AS,”bunyi proklamasi tersebut.

Sementara itu, awal tahun ini Duta Besar AS untuk kebebasan beragama internasional Sam Brownback menyampaikan pidato di Klub Koresponden Asing di Hong Kong menyerukan Beijing untuk mengakhiri semua bentuk penganiayaan agama di Tiongkok.

“Pemerintah Tiongkok memerangi keyakinan. Itu adalah perang yang tidak akan mereka menangkan,” kata Brownback pada 8 Maret.

Ini bukan pertama kalinya pemerintah khawatir tentang penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok telah mengambil langkah untuk melarang pejabat Tiongkok memasuki negara mereka.

Pada 2017, sebuah gugus tugas gabungan yang terdiri dari berbagai badan pemerintah Taiwan menolak masuk ke setidaknya tiga pejabat Komunis Tiongkok dan anggota “kelompok pertukaran profesional” mereka, karena terlibat dengan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok.

Gugus tugas gabungan lebih lanjut menyatakan bahwa pejabat Komunis Tiongok yang memiliki hubungan dengan ” Kantor 610,” sebuah organisasi Partai ekstralegal yang dibuat dengan tujuan tunggal untuk melakukan penganiayaan Falun Gong, tidak akan diizinkan memasuki Taiwan. (asr)

Cathy He, Jennifer Zeng, dan Frank Fang berkontribusi pada laporan ini.