Lebih dari Setengah Juta Rakyat Hong Kong Kembali Turun ke Jalan untuk Memprotes RUU Ekstradisi

Cathy He dan Iris Tao – The Epochtimes

Lebih dari setengah juta warga turun ke jalan-jalan di Hong Kong pada Senin (1/7/2019) – dalam rangka peringatan 22 tahun penyerahan kota dari Inggris ke pemerintahaan Komunis Tiongkok – untuk menuntut RUU ekstradisi yang kontroversial agar segera ditarik.

Setiap tahun, gelombang warga Hongkong berpartisipasi dalam rapat umum yang menentang perambahan rezim Komunis Tiongkok atas urusan Hong Kong pada 1 Juli. Pawai setiap tahun bertemakan seputar masalah yang berbeda.  

Tahun ini, pengunjuk rasa menyerukan penarikan secara resmi rancangan undang-undang ekstradisi yang diusulkan  akan memungkinkan orang dipindahkan ke daratan Tiongkok untuk diadili.

Penolak mengatakan RUU itu akan mengikis otonomi Hong Kong — mengingatkan kepada sistem hukum Komunis tiongkok yang buram dan mengabaikan aturan hukum. RUU itu dinilai bakal membahayakan status Hong Kong sebagai pusat keuangan.

Beberapa minggu terakhir, skala protes yang meningkat terhadap RUU tersebut menekan pemimpin kota itu pada 15 Juni dengan ditangguhkan RUU Ekstradisi tanpa batas waktu. Tetapi banyak warga Hong Kong tetap tidak puas, menuntut penarikan penuh dan pengunduran diri pemimpin eksekutif Hong Kong.

Pemandangan udara Hennessy Road di Hong Kong pada 1 Juli 2019. (Sun Qingtian / The Epoch Times)

Aksi protes berlangsung damai, bagaimanapun dibayangi oleh sekelompok kecil pengunjuk rasa, yang sebagian besar terdiri dari orang-orang muda dengan menyerbu dan merusak gedung Dewan Legislatif (LegCo).

Polisi kemudian menguasai gedung dan membubarkan pengunjuk rasa yang tersisa di luar bangunan dengan tembakan gas air mata pada Selasa (2/7/2019) dini hari.

Parade ribuan orang

Sebelumnya pada hari itu, ratusan ribu peserta berbaris dalam cuaca 32 derajat celcius, dimulai dari Victoria Park. Para peserta pawai menyerukan, “Carrie Lam mundur, Tarik hukum kejahatan.”

Penyelenggara mengatakan sebanyak 550.000 orang berpartisipasi, sementara angka dari kepolisian menyebutkan hanya berjumlah 190.000 orang berpartisipasi di puncak rapat umum.

Angka penyelenggara memecahkan rekor pada tahun 2014 ketika 510.000 warga Hongkong berpartisipasi untuk menuntut pemilihan universal dalam memilih pejabat tinggi kota.

Jutaan warga Hongkong telah turun ke jalan selama beberapa minggu terakhir untuk memprotes RUU ekstradisi yang diusulkan.

Seorang warga Hongkong bermarga Leung yang bekerja  di sektor pendidikan mengatakan kepada Radio Television Hong Kong bahwa ia bergabung dalam pawai bersama istri dan putranya.

Dia mengatakan bahwa memutuskan untuk datang karena khawatir tentang dampak rancangan undang-undang tersebut terhadap hak-haknya.

Dia menambahkan dirinya tidak setuju dengan sikap polisi Hong Kong bereaksi dengan kekerasan terhadap demonstran pada 12 Juni.

Ketegangan berkobar pada hari itu ketika polisi menggunakan peluru karet, kantong kacang, dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa yang mengepung Dewan Legislatif Hong Kong.

Turut serta dalam pawai peringatan ini adalah praktisi Falun Gong, yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan penganiayaan yang sedang berlangsung di Tiongkok.

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan spiritual kuno dengan latihan meditasi dan ajaran moral berdasarkan pada prinsip Sejati-Baik-Sabar.

Praktik ini menjadi sangat populer pada akhir 1990-an, dengan perkiraan resmi menyebutkan jumlah pengikut Falun Gong sekitar 70 juta hingga 100 juta di Tiongkok.

Namun, mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok kala itu, Jiang Zemin memandang popularitas Falun Gong sebagai ancaman terhadap kekuasaannya.

Pada 20 Juli 1999, Jiang Zemin meluncurkan penganiayaan untuk menangkap para praktisi dan melemparkan mereka ke penjara, pusat pencucian otak, kamp kerja paksa, dan bangsal psikiatris – sebagai upaya untuk memaksa mereka meninggalkan keyakinan mereka.

Pemerintah Hong Kong, dalam sebuah pernyataan pada 1 Juli, mengakui bahwa rapat umum itu dilakukan dengan cara damai. Pemerintah Hong Kong menambahkan bahwa RUU yang ditangguhkan saat ini akan berakhir setelah Juli tahun depan ketika sesi legislatif berakhir.

Pengunjuk rasa ‘Menduduki’ Legislatif

Sejak sore hari, kelompok terpisah yang terdiri dari sekitar seribu pengunjuk rasa mulai mengepung Dewan legsilatif Hong Kong.

Sekelompok kecil mahasiswa yang mengenakan topeng  kemudian mulai menggunakan troli logam, tiang, dan perancah untuk berulang kali melewati dengan menerbos pintu kaca gedung. Akhirnya hancur dan pecah sekitar pukul 15.00 sore.

Ratusan pengunjuk rasa berhasil masuk ke dalam gedung setelah membuka gerbang keamanan baja di lobi sekitar pukul 21.00. Begitu masuk, mereka merobohkan potret para pemimpin Dewan Legislatif dan slogan-slogan yang dicat semprot di dinding-dinding ruangan utama, seperti “Cabut,” “Tidak ada undang-undang ekstradisi,” dan “Orang-orang dipaksa untuk memberontak oleh pihak berwenang. ”

Selama kebuntuan sebelumnya di luar gedung, polisi telah mengibarkan bendera merah untuk memperingatkan para pemrotes agar tidak melanjutkan aksi atau pasukan akan diterjunkan.

Polisi anti huru hara yang mengenakan helm dan membawa tongkat juga menembakkan semprotan merica saat kebuntuan berlanjut. Ketika pengunjuk rasa memasuki gedung, polisi mundur dalam upaya nyata untuk menghindari konfrontasi, membiarkan para pengunjuk rasa mengambil alih gedung.

Pada Senin pukul 22:21 malam waktu Hong Kong, sekitar satu jam setelah pengunjuk rasa memasuki gedung, polisi menerbitkan sebuah video di media sosial di mana seorang juru bicara yang tidak disebutkan namanya mengutuk para pengunjuk rasa sebagai “perusuh.” Setelah pengumuman kepolisian, beberapa pengunjuk rasa mulai mundur dari gedung sekitar pukul 22:30 malam, sementara sebagian masih di dalam gedung.

Sekelompok pengunjuk rasa dikabarkan mengunci diri di dalam ruang utama, menolak untuk pergi.

Para pengunjuk rasa yang memilih bertahan di dalam Gedung merilis sebuah pernyataan, dengan mengatakan: “Pemerintahan Daerah Administratif Khusus Hong Kong saat ini tidak lagi seperti yang dibayangkan oleh warga Hongkong, dan badan legislatif telah menjadi alat politik. Karena itu kami dipaksa untuk mengambil berbagai tindakan non-kooperatif, dan karenanya mengepung LegCo hari ini.”

Namun, sekitar tengah malam, sejumlah polisi dengan tongkat dan perisai mulai mendorong ke arah gedung LegCo; Polisi kemudian mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di luar gedung.

Sekelompok polisi memasuki gedung dan mulai menggedor perisai huru-hara mereka ketika mereka mendekati kamar utama. Saat itu, ada empat pengunjuk rasa yang tersisa di dalam. Sekitar pukul 00:30 dini haru, ke empat pengunjuk rasa meninggalkan tempat.

Polisi di luar mulai membersihkan barikade yang didirikan para pengunjuk rasa. Polisi kembali menembakkan  gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Jalan-jalan dibersihkan pukul 1:00 pagi. Tidak jelas apakah ada penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian. (asr)