Perdana Menteri Li Keqiang : Sangat Sulit untuk Mempertahankan Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok 6%

oleh Luo Tingting

Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang dalam sebuah wawancara dengan media Rusia mengungkapkan, bahwa ekonomi Tiongkok menghadapi tekanan ke bawah dan sangat sulit untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi 6%. 

Ia juga menekankan bahwa mempertahankan lapangan kerja sekarang ini merupakan tugas utama. Selama lapangan kerja masih memadai, penurunan pertumbuhan ekonomi dapat ditolerir.

“Troika” ekonomi Tiongkok mengalami gangguan fungsi

Li Keqiang pada 16 September mengunjungi Rusia atas undangan dari Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Kunjungan itu untuk menghadiri pertemuan reguler ke-24 antara perdana menteri Tiongkok dan Rusia di St Petersburg. Istri Li Keqiang, Cheng Hong, Anggota Dewan Negara dan Menteri Luar Negeri Wang Yi dan yang lainnya ikut mendampingi.

Sebelum berangkat, Li Keqiang mengatakan dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia, Tass pada 15 September, bahwa perkembangan ekonomi Tiongkok tahun ini diperkirakan tumbuh antara 6% hingga 6,5%. Tingkat pengangguran perkotaan menurut survei adalah 5,5%, dan kenaikan harga konsumen sekitar 3%. Namun, ekonomi Tiongkok menghadapi tekanan ke bawah. Sedangkan, untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan 6% dirasakan sangat sulit.

Dunia luar memperkirakan bahwa “troika” atau tiga serangkai yang diharapkan untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yakni bidang investasi, ekspor, dan konsumsi, saat ini sedang mengalami perlambatan. Jarang sekali Li Keqiang mau mengungkapkan realitas kemerosotan ekonomi Tiongkok yang tampaknya sudah benar-benar dalam kesulitan.

Menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional dan unit lainnya pada 31 Agustus, keseluruhan indikator ekonomi Tiongkok, Purchasing Managers’ Index -PMI- turun menjadi 49,5 pada bulan Agustus, lebih rendah dari perkiraan pasar yang 49,7, berada di bawah angka 50 yang merupakan indikator stabil berarti pertumbuhan minus dan tidak diharapkan pasar.

Pada bulan Agustus, Industrial added value untuk perusahaan industri di atas ukuran meningkat sebesar 4,4% Year over Year. Namun, menjadi pertumbuhan yang terendah dalam 17 tahun terakhir (sejak bulan Februari 2002), dan tingkat pertumbuhan tersebut lebih rendah 0,4 % dari bulan Juli.

Tingkat pertumbuhan total penjualan ritel di bulan Agustus juga turun menjadi 7,5%, padahal sudah selama lebih dari sepuluh tahun pertumbuhannya terus terjaga di angka 10%. Ini adalah level terendah kedua tahun ini.

Namun, Wall Street Journal baru-baru ini, mencoba untuk menyimpulkan berdasarkan berbagai hasil penelitian para analis dan peneliti, bahwa data riil ekonomi Tiongkok jauh lebih rendah daripada angka yang dikeluarkan resmi oleh pemerintah. Para analis percaya bahwa tingkat pertumbuhan PDB Tiongkok paling banter 3%.

Li Keqiang : Lapangan Kerja Lebih penting daripada Pertumbuhan Ekonomi

Selain itu, hal yang menarik perhatian adalah Li Keqiang juga menekankan pentingnya untuk mempertahankan lapangan kerja. 

Dia mengatakan bahwa pertumbuhan yang stabil terutama untuk melindungi lapangan kerja, selama lapangan kerja masih memadai, penurunan pertumbuhan ekonomi dapat ditolerir.

Saat ini, tingkat pengangguran perkotaan di Tiongkok sekitar 5%. Angka itu lebih buruk dari yang diperkirakan. The Wall Street Journal melaporkan, bahwa mengatasi masalah pengangguran adalah prioritas utama bagi para pemimpin komunis Tiongkok saat ini. Karena, mereka menganggap ekonomi sebagai dasar untuk mempertahankan eksistensi kekuasaannya. Namun, banyak ekonom mengatakan bahwa tingkat pengangguran aktual Tiongkok jauh lebih tinggi daripada data resmi.

China International Capital Corporation Ltd -CICC- dalam sebuah laporan penelitian pada bulan Juli menyebutkan, bahwa sektor industri Tiongkok dalam setahun lalu telah kehilangan 5 juta kesempatan kerja, yang mana 1,8 juta – 1,9 juta di antaranya itu hilang sebagai akibat dari perang dagang.

Sejak awal perang dagang berkobar pada tahun lalu, otoritas Beijing telah menempatkan program pengamanan lapangan kerja di atas keenam program stabilitas. Tentu saja, masalah lapangan kerja paling membuat pemimpin puncak komunis Tiongkok ketar-ketir. 

Menteri Keuangan Tiongkok Liu Kun kepada Reuters mengatakan, bahwa ia sebenarnya lebih khawatir terhadap dampak dari hilangnya kesempatan kerja di dalam negeri akibat perang dagang.

Li Keqiang juga berulang kali memberi tekanan dalam berbagai kesempatan pertemuan. Ia menegaskan, bahwa lapangan kerja terkait langsung dengan stabilitas masyarakat secara keseluruhan. Li Keqiang juga menegaskan, bahwa semua pihak wajib untuk ikut memperjuangkan agar pengangguran massal agar tidak terjadi. Langkah itu, mencerminkan bahwa perang dagang menimbulkan dampak besar terhadap stabilitas ekonomi dan sosial Tiongkok.

Gelombang Perusahaan Pailit dan Pengangguran Melanda Daratan Tiongkok

Dalam suasana suhu perang dagang yang semakin tinggi seperti sekarang ini, pukulan bertubi-tubi dari tarif, telah mempercepat laju hengkangnya perusahaan-perusahaan asing dari daratan Tiongkok. 

Menurut data resmi, jika seluruh perusahaan asing menarik diri dari Tiongkok, setidaknya 45 juta orang akan menganggur. Itu pun belum termasuk para pekerja di perusahaan pemasok yang menggantungkan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan asing. Sejumlah perusahaan hulu dan hilir yang jika dijumlahkan, mungkin bisa mencapai lebih dari 100 juta orang.

Pada saat yang sama, Gelombang perusahaan pailit dan pengangguran melanda daratan Tiongkok. Baru-baru ini, banyak perusahaan besar Tiongkok, perusahaan yang sudah memiliki reputasi, dan perusahaan bintang mengalami kepailitan. 

Pada 27 Agustus, Rushan Shipbuilding Co., sebuah perusahaan tulang punggung di Provinsi Shandong, secara resmi dipailitkan oleh pengadilan negeri karena kekurangan modal.

Pada 26 Agustus, Guowei Technology, perusahaan pemasok mesin utama mobil daratan, dinyatakan pailit karena kekurangan modal. Adapun gaji sekitar 5.000 orang karyawannya selama 6 bulan juga belum dibayar.

Pada hari yang sama, setelah raja sepatu Tiongkok ‘Fuguiniao’ 2 kali gagal menyelamatkan diri, menyatakan pailit dengan tunggakan hutang sebesar RMB. 3 miliar. Perusahaan sepatu terkenal ‘Daphne’ menutup 612 toko dan PHK 1.900 orang dalam 6 bulan.

Menurut pengumuman pengadilan Tiongkok, dalam 22 hari di bulan Agustus, sebanyak 32 perusahaan real estat Tiongkok mengalami kepailitan. Kebanyakan dari mereka adalah “raja tanah” lokal dan perusahaan real estat favorit.

Perusahaan yang bergerang di bidang IT juga “berteriak”. Menurut data kewirausahaan dan investasi yang disediakan oleh situs web ‘itjuzi.com’ hingga 7 Agustus tahun ini, 15 platform Internet teratas yang merupakan perusahaan keuangan yang baru berkembang telah “menelan” uang nasabah mereka sebesar RMB. 15,45 miliar. Setelah itu mereka dinyatakan pailit dengan 1001 alasan.

Liu He : Perlu Menjaga Agar Rakyat Tidak Bergolak

Dewan Negara Tiongkok dalam beberapa hari terakhir, mengadakan 3 pertemuan “kelas berat” untuk membahas bagaimana menyelamatkan ekonomi. Pihak berwenang mengatakan bahwa, mereka akan ikut campur tangan dalam pemutaran roda ekonomi untuk mencegah kejatuhan pertumbuhan dan memicu krisis keuangan. Itu juga mencerminkan bahwa ekonomi Tiongkok sedang luar biasa sulit.

Pada 5 September, Liu He, Wakil Perdana Menteri Tiongkok dan Ketua Komite Pengembangan Stabilitas Keuangan, memberikan tekanan dalam pertemuannya dengan pemerintah daerah. Pada pertemuan itu, ia mengatakan bahwa pemerintah daerah selain harus mencegah terjadinya krisis keuangan, juga tidak kalah pentingnya untuk menjaga agar rakyat tidak bergolak. (Sin/asr)

Pada konferensi pers, Li Keqiang membantah bahwa pemerintah memaksa perusahaan Tiongkok di luar negeri untuk melakukan kegiatan spionase. (Lintao Zhang/Getty Images)