Kabinet pemerintahan Jokowi saat menggelar rapat (Setpres)
JAKARTA – Isu reshufle jilid II dalam kabinet kerja Jokowi-Jusuf Kalla bertambah deras setelah sejumlah nama-nama di kabinet pemerintahan Jokowi mendapat sorotan tajam. Apalagi adanya tuntutan perbaikan dalam kinerja perekonomian dan penegakan hukum. Tuntuan reshufle bahkan tak hanya dari kalangan partai dalam pemerintahan, partai politik di luar kabinet turut menyoroti performa pemerintahan.
Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Kementerian dan perangkat kinerja hukum yang dimaksud yang perlu di reshufle adalah Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM. Menurut dia, sebagai rangka memperbaiki peraikan hukum adalah menanggalkan intervensi politik dalam jabatan Jaksa Agung.
Pasalnya, walaupun dalam prakteknya kasus yang diusut kejaksaan benar secara hukum, namun tetap meninggalkan kecurigaan berbagai pihak adanya peranan politik dikarenakan sosok seorang Jaksa Agung. “Latar belakangnya sebagai kader parpol, maka selalu akan dicurigai ada agenda politik, tentunya merugikan kejaksaan dan menarik Presiden,” ujarnya dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (7/11/2015).
Menteri Hukum dan HAM, lanjut Donal, juga harus diganti dikarenakan kebijakan Kemenkumham soal remisi dan bebas bersyarakat terhadap koruptor. Termasuk soal etika, berkaitan revisi UU KPK walaupun sudah diperintahkan Presiden untuk ditarik. Ditambah dengan dukungannya atas pengangkatan Kapolri yang sudah disetujui dalam paripurna DPR RI.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda mengatakan reshufle kabinet harus dilakukan secara komprehensif pada semua bidang, tak hanya sebatas pada satu bidang dan justru tidak memuaskan publik. Tentunya dalam melakukan reshufle, Presiden sudah semestinya memiliki tolak ukur yang jelas mulai evaluasi politik, teknokrat dan publik.
Tentunya, tambah Hanta, tuntutan kinerja, loyalitas dan koordinasi yang tinggi menjadi tuntutan dalam performa kabinet. Jika kemudian kinerja pemerintah meningkat, pastinya akan meningkat kepercayaan publik dan menjadi kekuatan bagi pemerintahan jika kemudian lemah dari dukungan partai politik. Hingga kemudian dengan sendiri parpol mengikuti arah yang dikehendaki oleh publik.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan sudah sejak awal dirinya pesimis bahwa kabinet yang disusun untuk melaksanakan janji-janji Jokowi terutama dalam bidang ekonomi. Apalagi pada dasarnya, pembentukan kabinet untuk membantu menjalankan program-program presiden.
Dia menyoroti kinerja Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipegang oleh Rini Soemarno ditambah dengan adanya penolakan dari DPR RI berkaitan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam APBN untuk BUMN. Padahal BUMN sudah semestinya memberikan kontribusi kepada negara namun justru sebaliknya.
Kritik serupa turut dilontarkan oleh Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira atas kinerja Kementerian BUMN yang beberapa waktu lalu merencanakan pemodalan dalam jumlah besar terhadap BUMN. Kritik demikian bukan tanpa alasan, dikarenakan kondisi keuangan negara dan perkembangan perekonomian semestinya turut menjadi pertimbangan.
Dia mengatakan sungguh beresiko ketika Menteri BUMN merencanakan memberikan modal yang besar kepada BUMN. Ditambah dengan pendanaan yang terbatas, semestinya modal dalam perekonomian difokuskan kepada ekonomi kerakyatan. Meski demikian, persoalan reshufle merupakan hak wewenang Kepala Negara. “Tentu kembali kepada bapak presiden yang mempunyai hak preogatif,” ujarnya. (asr)