Keterangan foto: Ilmuwan dari Center for Genetics and Society merilis laporan terbaru, menyerukan agar menghentikan teknologi rekayasa genetik, memperingatkan publik bahwa teknologi ini akan memicu munculnya “designer Baby.” (Fotolia)
Oleh: Huang Xiao-yu
Ilmuwan dari Center for Genetics and Society, Selasa (1/12/2015) lalu, merilis sebuah laporan terbaru, menyerukan kepada setiap kepala negara di dunia agar mengeluarkan larangan terhadap teknologi rekayasa genetik, sekaligus memperingatkan bahwa teknologi ini merupakan suatu “Slippery slope” (kamuflase dalam logika-pembenaran atas segala sesuatu yang salah-red), yang akan memicu munculnya “Designer Baby” di tengah masyarakat manusia.
Konsep “modifikasi genetik pada manusia” seperti dilansir “Daily Mail” Inggris ini rasanya hanya muncul dalam film, namun, pusat ilmuwan dari Center for Genetics and Society di Amerika memperingatkan, bahwa besar kemungkinan dalam waktu yang tidak lama lagi teknologi rekayasa genetik akan universal. Pada saat itu, akan menyebabkan satu konsekuensinya, para orang tua akan memanfaatkan teknologi rekayasa genetik itu untuk meng-optimalkan” anak-anak mereka.
Keterangan foto: Ilmuwan dari Center for Genetics and Society merilis laporan terbaru, menyerukan agar menghentikan teknologi rekayasa genetik, memperingatkan publik bahwa teknologi ini akan memicu munculnya “designer Baby” (WANG ZHAO/AFP/Getty Images)
Gen yang telah dimodifikasi itu dipastikan menurun pada generasi berikutnya. Pete Shanks, konsultan di Center for Genetics and Society sekaligus penulis utama laporan tersebut mengatakan, “Begitu praktik ini dimulai, maka akan sulit berpaling kembali, karena itu, jangan sampai kita melampaui batas-batas ini.”
Sementara itu, menurut penuturan para ilmuwan, bahwa penggunaan teknologi rekayasa genetik ini sangat berbahaya sekali jika diizinkan. Teknologi ini akan mengubah biologi dan masyarakat manusia, demikian ungkap Marcy Darnovsky, Direktur Eksekutif dari Center for Genetics and Society, Amerika Serikat.
Penggunaan teknologi rekayasa genetik ini, akan membawa isu-isu keadilan sosial, orang-orang akan memanfaatkan peluang dari teknologi ini untuk mengendalikan proses pengembangbiakan generasi berikut mereka, menciptakan karakteristik genetik secara buatan, kata Emily Smith Beitiks, wakil direktur dari The Paul K. Longmore Institute on Disability, San Francisco State University, AS.
Maret 2015 lalu, beberapa ilmuwan AS mengungkapkan, bahwa mereka sudah mulai secara diam-diam mengubah bidang DNA embrio manusia dan menyelesaikan banyak pekerjaan riset. Sementara itu pada awal April lalu, laporan yang dirilis peneliti Tiongkok menyebutkan, bahwa untuk pertama kalinya, mereka telah menyelesaikan perubahan embrio manusia menggunakan teknologi rekayasa genetika.
Hal itu memicu kekhawatiran dari para ilmuwan, antara April dan Mei 2015 lalu, ilmuwan dari National Institutes of Health) dan ilmuwan departemen lainnya menyerukan agar menghentikan percobaan terhadap embrio manusia.
US National Academy of Sciences menjadwalkan pertemuan puncak Internasional yang diselenggarakan Desember 2015, untuk membahas teknologi rekayasa genetika. Dan laporan terkait dari Center for Genetics and Society dirilis sehari sebelum pertemuan puncak tersebut.
Penulis laporan tersebut meminta para pemimpin dunia, agar menerapkan larangan di negara masing-masing dan dalam lingkup global tentang penggunaan teknologi rekayasa genetika dan teknologi biologi sintetis untuk mengubah DNA manusia, melarang pengendalian pengembang-biakan keturunan secara buatan.
“Di masa depan perlu pembahasan lebih luas dan dalam terkait topik ini,” kata Pete Shanks, konsultan di Center for Genetics and Society sekaligus penulis utama laporan tersebut.
Para ilmuwan meminta, agar proses penilaian teknologi rekayasa genetika harus transparan, demokratis, dan tidak hanya sebatas kepada para peneliti terkait teknologi rekayasa genetika ini. Semua ilmuwan dan pengusaha memiliki tanggung jawab yang sama untuk mengawasi dan mengatur teknologi yang berpotensi berbahaya ini. (joni/rmat)