Keterangan gambar: Para astronom mendapati perubahan tak terduga dari rotasi matahari, ia (matahari) tidak akan memperlambat kecepatan rotasinya seiring dengan bertambahnya usia, namun sebabnya belum diketahui secara pasti. (fotolia)
Oleh: Lin Yan
Astronom mendapati perubahan yang tak terduga dari rotasi matahari, kecepatan rotasinya tidak akan melambat seiring dengan peningkatan usianya, namun sebabnya belum diketahui secara pasti. Melansir laman astronomynow.com, Selasa (5/1/2016) lalu, para ilmuwan dari Carnegie Institution for Science dan lembaga riset lainnya menggunakan metode pengamatan dan perhitungan baru menyimpulkan, bahwa ketika mencapai masa usia kritis, fenomena perlambatan rotasi bintang seperti matahari ini akan berhenti. Kesimpulan ini menantang teori penuaan matahari yang ada sekarang.
Adalah Gyrochronology, suatu metode baru yang digunakan para ilmuwan, menentukan periode rotasi bintang untuk memprediksi usia bintang, menggunakan data pengamatan dari teleskop ruang angkasa Kepler untuk mengkalibrasi hasilnya, dan akhirnya ditemukan bahwa kecepatan rotasi bintang seperti matahari ini tidak akan terus melambat seiring dengan peningkatan usianya, namun, perlambatan rotasi matahari ini akan berhenti ketika mencapai masa usia kritis. Sementara itu, menurut teori sebelumnya, bahwa seiring dengan penuaan bintang, kecepatan rotasinya juga akan terus melambat sampai akhir hidupnya.
Dr. Guy Davies dari The University of Birmingham Astrophysics yang terlibat dalam penelitian terkait mengatakan bahwa dari sudut pandang astrofisika, kecepatan rotasi bintang secara bertahap akan melambat dalam proses penuaannya, namun, kami temukan bahwa fenomena perlambatan kecepatan rotasi bintang baru akan berhenti ketika mencapai usia pertengahan. Demikian lansiran eurekalert science news/AAAS-American Association for the Advancement of Science, Senin (4/1/2016).
Namun, para peneliti tidak menjelaskan terkait mengapa rotasi matahari atau bintang-bintang lainnya itu tidak akan melambat seiring dengan peningkatan usia mereka. Sebelumnya, para astronom mengamati suhu atau kecerahan permukaan suatu bintang dan perubahan karakter mereka untuk menentukan usianya. Namun, perubahan ini demikian lambat dan sangat kecil, sehingga sangatlah sulit untuk mendeteksi secara akurat usianya.
Laman eurekalert menyebutkan bahwa metode Gyrochronology yang digunakan Carnegie Institution for Science dan ilmuwan lainnya untuk mengukur rotasi bintang itu relatif sederhana. Setelah diamati dengan kalibrasi tambahan, dapat menghitung usia pada sejumlah besar bintang.
“Menentukan usia bintang itu sangat penting, selain bisa meningkatkan pemahaman kita terhadap siklus hidup atas sistem bintang, kita juga bisa mengklasifikasi bintang dan benda langit di sekitarnya menurut sejarah perubahan bintang terkait, dan memprediksi perubahan yang terjadi pada mereka di masa depan,” ujar Jennifer van Saders, astronom yang memimpin penelitian di Carnegie Institute of Science, Amerika Serikat.
Dr Guy Davies mengatakan, “Matahari telah berusia 4,5 miliar tahun, dan kita tahu ia berada dalam periode kritis, karena itu dianggap rotasinya akan melambat dan berhenti dalam beberapa juta tahun kemudian.”
Para peneliti mengatakan bahwa kecenderungan perubahan matahari ke depannya seperti ini mungkin akan mempengaruhi pola interaksi antara matahari dan bumi, dan ini akan bermanfaat bagi umat manusia. Karena pada suatu waktu dalam periode hidupnya, matahari akan menjauhkan kakinya dari pijakan pedal rem, menghentikan perlambatan kecepatannya, dan hasilnya volume pelepasan partikel berenergi tinggi akan berkurang dan frekuensi terjadinya badai matahari juga akan menurun. Sehingga risiko peristiwa cuaca di ruang angkasa yang mengancam teknologi modern juga secara relatif akan berkurang, dan tentu saja bisa secara signifikan mengurangi risiko perjalanan umat manusia ke ruang angkasa.
“Makna dari penelitian ini sangat penting, mendorong orang-orang untuk berpikir tentang bagaimana memahami secara lebih mendalam tentang matahari di galaksi dan bintang-bintang lainnya yang mirip matahari,” ujar profesor Bill Chaplin, direktur studi terkait bintang dan matahari di University of Birmingham, Inggris. (joni/rmat)