Oleh CNA Brussel
Inggris sudah pasti akan mengadakan referendum soal Brexit, meskipun hasilnya baru diketahui setelah 23 Juni 2016 mendatang. Tetapi efek domino dari ‘kasus Inggris’ ini sudah mulai terlihat dengan adanya permintaan rakyat Belanda yang ‘pingin ikut’ Inggris. Jajak pendapat sementara menunjukkan bahwa lebih dari 5 % masyarakat Belanda juga berharap pemerintah melakukan referendum untuk menentukan apakah Belanda juga sebaiknya keluar dari Uni Eropa.
Konsensus tentang sejumlah program reformasi di Uni Eropa telah lahir dalam pertemuan puncak di Brussel pada 19 Februari 2016 tengah malam. Hasil negosiasi juga memutuskan untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada Inggris. Di keesokan harinya, PM. Cameron langsung mengadakan rapat di Kongres dan mengumumkan rencana referendum Brexit akan dilaksanakan pada 23 Juni 2016 mendatang.
Inggris akhirnya diberikan otonomi yang lebih besar sebagai ‘kompensasi’ atas rencana keluar dari Uni Eropa. Hal ini membuat negara lain iri melihatnya. Karena itu masyarakat internasional juga sedang menaruh perhatian apakah Brexit membawa akibat efek domino.
Ahli pengumpul suara politik dari masyarakat Belanda Maurice de Hond dalam surveinya yang ia lakukan lewat internet menunjukkan, 53 % responden mengharapkan pemerintah mengadakan referendum dengan 44 % lainnya menolak. Ketika mereka ditanya soal tetap tinggal di Uni Eropa atau menarik diri, 44 % responden memilih tetap tinggal dan 43 % responden lainnya memilih menarik diri.
Belanda sudah merencanakan untuk mengadakan referendum pada 6 April 2016 mendatang tentang Ukraine- European Union Association Agreement yang merupakan kunci bagi penerimaan Ukraina di Uni Eropa. Meskipun referendum ini tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi bila suara menentang lebih besar, dapat memberikan tekanan kepada pemerintah Belanda. Referendum itu juga dijadikan cerminan dari dukungan masyarakat Belanda kepada Uni Eropa
Mungkin tidak hanya Belanda, banyak orang juga takut efek domino dari Brexit terus berlanjut. Guru Besar Ekonomi dari Universitas New York, Nouriel Roubini dalam artikelnya menulis : Inggris menarik diri dapat berdampak pada kemerdekaan Skotlandia yang akhirnya meruntuhkan Inggris. Selain itu juga menyebabkan gerakan separatis tumbuh di negara-negara lainnya. Yang paling mungkin untuk itu ialah Catalonia, Spanyol, bahkan negara-negara Nordik juga bisa saja beranggapan bahwa lepas dari Uni Eropa adalah pilihan yang paling tepat.
Meskipun tidak ada referendum, tetapi semangat integrasi Uni Eropa dalam beberapa belakangan ini memang mengalami ujian berat, hutang Yunani yang tak terbayar, masalah pengungsi terus melemahkan semangat itu. Perdana Menteri Italia Matteo Renzi akahir-akhir ini sering mengkritik soal kebijakan ekonomi, imigrasi dan energi Uni Eropa. Negara anggota mempertanyakan apakah Yunani yang kurang serius dalam menangani masalah pengungsi dan tidak mampu membayar hutang itu masih akan dipertahankan sebagai anggota Uni Eropa? (sinatra/rmat)