Oleh: DR Frank Tian, Xie
Baru-baru ini Presiden AS Obama mengemukakan rencananya pada Dewan Kongres, yakni hendak menutup penjara milik pangkalan AL Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, dan memindahkan para tawanan yang merupakan kaum ekstrimis Islam garis keras di sana ke penjara di wilayah AS sendiri. Begitu hal ini diumumkan sontak memicu gejolak di tengah masyarakat AS, suara yang menentang tidak kalah sengit dengan suara yang mendukung rencana tersebut.
Dua pandangan yang berseberangan itu, sama-sama bersumber dari tokoh senior dari kedua Partai Republik maupun Partai Demokrat. Jelas, karena ini merupakan keputusan penting menyangkut keamanan dan juga kepentingan nasional AS yang melibatkan kedua partai. Obama bersumpah akan mewujudkan janjinya di saat kampanye pilpres 7 tahun silam, dan bersikukuh akan menutup penjara tersebut. Sejak 2010 dirinya telah merencanakannya, namun Dewan Kongres selama ini tidak menyetujui dana yang dibutuhkan untuk penutupan penjara. Tokoh yang menentang keras mengatakan tidak akan membiarkan Obama memperoleh biaya untuk penjara itu. Biaya operasional penjara Guantanamo mencapai USD 445 juta (5,8 triliun Rupiah) setiap tahunnya. Dalam beberapa bulan ke depan, berbagai pihak akan terus bersitegang, menambah semarak pentas politik AS menyambut pilpres mendatang.
Sikap warga AS terhadap hal ini, selain khawatir kaum teroris seolah dipenjara di halaman belakangnya sendiri, masih ada satu masalah hukum; para napi adalah kaum ekstrimis terorisme yang ditangkap dari ajang perang Afganistan, Irak, dan Suriah, begitu mereka dipindahkan ke wilayah AS dan menginjakkan kaki di Amerika, masuk ke dalam penjara sipil dan bukan penjara militer, satu masalah akan langsung menghadang. Mereka akan mendapat perlakuan hukum sama seperti warga AS, mereka memiliki serangkaian hak seperti mencari pengacara, membela diri, dan lain-lain. Kejahatan mereka yang terkait dengan perang anti-terorisme adalah peristiwa belasan tahun silam. Dalam perdebatan di pengadilan, dari mana pihak penuntut mencari bukti?
Jika bukti tidak cukup, para napi harus dibebaskan. Dan jika orang-orang itu tidak bertobat dan tetap menjadi kaum teroris sejati, artinya ibarat melepaskan harimau kembali ke hutan, membiarkan mereka bebas berkeliaran di masyarakat, akibatnya akan sangat fatal.
Di tengah perdebatan ini ada sejumlah informasi menarik yang melatarinya, mungkin banyak orang di luar AS yang tidak mengerti akan hal ini. Orang-orang pasti akan bertanya-tanya, dimana sebenarnya letak penjara Guantanamo ini?
Bagi yang telah melihat di peta mungkin akan terkesiap! Ternyata, penjara ini tidak terletak di wilayah AS, melainkan berada persis di jantung negara komunis yakni Kuba!
Bisa dicapai dengan pesawat hanya satu setengah jam penerbangan dari ibukota Kuba, Havana. Pemimpin Partai Komunis Kuba Fidel Castro mengatakan, pangkalan militer AL Amerika di Teluk Guantanamo adalah “sebilah belati yang ditancapkan di tanah Kuba” (a dagger plunged into the Cuban soil).”
Negara kepulauan Kuba adalah negara paham komunis, mengapa bisa ada pangkalan militer AS disana?
Mengapa pemerintah Kuba mengijinkannya?
Apakah pangkalan militer di Guantanamo itu merupakan wilayah kedaulatan AS?
Hal yang mengejutkan adalah pangkalan AL di Guantanamo bukan wilayah kedaulatan AS, bukan pula hasil AS mencaplok wilayah Kuba, akan tetapi pemerintah AS boleh menggunakannya secara bebas tanpa batas waktu!
Di jantung negara sosialisme Kuba, terdapat pangkalan militer milik musuh bebuyutan pemerintah Kuba, dengan ribuan pasukan marinir berikut perwira AS disana, juga pesawat tempur dan kapal perang! Benar-benar suatu pengaturan yang spektakuler!
Kisah Teluk Guantanamo sebenarnya sudah sangat tua, dimulai sejak 1494 saat Colombus datang ke benua Amerika untuk kedua kalinya, kemudian teluk yang dikelilingi daratan ini pun menjadi pelabuhan tempat berlindung bagi kapal perompak dan angkatan laut Inggris. Pada 1898 saat perang Amerika dengan Spanyol 600 pasukan marinir AS berhasil menangkap lebih dari 7.000 orang pasukan dan perwira Spanyol di Guantanamo, AL Amerika pun segera menyadari keunggulan kegunaan Guantanamo.
Pada 1903, pemerintah Kuba pada masa itu menandatangani kesepakatan dengan AS untuk menyewakan Guantanamo kepada AS sebagai pangkalan pemasok bagi angkatan laut AS. Angkatan laut waktu itu tidak menggunakan solar sebagai bahan bakar, melainkan batu bara, jadi Guantanamo merupakan pangkalan pengisian batu bara. Teluk Guantanamo membuka lembaran sejarah baru pasukan AS di luar negeri, merupakan pangkalan AL Amerika yang tertua, juga merupakan satu-satunya pangkalan militer AS di wilayah negara komunis! Pengaturan sejarah ini sungguh unik sekaligus juga menarik.
Presiden Theodore Roosevelt adalah yang menandatangani kesepakatan sewa tersebut, tujuannya pada waktu itu adalah agar kapal perang AS bisa menambah bahan bakar di Guantanamo, membantu melindungi Kuba. Di pangkalan tersebut pemerintah AS memiliki hak hukum dan kendali sepenuhnya, satu-satunya pasal yang membatasinya adalah, AS hanya bisa menggunakan Guantanamo sebagai pangkalan AL dan pos penambahan bahan bakar, dan membiarkan kapal dagang yang berbisnis di Kuba bebas keluar masuk. Biaya sewa Guantanamo adalah emas senilai USD 2.000 (26,2 juta Rupiah) per tahun.
Kesepakatan pada 1934 antara AS dengan Kuba memperkuat perjanjian sewa ini lebih lanjut, serta memberikan hak sewa selamanya kepada AS. Dengan kata lain, kecuali jika pihak AS meninggalkan pangkalan tersebut, atau pemerintah kedua negara sama-sama sepakat, pemerintah AS bisa terus menyewa. Sejak 1934, biaya sewa naik menjadi USD 4085 (53,6 juta Rupiah) per tahun, hingga saat ini.
Setelah pemerintahan komunis menguasai Kuba, Castro menolak mengakui kesepakatan tersebut, namun ia pun tak berdaya. Setelah peristiwa invasi “Teluk Babi (Bay of Pigs)” pada 1961, Castro mulai menolak mencairkan cek pembayaran sewa Guantanamo yang dibayarkan oleh AS kepada Kuba. Pemerintah Kuba bersikukuh bahwa perjanjian pada 1934 mengenai sewa selamanya tersebut adalah ilegal, namun hingga saat ini AS tetap membayar sewa senilai USD 4085 dengan cek kepada Kuba, dan walaupun tidak mencairkan cek tersebut, Kuba tetap tak berdaya.
Castro tahu berada di pihak yang lemah secara hukum, karena setelah partai komunis berkuasa Kuba pernah mencairkan selembar cek, dan uang sewa itu telah diambil, yang artinya kesepakatan sewa itu telah diakui. Kuba mengatakan hal itu terjadi pada masa awal Revolusi Kuba saat dimana situasi sedang kacau, dan setelah itu menolak untuk menerima uang sewa dari AS. Tapi walaupun tidak menerima uang sewa, pangkalan itu tidak bisa direbut kembali. Menurut informasi, setiap lembar cek setelahnya tersimpan di dalam laci di kantor Castro. Sepertinya, masalah tanda tangan kesepakatan, baik bagi perorangan maupun negara, benar-benar harus berhati-hati jika tidak ingin menyesal seumur hidup!
Setelah peristiwa Bay of Pigs dan krisis rudal di Kuba, AS memutuskan untuk menjadikan Guantanamo sebagai pangkalan marinir AL selamanya, yang dilengkapi dengan meriam besar, tank, dan juga pesawat jet tempur. Antara pangkalan itu dengan Kuba dibatasi dengan garis batas sepanjang 17 mil, pangkalan seluas 45 mil persegi itu terdapat fasilitas burger dari McDonald, ayam goreng dari KFC, piza dari Pizza Hut, dan juga sandwich dari Subway. Fasilitas resto cepat saji ini dioperasikan oleh angkatan laut, dan uang hasil keuntungannya juga digunakan untuk kesejahteraan anggota angkatan laut. Meskipun Guantanamo bukan wilayah kedaulatan AS melainkan wilayah kedaulatan Kuba, tapi bayi yang lahir di rumah sakit di Guantanamo dengan sendirinya memiliki kewarganegaraan AS. Tentunya bayi tersebut harus lahir dari orang tua yang merupakan tentara AS, jika pekerja Filipina atau buruh Jamaica yang bekerja di pangkalan itu kedapatan hamil, mereka akan diberi tiket pesawat untuk dipulangkan ke negeri asalnya.
AS menahan banyak tawanan saat perang di Afganistan, ditambah lagi dengan para militant Al-Qaeda dan juga Taliban, interogasi dan pengintaian intelijensi adalah keharusan. Lalu dimana mereka ditawan? Guam, Diego Garcia, dan Guantanamo, semua dalam pertimbangan Presiden Bush. Keunggulan Guantanamo adalah karena tempat itu di bawah kendali penuh pasukan AS namun tidak berada di wilayah kedaulatan AS, jadi para militan tersebut jelas tidak akan mendapatkan hak layaknya warga negara AS. Pejabat pemerintah AS mengatakan, dalam hal hukum status Guantanamo sama saja dengan “stasiun antariksa,” sehingga Bush mengambil keputusan tersebut. Kini, Guantanamo pun menjadi mimpi buruk bagi Obama.
Kini, ancaman dari Kuba telah hilang sejak dulu. Rekan kecil komunis Kuba ini telah mulai menghangat dengan AS. Ditambah lagi jika Vietnam juga jatuh ke pelukan AS, rezim keluarga Kim di Korut juga berada dalam tepi jurang, maka negara komunis di dunia ini pun telah lenyap tak berbekas. Dan yang tersisa terakhir yakni Partai Komunis Tiongkok/ PKT, kesepian seorang diri, tidak memiliki teman satu pun, hari-hari yang dilalui kian lama akan kian terasa sulit. (sud/whs/rmat)