Oleh Lin Nan
Presiden AS Obama, Rabu (16/3/2016) mengumumkan sejumlah perintah yang berkaitan dengan sanksi baru terhadap Korut. Pelarangan itu termasuk pembekuan semua kekayaan milik pemerintah Korut di AS, dan melarang ekspor barang dan penanaman modal ke Korut. Selain itu juga akan memasukkan siapa saja yang terlibat dalam membantu mengekspor tenaga kerja dari Korut dan ekspor mineral dari Korut ke dalam daftar hitam AS.
“Saya sekarang sudah dapat memastikan bahwa pemerintah Korea Utara akan terus mengejar pengembangan proyek nuklir dan rudal mereka. Hal ini membuat AS dan sekutunya semakin terancam,” kata Obama.
Setelah itu Obama menegaskan pemerintah dalam waktu singkat akan menerbitkan aturan main guna merealisasikan sanksi-sanksi termaktub.
Obama menyebut sanksi baru ini ditujukan kepada pemerintah Korut tetapi bukan untuk rakyat mereka. Kekayaan yang dibekukan adalah kekayaan yang dimiliki oleh rezim Pyongyang dan atau Partai Buruh yang berkuasa termasuk juga pendapatan dari bunga simpanan untuk rekening Bank mereka.
Pembekuan kekayaan juga akan diberlakukan kepada siapa saja yang memberikan kemudahan bagi rezim Pyongyang atau Partai Buruh yang berkuasa untuk memperlancar pengembangan proyek nuklir dan rudal, melakukan serangan cyber, pelanggaran HAM dan kegiatan ilegal lainnya.
Perintah eksekutif dari Obama ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memangkas sumber dana bagi Korut, terutama yang berasal dari hasil ekspor sumber daya mineral dan tenaga kerja. Korea Utara belakangan ini mengandalkan ekspor tenaga kerja untuk menghasilkan devisa bagi negara. Perintah presiden tersebut juga membuat Partai Buruh yang dimanfaatkan untuk menciptakan pendapatan buat rezim ikut terkena imbasannya.
Pelapor Khusus PBB asal Indonesia Marzuki Darusman memberikan laporan kepada PBB bahwa rezim Pyongyang pada tahun lalu memperoleh devisa antara USD. 1.2 – 2.3 miliar, hasil dari mengeksploitasi tenaga kerja mereka.
Laporan Marzuki menyebutkan bahwa sekitar 50.000 warga Korea Utara diyakini bekerja di luar negeri terutama sebagai buruh tambang, penebangan kayu, industri tekstil, konstruksi dan sebagainya. Para pekerja tersebut memperoleh penghasilan bulanan rata-rata USD. 120 – 150, sementara majikan perlu membayar lebih tinggi kepada pemerintah Korut.
Laporan juga menyebutkan, para pekerja itu tidak jarang diharuskan bekerja melampaui waktu hingga 20 jam sehari, hanya 1 – 2 hari dalam sebulan yang dapat digunakan untuk istirahat. Jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan sangat tidak memadai, selain harus menderita kelaparan setiap harinya.
Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan, “Hari ini presiden mengeluarkan perintah eksekutif dengan tujuan untuk menambah berat sanksi kepada Korea Utara. Tindakan tersebut masih konsisten dengan komitmen jangka panjang kami memberikan tekanan kepada rezim Korut.”
AS dan masyarakat internasional tidak akan mentolerir Korea Utara melakukan uji coba nuklir, peluncuran rudal dan aktivitas lainnya yang tidak tepat. Untuk itu AS akan terus membiarkan Korut membayar dengan harga mahal atas perbuatan mereka sampai mereka bersedia untuk mematuhi kewajiban internasional. Demikian kata juru bicara Gedung Putih itu.
Sesuai dengan perintah eksekutif itu, Departemen Keuangan AS akan memasukkan 2 orang pejabat Korut, 15 perusahaan dan 30 kapal ke dalam daftar hitam menerima sanksi. Hal ini juga masih konsisten dengan sanksi DK PBB, hanya saja, tidak ditemukan nama Kim Jong-un.
Kedua orang itu adalah pejabat Departemen Keamanan Nasional Korut yang bernama Ri Won-ho dan Jo Yong-chl. Menteri Keuangan AS mengatakan bahwa kedua nama tersebut dituduh masing-masing memiliki usaha perdagangan di Mesir dan Suriah yang menjadi bagian dari rezim Korut untuk mendorong penjualan hasil tambang negara itu.
Di samping itu, rezim Korut pada 16 Maret dengan tuduhan melakukan tindakan subversi kepada seorang mahasiswa AS hingga ia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa di Korut. Hal ini telah menambah ketegangan kedua negara. (sinatra/rmat)