Penderita Autis Lebih Kreatif dari yang Anda Pikirkan

Oleh: Anna Remington

Adalah suatu kekeliruan umum bahwa autisme lebih banyak dikaitkan dengan pemikiran logis dari ekspresi kreatif. Tetapi penelitian baru menyarankan kita untuk berpikir ulang akan pandangan kita mengenai kreativitas dan autisme.

Kriteria lama yang kami gunakan untuk mendiagnosis autisme mengacu pada fakta bahwa imajinasi penderita autis tampaknya terbatas, dan hal ini digunakan sebagai cara untuk mendeteksi apakah seseorang menderita autis atau tidak. Namun kenyataannya, kita masih melihat banyak penderita autis yang sangat kreatif.

Sudah lama kami menggunakan kriteria yang mengacu pada fakta bahwa imajinasi penderita autis tampaknya terbatas untuk mendiagnosis apakah seseorang menderita autisme. Kenyataannya sekarang ini, kita masih menyaksikan penderita autis menghasilkan kreativitas yang luar biasa.

Dua hal yang bertolak belakang ini membuat para peneliti di Universitas East Anglia dan Stirling untuk mempelajari kreativitas dan ciri-ciri autis dalam kelompok besar yang terdiri dari penderita autis dan individu non autis. Kreativitas mereka diuji bagaimana mereka dapat menghasilkan banyak kegunaan baru dari benda yang umum didapat atau mereka harus menjelaskan arti dari gambar yang tidak jelas dalam waktu satu menit. Jumlah total ide mereka dicatat, dan mereka dinilai berdasarkan apa yang mereka lakukan yang tidak biasa dilakukan orang pada umumnya.

Para penulis menemukan bahwa orang yang mempunyai lebih banyak ciri-ciri autis membuat lebih sedikit ide dibandingkan orang yang mempunyai lebih sedikit ciri-ciri autis. Namun, yang mengejutkan, ide dari orang yang mempunyai lebih banyak ciri-ciri autis memiliki kreativitas yang lebih baru dan menarik. Tampaknya jangkauan luas autisme berhubungan dengan kemampuan menghasilkan ide yang lebih kreatif.

Autisme dan kemampuan

Mengapa ini sangat menarik? Mengingat kebanyakan laporan dari kesulitan dan kekurangan penderita autis, saya selalu berpikir bahwa penelitian mengenai kekuatan autisme adalah penting. Tapi temuan ini sangat menarik karena, bahkan ketika mempertimbangkan bakat dan kemampuan autis, itu tidak cukup cocok dengan pandangan yang menyamaratakan penderita autis yang jenius matematis tapi tidak memiliki fleksibilitas pikiran dan imajinasi.

Penderita autis cenderung lebih unggul daripada orang yang tidak menderita autis dalam menyelesaikan banyak tugas yang membutuhkan proses sejumlah besar informasi, memilih rincian obyek atau adegan, atau mendeteksi perubahan lingkungan. Semua ini memerlukan kepatuhan pada aturan, fokus pada detail dan pendekatan yang teliti. Hal ini tampaknya menjadi bertentangan dengan bagaimana kita melihat kreativitas dan orang yang kreatif.

Apakah studi baru menantang pandangan umum selama ini bahwa penderita autis itu tidak kreatif? Belum cukup menantang. Peserta secara khusus diminta untuk menghasilkan novel dengan tema: Kreativitas itu harus dirangsang, bukan terjadi secara spontan. Pada tes kreativitas secara spontan, tingkat penggunaan imajinasi lebih rendah pada penderita autis. Hal ini cenderung terjadi pada tindakan diagnostik seperti jadwal pengamatan diagnostis autisme di mana individu diminta untuk membuat cerita yang menggunakan berbagai tema, tapi tidak diberi petunjuk bagaimana menggunakan tema tersebut dengan cara mereka yang khas.

Hal ini juga dapat dilihat pada karakteristik autis lainnya. Misalnya, jika diberikan kebebasan untuk memilih, penderita autis akan memproses komponen lokal dulu baru kemudian mengarah ke pandangan keseluruhan. Namun, mereka juga melakukan dengan sangat baik ketika diperintahkan untuk langsung memproses ke pandangan keseluruhan.

Penelitian baru mengungkapkan bahwa jika imajinasi dan kreativitas penderita autis dikurangi pada beberapa situasi, penderita autis lebih mahir menghasilkan ide baru yang langka daripada orang yang tidak menderita autis.

Para penulis berpendapat bahwa alasan terjadinya kemampuan yang meningkatkan ini disebabkan perbedaan proses berbahasa di otak penderita autis. Salah satu pilihan -dan lebih optimis-kemungkinan, adalah bahwa penderita autis kurang dibatasi oleh norma sosial.

Pada orang yang tidak menderita autis, tekanan akan pencapaian cita-cita dan patuh terhadap perilaku kelompok melahirkan kreativitas yang mencegah timbulnya ide-ide yang lebih langka. Terbukti bahwa penderita autis kurang dipengaruhi oleh pengetahuan yang mereka ketahui sebelumnya atau pengalaman saat melakukan tugas. Tiada pengaruh dan tekanan inilah yang membuat penderita autis melahirkan lebih banyak ide langka.

Menghapus pandangan negatif bahwa penderita autis tidak kreatif

Ketika kita melihat lebih jauh, sebenarnya ada banyak contoh kreativitas dalam autisme. Ada banyak contoh penderita autis yang berprofesi sebagai seniman, musisi, aktor, penyair, dan penulis yang hasil karyanya luar biasa. Dalam beberapa kasus, kreativitas ini tampaknya berjalan seiring dengan bakat yang lebih tradisional, yang mengarah ke menggambar dengan sangat rinci dan akurat atau kemampuan memainkan sebuah lagu konser dengan sebuah alat musik setelah hanya sekali mendengar lagu tersebut.

Dalam penelitian dan masyarakat, kita tampak memiliki pandangan yang sempit ketika mengamati dan menafsirkan perilaku autis. Temuan baru-baru ini, bersamaan dengan banyak contoh penderita autis yang kreatif dalam menulis buku, membuat film, dan di Web menunjukkan bahwa kita perlu merubah pandangan kita terhadap penderita autis.

Mari kita hapus anggapan bahwa penderita autis tidak kreatif. Terimalah ide penderita autis. Berilah semangat dan peliharalah kemampuannya yang tidak timbul secara alami. Sebagai aktivis penderita autis Temple Grandin mengatakan, “Orang yang paling menarik yang anda temukan adalah orang yang tidak memenuhi kriteria anda.” Penderita autis adalah orang yang benar-benar berpikir dengan cara yang tidak biasa dipikirkan orang pada umumnya.(Epochtimes/Vivi/Yant)

Anna Remington adalah dosen ilmu kognitif di University College London, Inggris.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular