JAKARTA – Dua maskapai yang menurunkan penumpang penerbangan internasional ke terminal domestik merupakan hal yang tak sepele. Apalagi salah terminal ini justru terbongkar setelah seorang penumpang membeberkan kejanggalan ini di media sosial tanpa bersumber pemantauan petugas bandara. Kejadian ini harus menjadi perhatian serius serta menunjukkan persoalan-persoalan yang masih saja menimpa manajemen penerbangan di Indonesia.
Peristiwa ini terjadi terhadap penerbangan Lion Air JT 161 yang terbang dari Singapura, Selasa (10/5/2016) jam 18.50, dan landing di Bandara Soekarno Hatta jam 19.35 WIB. Pesawat ini ternyata landing di remote area Terminal 1 dan oleh bus Lion diturunkan di Terminal I yakni terminal domestik. Akibatnya nyaris beberapa penumpang internasional melanggeng bebas masuk Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi.
Kejadian kedua terjadi pada Senin (16/5/2016) saat pesawat AirAsia QZ509 yang mengangkut 155 penumpang dari Singapura mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali pada pukul 23.54 WITA. Namun kemudian entah bagaimana, sebanyak 48 penumpang diturunkan ke terminal kedatangan domestik. Walaupun kemudian berhasil terpantau dan puluhan penumpang tersebut diarahkan ke kedatangan internasional.
Perbaikan Menyeluruh
Pengamat Penerbangan, Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengatakan insiden Lion Air dan Air Asia di Bandara Ngurah Rai dan Soekarnao Hatta semestinya dilihat pada persoalan secara keseluruhan mengenai manajemen penerbangan di Indonesia. Bahkan, kejadian ini menunjukkan adanya kebiasaan sistem kerja tanpa rencana dan sistem tambal sulam. Lebih parah lagi, pengelolaan dan manajemen penerbangan yang bermasalah sudah banyak terjadi.
Menurut mantan Kepala Staf TNI AU ini, insiden Lion Air dan AirAsia seperti urusan sederhana saja dan selesai sebatas itu saja setelah sopir bus pengangkut penumpang internasional itu dipecat dari pekerjaanya. Meski selanjutnya dilakukan investigasi kemudian hari atas insiden yang terjadi berselang beberapa hari kemudian. Terkait salah terminal ini, tegas Chappy, hanyalah satu bagian saja dari sekian banyak kekurangan pengelolaan penerbangan.
Lebih rinci Chappy menuturkan semestinya harus dilakukan penyelesaian persoalan yang menyentuh pada akar persoalan dunia penerbangan di Indonesia. Kejadian ini, kata Chappy, tak luput dari perkembangan secara massif bisnis penerbangan tanpa disertai memenuhi SDM, manajemen serta infrastruktur penerbangan.
Kongkritnya, pada saat ini sungguh mudah untuk mendapatkan pesawat dengan membeli atau menyewa bahkan ada dengan harga yang rendah. Faktor didukung banyaknya pesawat dari luar negeri yang tak bisa dioperasikan pada negara-negara tertentu, hingga kemudian dilirik disewa oleh pebisnis. Selanjutnya menyebabkan terjadi peningkatan volume penumpang secara drastis. Namun pertumbuhan penumpang ini hanya dilihat pada segi pemasukan keuangan semata, tak dinilai untuk meningkatkan pertumbuhan sumber daya aviasi.
“Kesenjangan yang terjadi dari pertumbuhan penumpang dan pengelolaan SDM plus infrastruktur penerbangan semakin lama menjauh, banyak kita dengar tentang delay, accident dan macam-macam, termasuk seolah-olah kita tak mengetahui lagi mana penerbangan intenasional dan mana penerbangan domestik,” tegas Chappy di Jakarta, Sabtu (21/5/2016).
Dukung Sanksi Berat
Sementara anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Hanura, Fauzih Amro menuturkan Komisi V DPR RI akan memanggil Lion Air, AirAsia dan Kementerian Perhubungan untuk mengetahui akan persoalan peristiwa salah terminal itu. Tak sebatas soal salah terminal, DPR juga akan menanyakan persoalan yang mendera di internal manajemen maskapai tersebut mulai mogok kerja pilot, keamanan serta kesehatan karyawan.
Menurut Fauzih, Komisi V DPR RI mendukung atas sanksi yang sudah dijatuhkan oleh pemerintah kepada kedua maskapai tersebut yakni pembekuan izin kegiatan pelayanan jasa penumpang dan bagasi di bandar udara atau ground handling PT Lion Group dan PT Indonesia Air Asia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta selama lima hari.
Bahkan menurut Fauzih, sanksi tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada Lion Air dan AirAsia maupun penerbangan lain untuk tak melakukan kesalahan serupa. Jika kemudian hanya diberikan teguran semata dikhawatirkan tak memberikan pelajaran berarti kepada pihak maskapai penerbangan. “Saya rasa apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat,” kata Fauzih. (asr)