JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) terus memperkuat komitmen dalam mengawal pengawasan pemanfaatan biota laut secara ilegal. Hal ini dibuktikan dengan upaya penyelamatan penyelundupan sepasang ikan hiu paus (Rhincodon typus) dalam keadaan hidup yang telah dilakukan petugas di Seram Bagian Barat, Maluku.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, hiu paus merupakan salah satu biota yang dilindungi oleh pemerintah dan masuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). “Oleh karena itu, tindakan pemanfaatan ikan hiu paus dianggap sebagai suatu tindakan yang ilegal”, ungkapnya saat konferensi pers di kantor KKP, Jumat (27/5/2016).
Upaya penyelamatan ini berawal dari Tim Satker PSDKP Ambon yang mendapat laporan tentang adanya pemanfaatan ikan hiu paus secara ilegal di Keramba Jaring Apung (KJA) yang terletak di Pulau Kasumba – Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku (koordinat 03⁰05’59.2” LS dan 127 ⁰ 56’45.9” BT), pada Minggu 22 Mei 2016.
Selanjutnya Plt Dirjen PSDKP yang juga menjabat Sekretaris Jenderal KKP, Sjarief Widjaja menginstruksikan kepada Stasiun PSDKP Tual dan Satker PSDKP Ambon untuk segera melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait hal tersebut.
Dua ekor hiu paus berukuran panjang sekitar 4 meter ditemukan berada di Keramba Jaring Apung milik PT Air Biru Maluku yang berkantor di Jalan Tawiri – Ambon dan bergerak di bidang ekspor ikan hidup. Adapun Surat Rekomendasi Gubernur Maluku untuk konservasi ikan hias dan Surat Rekomendasi BKSDA untuk konservasi ikan hias juga ditemukan petugas.
Salah seorang saksi bernama Soim memberi keterangan bahwa kedua ikan hiu paus tersebut sudah berada di KJA selama 3 bulan, yaitu sejak Februari 2016. Ikan ditangkap oleh seseorang bernama Opan menggunakan alat tangkap purse Seine di perairan dekat Pulau Kasumba sekitar 10 mil ke arah barat dari Pulau Kasumba. Salah seorang pengurus berdalih, kedua ikan tersebut merupakan bagian dari pertukaran G to G antara Pemerintah Indonesia dengan Tiongkok.
Dugaan sementara yaitu ada pelanggaran Pasal 16 ayat (1) UU 31/2004 tentang Perikanan. Bila melanggar dikenakan sanksi sesuai Pasal 88 UU 31/2004 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1,5 Miliar.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti menambahkan, terhadap pelaku akan ditindak tegas dan ikan hiu paus dilepaskan kembali ke habitat alamnya. “Otoritas penerbitan izin pemanfaatan ikan hiu paus hanya diterbitkan oleh Menteri Kelautan, bukan oleh institusi lain,” tandasnya.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan Kepmen KP NO. 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus), “ikan hiu paus ditetapkan sebagai spesies yang dilindungi penuh pada seluruh siklus hidup dan/atau bagian-bagian tubuhnya, kecuali untuk kegiatan penelitian dan pengembangan” (asr)