Oleh Zhang Dun
Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yu memberikan jawaban dengan nada yang tidak arif kepada seorang wartawan Kanada yang bertanya dalam acara konferensi pers di Kanada. Insiden tersebut memicu celaan berbagai pihak. Media Jepang melaporkan bahwa Menlu Wang Yu juga menunjukkan sikap yang tidak bersahabat kepada Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida. Perilaku arogansi dan terus menanamkan permusuhan bisa menjadi bumerang bagi jabatannya.
Menanamkan rasa permusuhan bisa menjadi bumerang bagi jabatan Wang Yu
Media Jepang Zakzak pada Senin (6/6/2016) menerbitkan sebuah artikel berjudul “Menlu Tiongkok Wang Yu Mungkin Bisa Diganti Gara-gara Naik Pitam.” Artikel itu menyebutkan bahwa selain menyampaikan ucapan dengan nada yang mengandung kemarahan dan tidak arif dalam menjawab pertanyaan wartawan tentang masalah HAM di Tiongkok, Wang Yu dalam sebuah pertemuan dengan Menlu Jepang Fumio Kishida di Beijing pada tertengahan April lalu, juga menunjukkan sikap yang tidak bersahabat.
Artikel itu menyebutkan, Wang Yu sebagai menlu yang bertugas di garis paling depan mewakili Tiongkok. Bila ia masih saja menanamkan rasa permusuhan, hal itu selain merusak citra diplomatik Tiongkok, juga dapat menempatkan dirinya dalam situasi yang pasif. Bila itu tidak diubah maka tidak lama lagi kedudukannya akan digantikan pejabat lain.
Memicu protes pejabat Kanada
Dalam konperensi pers bersama antara Tiongkok – Kanada di Kanada pada 1 Juni silam, Menlu Wang Yu tiba-tiba menyerobat memberikan jawaban kepada wartawan wanita Kanada yang menanyakan soal kondisi HAM di Tiongkok.
Wang Yu mengatakan bahwa pertanyaan wartawan tersebut mengandung prasangka buruk dan penuh dengan kesombongan.
“Oleh karena itu sama sekali tidak dapat diterima,” katanya.
Kemudian ia ‘menggempur’ wartawan tersebut dengan serangkaian pertanyaan yang mematikan, antara lain, “Apakah Anda pernah berkunjung ke Tiongkok? Memahami Tiongkok? HAM di Tiongkok? Anda tidak memiliki hak untuk membicarakannya, kecuali rakyat Tiongkok. Tiongkok telah menempatkan HAM dalam konstitusi ….. dan seterusnya.”I
Perdana Menteri Kanada Trudeau pada 3 Juni membenarkan kejadian itu. Dirinya, Menlu Kanada Stephane Dion beserta pejabat Deplu sudah menyampaikan ekspresi ketidakpuasan terhadap sikap yang ditunjukkan oleh Menlu Wang Yu kepada wartawan Kanada dalam konferensi pers kepada pemerintah Tiongkok melalui Kedutaan Besar Tiongkok untuk Kanada.
“Kami akan terus memanfaatkan setiap kesempatan untuk menanyakan masalah HAM kepada pemerintah Tiongkok. Namun, pada saat yang sama kami juga akan terus bekerjasama dengan rakyat Tiongkok untuk menciptakan peluang ekonomi,” kata Trudeau.
Anekdot yang menyindir budaya partai muncul di internet
Media Hongkong Oriental Daily menerbitkan sebuah komentar yang berbunyi, “Karena pertanyaan yang diajukan oleh wartawan itu bersifat faktual, maka Menlu Tiongkok itu tinggal memberikan jawaban yang mengakui atau menyangkal, bukannya menghindar. Apalagi sampai mempertanyakan apa motif dari pengajuan isu itu.”
Artikel menyebutkan bahwa namanya konferensi pers, tentu wartawan boleh mengajukan pertanyaan. Apakah wartawan asing tidak berhak untuk menyampaikan suara kritikan kecuali pujian? Bagaimana Wang Yu bisa tahu kalau seseorang belum pernah berkunjung ke Tiongkok dan tidak memahami Tiongkok? Apakah orang tidak boleh bertanya kalau belum pernah berkunjung? Yang lebih penting seharusnya adalah apakah pertanyaannya itu bersifat kenyataan, jadi bukan itikad baik atau buruk yang dipersoalkan. Meskipun HAM sudah dimuat di konstitusi Tiongkok, tetapi tidak berjalan, lalu bagaimana?
Anekdot tulisan ‘Su Li Feng Tian Ken’ yang dimuat di jaringan internet luar negeri :
Tetangga : “Apakah kemarin malam Anda memukul istri dan anak ?“
Wang : “Dulu, mereka mau makan nasi saja sulit. Sekarang saya sudah menjadi orang kaya kedua di kampung ini.”
Tetangga : “Maaf, yang saya tanyakan adalah apakah Anda memukul istri dan anak?”
Wang : “Tuan Liu yang tinggal di sebelah rumah itu memukul istri dan anaknya, Kenapa Anda tidak pergi ke sana untuk mengurusnya?”
Tetangga: “Lho ! yang saya tanyakan adalah tentang Anda, apakah memukul istri dan anak Anda ?”
Wang: “Pertanyaan Anda tersebut selain penuh dengan kesombongan dan prasangka buruk terhadap keluarga saya! Juga tidak bertanggung jawab. Apakah Anda pernah ke rumah saya? Hanya istri dan anak saya yang berhak menanyakan soal ada tidaknya kekerasan dalam rumah tangga saya. Itu bukan urusan Anda. Jadi silahkan pergi dari sini.”
Kekesalan yang membuat Jiang Zemin mendamprat wartawan seenaknya kembali diekspose media
Perilaku kasar Menlu Tiongkok kembali menjadi buah bibir wartawan dunia. New York Times memberitakan, sejumlah pejabat Tiongkok ‘berdiri bulu kuduk’ saat ditanya soal HAM dan isu-isu kontroversial lainnya. Ketua PKT Jiang Zemin saja pada tahun 2000 memberikan jawaban yang mengandung penghinaan kepada wartawan Hongkong yang mengajukan pertanyaan kepadanya. Ia mengatakan : Anda itu sederhana dan naif !
Apa yang dikatakan Jiang Zemin pada saat seorang wartawan AS menanyakan ikhal mahasiswi yang terlibat perjuangan demokrasi 4 Juni itu diperkosa dalam tahanan? “Wajarlah (dia pantas menerima perlakuan itu) !”
Analis : Budaya PKT telah merusak citra bangsa
Perilaku kehilangan ‘identitas’ yang belakangan ini sering ditunjukkan Menlu Wang Yu pada forum-forum internasional, terutama anggapan “Wajar” yang diucapkan Jiang Zemin sebagai jawaban atas soal pemerkosaan mahasiswa dalam tahanan cukup mengejutkan masyarakat dunia. Sikap dalam berbicara dan berpikir yang ditunjukkan oleh sejumlah besar pejabat Tiongkok mengindikasikan bahwa mereka belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial politik internasional. Meskipun demikian masih saja ada beberapa orang Tiongkok yang setuju dengan ucapan dan perbuatan dari para pejabat PKT.
Komentator politik bernama Shi Shi mengatakan bahwa unsur dari timbulnya serangkaian skandal menlu yang merusak citra Tiongkok itu terutama disebabkan oleh pengaruh dari budaya PKT dan kepemimpinan Jiang Zemin yang tidak berhati nurani atau tidak manusiawi.
Tiongkok sebelum dikudeta oleh rezim komunis memilliki masyarakat yang beradab, saling menghormati satu sama lain sesuai ajaran budaya Tiongkok kuno. Namun kondisi itu lambat laun sengaja diubah oleh PKT dengan menyusupkan budaya partai, teori evolusi Darwin, memasukkan ideologi ateis, Marxisme, Leninisme dan mendidik masyarakat dengan filosofi perjuangan dan sebagainya.
Setelah Jiang Zemin berkuasa, untuk mengejar tanggung jawab mahasiswa atas insiden Tiananmen 4 Juni, ia terus melakukan tekanan pada HAM dan kebebasan. Sejak 1999, untuk menghalau berkembangnya Falun Gong, Jiang Zemin menginstruksikan orang-orang dekatnya untuk menyiksa sampai membunuh praktisi yang masih bandel berlatih, “Anggap mereka mati bunuh diri”, “Langsung dikremasi tanpa perlu tindakan autopsi”, “Bebas hukuman bagi pelaksana.” Jiang Zemin bahkan secara lisan memberi petunjuk orang-orang dekatnya untuk “Ambil organ hidup dari tubuh praktisi Falun Gong.”
Shi Shi dalam komentarnya menyebutkan bahwa selama 60 tahun lebih partai komunis berkuasa dan memimpin Tiongkok secara brutal, ia secara langsung atau tidak telah menanamkan pemikiran dan tindakan yang anti kemanusiaan, anti demokrasi, mengobarkan perjuangan kelas. Dengan demikian, sadar atau tidak, para pejabat Tiongkok sekarang juga sudah tertular oleh ‘virus’ itu, yakni budaya partai.
Masyarakat Tiongkok yang masih dapat mentolerir kekejaman ala PKT itu adalah masyarakat yang otaknya kena cuci dan terisi ideologi komunis melalui pendidikan. Sayangnya, mereka belum memahami sifat-sifat dasar kuminisme, untuk itu mereka perlu membaca buku “9 Komentar Mengenai Partai Komunis.” (sinatra/rmat)