Para Atlet Peraih Medali Emas, Pasca Masa Keemasan Mereka

Olimpiade Rio 2016, atlet RRT/ Republik Rakyat Tiongkok sedang berjuang sengit memperebutkan medali emas. Akan tetapi, dunia sedang menyoroti setiap orang atlet peraih medali di pesta Olimpiade, di balik itu mungkin tak terhitung jumlahnya “pecundang” yang dikorbankan. Dan seorang atlet peraih medali emas pun, setelah masa keemasan itu, berapa kegembiraan dan kesedihan di balik realita itu?

Pesta Olimpiade ke-31 digelar meriah di Brazil, pada hari kedua pertandingan, tepatnya malam 7 Agustus, atlet RRT akhirnya meraih medali emas pertama. Zhang Mengxue yang lahir pada 1991, meraih juara pertama dengan nilai 199,4 dalam perlombaan menembak putri 10 meter.

Seorang atlet menembak putri lainnya yang juga ambil bagian dalam perlombaan menembak 10 meter bernama Guo Wenjun, sebelum pertandingan sempat menarik perhatian, karena Guo adalah juara medali emas dua kali berturut-turut pada Olimpiade 2008 dan 2012. Tapi dalam perlombaan klasifikasi Guo Wenjun tersingkir. Selain Guo, empat orang atlet menembak RRT lainnya yang juga pernah meraih medali emas harus pulang dengan perasaan kecewa.

Realita dan kekejaman di balik medali, kembali menjadi topik pembicaraan hangat di internet. Mantan atlet renang RRT bernama Huang Xiaomin meratapi, para atlet RRT yang meraih medali ketika berdiri di atas podium menerima medali, terlihat sangat bangga, tapi di balik kebanggaan itu, telah berkorban tak terhitung banyaknya atlet RRT lainnya yang telah mengkorbankan kesehatan dan perasaan mereka.

Mantan atlet renang RRT, Huang Xiaomin, berkata, “Dalam proses pelatihan untuk meraih medali Olimpiade atau pun medali Asian Games, harus mengorbankan jerih payah yang sangat besar, sehingga tubuh anda akan mengalami banyak penyakit, dan penyakit-penyakit itu bukan berarti akan sembuh dengan sendirinya jika anda sudah berhenti menjadi atlet, penyakit fundamental seperti itu sama sekali tidak bisa diobati. Menjadi atlet, yang dapat mengalami masa keemasan mungkin hanya satu dua orang, bagi yang beruntung mungkin akan lebih baik. Jika tidak, maka hidup atlet itu mungkin tidak akan berakhir baik, ditambah lagi penyakit yang menjangkiti sekujur tubuhnya.”

Huang Xiaomin menyatakan, setelah pensiun banyak atlet hidup dalam kemiskinan, dan olahraga adalah proyek bagi PKT untuk memoles parasnya. Seorang atlet nasional lainnya bernama Chen Kai yang merupakan mantan atlet nasional bola basket juga mengatakan, bagi PKT atlet hanyalah sebuah alat.

Pada 1978, waktu itu Chen Kai yang berusia 25 tahun terpilih menjadi atlet nasional putra bola basket. Pada tahun yang sama ia ikut serta dalam Kejuaraan Bola Basket Dunia, ini juga kali pertama bagi RRT ambil bagian dalam perlombaan tingkat dunia. Perlombaan kali ini telah mengubah drastik pandangan norma kehidupan Chen Kai terhadap olahraga. Chen Kai menyatakan, atlet Amerika kebanyakan lahir dari sistem olahraga, sikap mereka terhadap olahraga itu sendiri adalah positif, mereka ikut serta karena berlandaskan kecintaan pada cabang olahraga tersebut. Sebaliknya di RRT, sebagian besar atlet dipilih pemerintah untuk dilatih bersama.

“Dan di saat yang sama hubungan eksistensi antar kedua pihak juga sangat tidak sehat, suatu hubungan yang sakit, sebagian besar adalah saling memanfaatkan, pemerintah memanfaatkan para atlet sebagai alat, dan para atlet juga memanfaatkan pemerintah untuk mendapat keuntungan. Mereka sama-sama memanfaatkan olahraga, dan tidak menghargai apalagi mencintai olahraga itu sendiri, mereka memanfaatkan olahraga itu sebagai metode untuk mendapat keuntungan bagi dirinya sendiri,” kata Chen Kai.

Menurut Chen kai, standard olahraga di RRT tidak mungkin ada inovasi, tidak mungkin bisa memberikan hal yang positif.

Chen Kai menambahkan, “Banyak orang beranggapan setelah meraih medali emas, setelah mengharumkan nama bangsa, akan mendapatkan keuntungan tertentu, namun pada akhirnya akan kecewa mendapati bahwa setelah meraih medali emas, jika tidak bisa meraih medali emas berikutnya, maka atlet itu akan disingkirkan, medali emas sudah tidak berguna lagi, mungkin akan digadaikan untuk mendapatkan uang bagi pengobatan cedera atau penyakit yang diderita, jadi dalam hal ini, seorang atlet pada dasarnya tidak dipandang sebagai seorang manusia, para atlet hanya semacam alat, yang akan dibuang setelah usai digunakan.”

Pada 2011 silam, ada berita mantan kapten tim atlet senam nasional bernama Zhang Shangwu mencari uang dengan bermain akrobat jalanan, berita itu sempat menggemparkan RRT.

Mantan juara senam RRT Zhang Shangwu mengatakan, “Saya bergabung dalam timnas di usia 12 tahun, sampai usia 20 tahun saya mundur karena cedera, lalu pulang ke daerah. Selama itu saya tidak memiliki masa kanak-kanak, hal yang paling dekat dengan saya di masa kanak-kanak adalah peralatan senam yang dingin, kuda-kuda pelana, batang tunggal, batang ganda, dan senam lantai.”

Selain Zhang Shangwu, masih banyak atlet ternama lainnya yang dikabarkan mengalami nasib tragis setelah mereka berhenti menjadi atlet. Mantan juara marathon yang meraih 19 medali emas bernama Ai Dongmei, tidak bisa mencari nafkah karena cedera kakinya, dan terpaksa harus menjual medali emasnya di pinggir jalan. Mantan juara angkat berat putri bernama Zhou Chunlan setelah berhenti menjadi atlet terpaksa harus menjadi tukang membersihkan punggung di tempat pemandian umum. (whs/rmat)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular