Google Menepis, Tolak Diperiksa Ditjen Pajak

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI akhirnya mendapat jawaban pasti dari Google Asia Pasific Pte Ltd di Singapura bahwa mereka menolak diperiksa Ditjen Pajak atas kegiatan bisnis dari Indonesia.  Google merasa bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) sehingga sudah semestinya tak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Hal demikian diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Khusus Ditjen Pajak, Muhammad Hanif beberapa waktu lalu di Jakarta. Menurut dia, manajemen Google dari Singapura mengembalikan surat perintah pemeriksaan Ditjen Pajak serta ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT).

Ditjen Pajak menyatakan akan melakukan investigasi atas penolakan ini setelah masa pemberlakuan Tax Amnesty berakhir. Walaupun demikian, Ditjen Pajak mengakui bahwa di dunia ini hanya Inggris yang berhasil menerima pajak meski pun diikuti Prancis tetapi masih belum sesuai dengan harapan.

Atas tanggapan dari Google Asia Fasifik di Singapura, Ditjen akan menjadi sebagai bukti permulaan. Namun Ditjen Pajak masih menunggu langkah-langka selanjutnya sebagai rangka menegakkan hukum di Indonesia.

“Kami akan tingkatkan ini menjadi bukti permulaan, lakukan investigasi. Kita tunggu sampai akhir September ini karena Pak Dirjen akan membuka keran untuk meningkatkan penegakan hukum. Tapi sambil menunggu, kita diskusikan langkah apa yang bisa dilakukan,” katanya seperti ditulis Reuters.

Hal sama juga ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa persoalan yang dihadapi Indonesia dengan Google Asia Fasific juga dihadapi semua negara atas transaksi elektronik. Terkait hal ini, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Dijen Pajak menggunakan peraturan perundangan di Indonesia bahwa e-comerce merupakan subjek pajak.

Plt. Kepala Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Noor Iza menuturkan pendapatan yang diperoleh dari e-commerce di Indonesia hanya pada 2015 mencapai US$800 juta. Angka ini, kata Iza, terus mengalami kenaikan hingga mencapai US$1 miliar pada 2016. “Sekitar 75 persen masuk ke Google dan Facebook,” ujar Noor Iza dihubungi wartawan, Jumat (16/9/2016). (asr)

 

 

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular