Oleh: Gao Tianyun
Diangkat dari kisah nyata, film baru Hollywood yang berjudul “Deepwater Horizon” menampilkan kembali peristiwa ledakan pada anjungan pengeboran minyak bumi di Teluk Meksiko enam tahun lalu. Film menceritakan pergumulan sengit melawan maut di tengah lautan bara api dan siksaan hati nurani di balik bencana tersebut.
Meskipun film belum dimulai namun ending-nya sudah diperkirakan, para penonton terkesiap menahan nafas, menyoroti tarian bara api yang membubung pada layar bioskop, terus berdoa bagi para tokoh di dalam film. Karya besar film bencana AS ini sungguh mendebarkan dan sangat menarik untuk disimak.
20 April 2010, Teluk Meksiko, di atas sebuah anjungan pengeboran minyak semi-terapung yang diberi nama “Deepwater Horizon”, sebanyak 126 orang pekerja sedang bekerja seperti biasa. Sumur minyak Macondo yang mereka garap belum selesai, jadwal kerja telah terlambat, anggaran telah melampaui batas.
Perusahaan British Petroleum (BP) yang menyewa anjungan minyak ini tidak sepaham dengan pengawas yang bertanggung jawab atas pekerjaan di sumur minyak. BP mengabaikan laporan ancaman keselamatan, dan menginginkan pekerja segera merampungkan pekerjaan.
Ketika waktu menunjukkan pukul 09:45 waktu setempat, terjadilah letupan sumur, ledakan, dan kebakaran, 11 orang mengalami naas. Anjungan tersebut terbakar selama 36 jam sebelum akhirnya tenggelam. Minyak mentah dalam jumlah besar tumpah ruah ke laut, dan menjadikannya sebagai peristiwa kebocoran minyak terparah sepanjang sejarah Amerika Serikat, yang juga menyebabkan bencana besar ekosistem laut di wilayah Teluk Meksiko.
Setengah bagian awal film itu menjelaskan latar belakang kisah nyata tersebut, memaparkan status para pemeran utamanya, kepribadian mereka, dan hubungan antar manusia, memberikan gambaran besarnya, lalu paruh akhir memperlihatkan ketragisan kecelakaan tersebut, letupan sumur yang mengerikan, gelegar suara ledakan dan kobaran api yang melahap langit secara bersamaan.
Pemeran utama pria Mike Williams adalah supervisor perawatan di bagian teknik. Sedetik sebelum ledakan, Mike sedang berbincang mesra dengan istrinya yang cantik, sedetik kemudian, tubuhnya terhempas oleh ledakan, dan jiwanya dalam bahaya. Nyawa, begitu lemah, takdir, sulit dikendalikan. Di bawah ancaman kematian, tekad untuk bertahan hidup, tanggung jawab di pundak, membimbing orang-orang yang berada dalam bahaya itu untuk menentukan pilihan.
Mike mengirim seorang rekan kerja yang cidera ke titik kumpul evakuasi untuk menaiki sekoci penyelamat, lalu tanpa ragu ia kembali ke kantor mencari rekan kerja lainnya. Ia menemukan kepala bagian konstruksi Jimmy yang terluka, Jimmy tidak peduli dengan lukanya dan kembali ke ruang kendali berusaha memutus bor, agar bencana tidak semakin meluas.
Pekerja muda bernama Caleb Holloway membantu Mike, bersama-sama menghidupkan generator darurat. Seorang lagi pekerja memanjat naik ke panggung tinggi berusaha untuk mengendalikan kerangka besi yang sudah goyah, mengorbankan nyawa demi menyelamatkan orang lain. Pada akhir film, Jimmy mengabsen satu persatu para kru dengan suara lantang, namun ada 11 orang tidak menjawab. Seratus orang lebih pekerja yang selamat dari maut berlutut bersama dengan pemimpin mereka, dan berdoa.

Penghormatan terhadap jiwa, ingatan terhadap kemanusiaan, selalu menjadi sorotan utama dalam kisah Hollywood. Film “Deepwater Horizon” mendapat aplaus dari banyak penonton. Efek khusus pada film juga sangat nyata, ketegangan semakin lama semakin kuat, penonton terlingkup dalam atmosfir menegangkan, seolah mengalami sendiri kekacauan yang mengerikan itu, secara jelas tekanan yang menerobos keluar dari belenggu kesulitan itu.
Untuk mengembalikan situasi saat itu, pihak produsen membangun anjungan dengan skala yang sama di sebelah tenggara negara bagian Louisiana, peralatan dan meteran di anjungan tiruan tersebut pun sesuai dengan aslinya. Menurut penuturan, itu adalah bangunan setting film terbesar yang pernah dibuat sepanjang sejarah perfilman.
Aktor Mark Wahlberg yang memerankan Mike Williams juga merupakan salah seorang produser. Dan Mark menyatakan, para pekerja yang tewas dalam tragedi ini seharusnya mendapat perhatian dari masyarakat. Ia khusus mengundang Mike Williams yang asli untuk bekerjasama dengan tim produser untuk memastikan detil di dalam film itu secara tepat.
Menurut Mike Williams, film ini telah menangkap setiap elemen yang wajib, dan menampilkan pengalaman pahit para pekerja. Malam itu, Mike adalah yang terakhir meninggalkan anjungan “Deepwater Horizon”. Waktu itu, semua sekoci telah meninggalkan anjungan. Dan Mike tidak ingin disebut sebagai pahlawan, menurut Mike ia hanya melakukan tanggung jawabnya.
Selain mengomentari keunikan seni, para kritikus film juga menunjukkan satu hal yang sangat penting. Dibalik tragedi tersebut, cara-cara perusahaan besar yang terlalu menitik beratkan pada keuntungan bisnis perlu introspeksi diri. Di dalam film, pelaksana proyek berkali-kali menyindir para manajer BP, hanya tahu soal “uang, uang, dan uang”. Mereka ibarat budak uang, demi menghemat waktu dan uang, mendesak pekerja untuk bekerja cepat.
Menurut berita, di kejadian nyata, ketika BP dan Halliburton menjalankan proyek pengecoran sumur minyak, jumlah semen yang dituangkan ke dalam sumur minyak dikurangi untuk menghemat biaya, menyebabkan masalah keselamatan sumur minyak.
Di dalam laporan penyelidikannya pihak BP melimpahkan sebagian besar tanggung jawab terhadap pemilik sumur minyak, yakni perusahaan pengeboran Swiss Transocean, dan perusahaan Halliburton AS yang bertanggung jawab memperkokoh sumur minyak, sedangkan terhadap tanggung jawab BP sendiri, hanya disimpulkan secara sederhana: akibat tidak memahami uji keselamatan pada sumur minyak, tidak bisa menerapkan “langkah pencegahan”.
Perusahaan Transocean pun segera mengeluarkan pernyataan, menuding BP dalam proses rancangan dan pelaksanaan proyek sumur ladang, telah membuat serangkaian keputusan penghematan, sehingga memperbesar risiko kecelakaan. Di saat menangani kasus ini, Departemen Hukum AS secara langsung melayangkan gugatan pidana kepada staf BP yang bertanggung jawab langsung, termasuk kejahatan pembunuhan. Akhirnya perusahaan BP harus membayar ganti rugi sebesar USD 42 milyar (546 triliun rupiah) dan mencapai kesepakatan damai dengan penggugat.
Di dalam film itu, putri Mike telah menulis sebuah laporan pelajaran di sekolah bertema penambangan minyak bumi. Dia melukiskan minyak bumi sebagai seekor dinosaurus, yang mendapat tekanan ganda dari manusia dan lautan. Ada penonton menilai, kata-kata ini memiliki makna paling mendalam. Ketika bencana datang dari langit, manusia seakan tak berdaya apa-apa dan tak mampu menahan.
Asap tebal mengangkasa, seketika itu sumur minyak berubah menjadi neraka. Pada akhir film, diiringi lagu pedesaan yang melodis, nama dan foto 11 orang pekerja yang mengalami naas ditampilkan. Melihat wajah tersenyum mereka semasa hidup, penonton membisu, dan merenungkan kembali hidup ini di tengah kesedihan. (sud/whs/rmat)