Penilaian Awal Tim IMF Laporkan Kinerja Ekonomi Indonesia Baik

JAKARTA – Lembaga keuangan dunia, Dana Moneter Internasional (IMF mengeluarkan laporan hasil penilaian awal Tim Dana Moneter Internasional (IMF) atas ekonomi Indonesia tahun 2016. Laporan ini dimuat dalam laporan hasil asesmen konsultasi tahunan IMF (Article IV Consultation). BI menyatakan menerima dan menyambut dengan baik atas laporan yang disampaikan IMF.

Melansir dalam siaran pers BI, Selasa (29/11/2016) secara garis besar, Tim IMF menyampaikan bahwa kinerja perekonomian Indonesia tetap dalam kondisi baik, didukung oleh bauran kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural yang sehat.

Menurut BI, IMF menyampaikan otoritas mampu mengelola perekonomian dengan baik di tengah dinamika perubahan kondisi perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi tetap kuat, inflasi telah menurun signifikan, dan defisit transaksi berjalan tetap terjaga. Semua pencapaian ini mendukung outlook perekonomian yang positif.

Tim IMF yang dipimpin oleh Luis E. Breuer telah mengunjungi Indonesia pada 7 – 18 November 2016. Penilaian awal atas perekonomian Indonesia tersebut selanjutnya akan dibahas dalam pertemuan Executive Board IMF, yang dijadwalkan pada Januari 2017.

Article IV Consultation IMF merupakan bagian dari aktivitas monitoring (surveillance) IMF yang dilakukan satu kali dalam setiap tahun terhadap setiap negara anggota. Tim bertukar pandangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia, dan lembaga publik lainnya, serta perwakilan dari sektor swasta, akademisi, dan mahasiswa tentang perkembangan ekonomi dan pasar keuangan terkini dan prospek jangka pendek-menengah.

Selanjutnya, Tim IMF menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 diperkirakan sebesar 5,0% terutama didorong konsumsi swasta yang kuat. Di tahun 2017 pertumbuhan diperkirakan sebesar 5,1%, didorong oleh konsumsi swasta serta investasi swasta yang perlahan membaik sebagai respons atas membaiknya harga komoditas dan tingkat suku bunga yang lebih rendah.

Laporan lainnya menyebutkan, inflasi diperkirakan meningkat dari 3,3% pada 2016 menjadi sedikit di atas nilai tengah kisaran target 3-5% pada akhir 2017, terutama sebagai dampak alokasi subsidi listrik yang lebih baik. Defisit transaksi berjalan diperkirakan meningkat dari 2% dari PDB pada tahun 2016 menjadi 2,3% dari PDB pada tahun yang akan datang karena peningkatan investasi dan impor.

Risiko yang dihadapi utamanya muncul dari eksternal, yang bersumber dari ketidakpastian mengenai kebijakan pemerintah baru Amerika Serikat, kondisi keuangan global yang lebih ketat, pertumbuhan Tiongkok yang lebih lemah dibanding perkiraan, pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Amerika Serikat, dan kembali menurunnya harga komoditas.

Risiko domestik meliputi bantalan fiskal (fiscal buffer) yang lebih rendah, yang mencerminkan penurunan penerimaan pajak atau tingginya tingkat bunga di tengah kondisi keuangan global yang lebih ketat. (asr)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular