Militer Suriah pada Kamis (22/12/2016) mengumumkan bahwa mereka telah berhasil merebut kembali kota terbesar kedua Suriah Aleppo dari tangan pasukan pemberontak.
Ini merupakan kemenangan terbesar bagi militer Suriah selama 6 tahun perang saudara. Dengan demikian diharapkan perang yang sudah berlangsung selama itu saudara bisa segera berakhir.
Central News Agency mengutip ucapan pejabat militer Suriah memberitakan, bahwa pengumuman dari markas komando Suriah menyebutkan Aleppo telah berhasil direbut kembali dari tangan para pasukan teroris dan keamanan sudah mulai pulih.
Ini adalah berkat dedikasi dan pengorbanan darah dari para pejuang Suriah termasuk keberanian dan pengorbanan dari para anggota militer Suriah dan negara sekutu.
AFP melaporkan, puluhan ribu pasukan pemberontak dan warga sipil meninggalkan Aleppo sudah berakhir pada Kamis kemarin. Pihak militer Suriah mengatakan bahwa Aleppo sudah sepenuhnya dikuasai oleh pemerintah Suriah.
Ini merupakan kemenangan terbesar bagi pasukan pemerintah Assad dalam berperang melawan pasukan teroris sejak Perang Suriah yang meletus pada tahun 2011.
“Kemenangan dalam merebut kembali Aleppo menandakan bahwa perang melawan teroris sudah memasuki saat yang menentukan,” ujar seorang komandan Suriah.
Pihak militer Suriah mengatakan bahwa kelompok terakhir dari pasukan pemberontak beserta keluarga mereka yang masih terperangkap di bagian timur Alepppo sudah mulai dievakuasi pada siang harinya.
Sesuai kesepakatan penarikan yang dibuat sebelumnya, para pasukan pemberontak akan dievakuasi secara bertahap menuju daerah pedesaan di wilayah barat Aleppo dan sekitar Idlib. Menurut PBB, sedikitnya ada 34.000 orang yang sudah dievakuasi dari bagian timur Aleppo selama satu pekan lalu.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) beberapa waktu lalu mengatakan bahwa lebih dari 4.000 pasukan pemberontak akhirnya meninggalkan daerah di Aleppo yang mereka kuasai.
Juru bicara wanita ICRC, Ingy Sedky mengatakan, selama Rabu dan Kamis siang malam itu ada lebih dari 4.000 orang pasukan pemberontah yang dievakuasi dari bagian timur Aleppo yang mereka kuasi dengan menggunakan sejumlah kendaraan pribadi, truk dan pick-up.
Sementara itu, sebuah usulan dari Liechtenstein dan negara-negara lain telah dikukuhkan menjadi resolusi melalui sideng pleno Majelis Umum PBB yang diselenggarakan pada Kamis kemarin. Usulan tersebut berisikan antara lain seruan kepada dewan di PBB untuk membentuk mahkamah pidana internasional yang adil dalam investigasi terhadap individu atau kelompok yang melakukan pelanggaran hukum internasional dan HAM selama konflik Suriah.
Rancangan resolusi yang diberi judul “Untuk Membantu Lembaga Internasional yang Independen dan Imparsial dalam Penyelidikan dan Penuntutan terhadap Tersangka yang Melakukan Pelanggaran Hukum Internasional yang Dilakukan di Wilayah Suriah sejak Maret 2011.”
Ini diusulkan oleh negara Jerman, Turki dan 39 negara lainnya untuk dijadikan resolusi PBB.
Sebagai negara konseptor resolusi, wakil tetap Liechtenstein di PBB Christian Wenaweser mengatakan, banyak pelanggar hukum internasional dan HAM serius selama konflik Suriah berlangsung sampai sekarang masih bebas berkeliaran, untuk itu mereka perlu secepatnya dijerat dengan hukuman.
Sekjen PBB Ban Ki-moon dan Komisaris Tinggi untuk HAM, Pangeran Zeid bin Ra’ad telah berulang kali menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menyerahkan penanganan situasi di Suriah kepada Mahkamah Pidana Internasional. Tetapi hak veto yang dimiliki negara anggota tetap membuat Dewan Keamanan belum mampu bertindak. Oleh sebab itu, Liechtenstein dan sejumlah negara anggota lain kemudian berharap menggunakan usulan resol suara menolak dan 52 suara abstein.usi untuk menembus kebuntuan yang ada.
Akhirnya, resolusi dapat disahkan dalam sidang pleno pada hari Kamis itu dengan cara referendum yang menghasilkan suara 105 mendukung, 15 menentang dan 52 suara abstain. (sinatra/rmat)