Bagi sebagian besar orang tua, membesarkan anak-anak adalah sebuah proses kekecewaan berkesinambungan. Saat Anak-anak masih kecil, tampak lucu dan menggemaskan. Dalam hati orang tua juga penuh dengan harapan, terus membayangkan seraut kebahagiaan/keberhasilan anak-anaknya di kemudian hari.
Ketika anak-anak menginjak usia 4 atau 5 tahun, perangainya tiba-tiba berubah, sama sekali berbeda seperti yang dibayangkan semula.
Baju bersih yang baru dipakai di pagi hari dipastikan tidak akan bertahan sampai siang ; Mulai berani membantah, pintar mencari-cari alasan, selalu punya alasan terhadap apa pun yang dilakukan ; tabiatnya juga mirip “keledai” (bebal/keras kepala), hal-hal yang tidak diperbolehkan justru semakin ingin dilakukan.
Tidak masalah nakal dalam batas wajar dan bisa ditolerir, tapi yang membingungkan dan memusingkan orang tua adalah : Anak-anak justru semakin nakal/tidak mendengar kalau dibilangin ! Dengan sabar dan lembut kita beritahu, tapi mereka tidak menggubris. Sebaliknya kalau kita tegur dengan keras, dimana meskipun hanya sebatas bibir mengaku salah, tapi beberapa hari kemudian kumbuh lagi penyakitnya.
Mengapa bisa begitu ?
Sebelum memecahkan masalah ini, simak dulu pengetahuan psikologi yang lucu ini- “Jangan pikirkan gajah merah muda itu” (tes psikologi).
Ini adalah nama sebuah tes psikologi yang terkenal, yang dinamakan “Jangan pikirkan gajah merah kuda itu.” Psikolog mengumpulkan sejumlah relawan, dan memberitahu kepada mereka : “Di dalam rumah di depan mata kalian ini, ada seekor gajah merah muda. Dalam beberapa waktu berikutnya, saya meminta kalian untuk mengendalikan(menahan) sejenak pikiran Anda, jangan pikirkan hal itu, jangan sekalipun memikirkannya.”
Hasilnya, para relawan merasakan kalau hal ini sangat sulit dilakukan. Karena sebagian besar “menahan” (pikiran) itu akan diiringi dengan sugestif yang sangat kuat, dan akan membangkitkan rasa ingin tahu yang kuat.
Pemikiran dan mental Anak-anak yang belum matang, jauh lebih mudah menerima petunjuk atau isyarat dari suatu yang “dilarang”, lebih mudah dibangkitkan rasa ingin tahunya oleh “larangan ini”, jadi, kata-kata sepanjang hari orang tua “jangan begini” atau “tidak boleh begitu” kepada anak-anak, justru malah dengan sengaja akan dilakukan mereka.
Lantas, bagaimana sebaiknya?
Sebenarnya, banyak anak-anak bukan benar-benar nakal, keras kepala sampai-sampai tidak ada harapan lagi, tapi cara komunikasi orang tua yang tidak tepat. Yang perlu dilakukan agar anak-anak patuh, coba ganti cara berbicara Anda dengan mereka.
Tip sederhana tentang cara berkomunikasi dengan anak-anak berikut ini mungkin dapat membantu Anda :
1. Instruksi Anda, jangan diulang dua kali
Ketika masih asik nonton TV belum juga mau makan, atau ketika anak-anak lebih asik bermain dengan iPadnya dan lupa mengerjakan PR, banyak orang tua yang menggerutu dan terus mengomel sambil mengancam : “Cepat matikan TV nya, ayo makan dulu!” Kalau masih asik bermain dengan iPadmu, nanti ayah/ibu pukul ya!” Kamu tidak dengar ya, masih main lagi, sudah berapa kali ayah/ibu ingatkan ?”
Setiap hari memarahi anak-anak dan berulang kali seperti ini. Tapi pada akhirnya, si anak tetap saja seperti itu, tidak berubah.
Semakin sederhana instruksi, permintaan kita kepada orang yang lain, akan lebih memberi efek, jika hanya menggerutu/mengomel, tidak akan memberi efek yang berarti. Ketika instruktur memberi perintah kepada para prajurit, akan mengatakan “Perhatian!” “Istirahat di tempat!” Jarang mengatakan : “selanjutnya akan saya sampaikan bla..bla…, semuanya berdiri tegak, tarik napas dalam, angkat kepalanya dan sebagainya. Berapa kali sudah saya (ayah/ibu) katakan, tapi kalian masih saja bandel tidak mendengarkan.”
Di lain waktu ketika Anda menyuruh anak-anak mematikan TV, mungkin Anda bisa melakukan hal-hal seperti ini :
Pertama, tinggalkan dulu pekerjaan Anda, lalu hampiri anak Anda, kemudian menatapnya sejenak.
Kedua, ketika anak-anak menyadari ada yang tidak beres dengan suasananya, dan saat memalingkan wajahnya melihat Anda menghampirinya, maka Anda harus dengan ringkas dan tegas katakan kepadanya, cukup sekali ayah/ibu katakan : “Nak, matikan TV-nya, sekarang waktunya makan!”
Ketiga, minta anak-anak mengulangi dengan tepat perintah/permintaan Anda barusan.
Keempat, jika anak bergeming, Anda berdiri saja di sampingnya sambil menatapnya.. (dengan syarat tidak ada hal penting yang harus Anda kerjakan saat itu).
Kelima, umumnya jika praktek ini berhasil, minimal si anak akan menunjukkan rasa tidak enaknya terhadap Anda atau menyerah. Pada saat ini, manfaatkan masa lunaknya secara psikologis, dan berikan dorongan (semangat/pujian) yang sederhana : “Ayah/Ibu tahu kamu adalah sosok anak yang baik yang bisa makan tepat waktu, ayo kita makan sekarang.”
2. Mengakui emosional anak
Ketika Anda merasakan anak-anak menunjukkan ketidakpatuhannya, Anda bisa mencoba mengatakan : “Tampaknya kamu lagi marah ya ?” “Kamu merasa kecewa ?” Dengan kata lain Anda mewakilinya mengungkapkan emosi batin ?
Anak-anak yang usianya masih belia, belum tahu cara mengungkapkan atau melampiaskan emosinya dengan benar, karena itu, emosi mereka menjadi labil ketika suasana hatinya sedang buruk. Jika orang tua bisa membantu anak-anak mengungkapkan perasaan/uneg-uneg mereka, pertama, mereka akan merasa diperhatikan orang tua, sehingga akan lebih patuh seiring dengan kesempatan itu. Kedua, hal ini juga secara tidak langsung mengajarkan anak-anak bagaimana menyampaikan emosi (perasaan) mereka, bukannya marah-marah secara membabi buta.
3. Sebelum menegur/memarahi anak-anak, sebaiknya peringatkan dulu
Sehari-hari, orang tua juga seyogianya mengungkapkan perasaannya : “Sekarang ayah/ibu agak kesal, karena kalian yang dulunya selalu makan tepat waktu itu sekarang lebih mementingkan TV (nonton).
Dengan demikian, anak-anak setidaknya menyadari telah membuat ayah/ibu marah, dan konsekuensinya akan fatal kalau masih bandel juga.
4. Memberikan satu pilihan kepada anak
Ketika kita menegur/memarahi anak-anak, kita selalu berkata : “Tahu apa kesalahanmu ?” Tidak, coba pikirkan lagi, apa kesalahannya ?”
Sebenarnya, ketika sebagian besar anak-anak ditegur-dimarahi seperti ini, acapkali merasa diakali, karena merasa benar-benar tidak tahu apa sebenarnya kesalahan mereka, apalagi memperbaikinya. Dalam hal ini, teguran maupun tekanan juga tidak ada gunanya. Yang benar-benar dibutuhkan Anak-anak adalah orang tua memberikan satu pilihan : “Kamu punya dua pilihan, terus menikmati TV kamu, tapi satu pekan berikutnya nanti tidak boleh nonton TV ; Kedua, kalau kamu matikan TV-nya sekarang dan pergi makan, kamu masih boleh nonton satu jam setiap harinya. Kamu pilih saja !”
Mendidik anak-anak adalah sebuah pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan ketrampilan, semakin Anda khawatir semakin tidak memberi efek yang diharapkan. Dengan pikiran/sikap yang tenang, lebih banyak memahami pengetahuan/keterampilan, dan bisa bersabar, maka masalahnya bisa dipecahkan dengan mudah. ( NTDTV/Jhn/Yant)