Oleh: DR. Frank Tian, Xie
Kosa kata “Social Media” dari bahasa Inggris biasanya diartikan dengan “sosial media” (sosmed) dalam bahasa Indonesia. Namun jika dilihat dari fenomena saat ini, ini sudah bukan lagi sekadar “sosial media” yang hanya berupa sarana bagi masyarakat untuk bersosialisasi saja, melainkan sudah menjadi semacam “media massa social.”
Suatu sarana media massa baru. Jadi, untuk menjelaskan makna kata “social media” dari bahasa Inggris secara tepat dengan bahasa Indonesia seharusnya adalah “sosial media” + “media massa sosial”.
Hal yang dimaksud dengan “Social Media” adalah sarana bagi masyarakat untuk berbagi berbagai informasi, pesan, pemikiran, hobi, serta kesukaan dan lain sebagainya, dengan memanfaatkan teknologi yang berlandaskan komputer dan jaringan internet.
Namun karena “social media” bersifat sangat interaktif antar sesama pengguna maka terjadi pertukaran informasi yang sangat cepat, membuat fungsi “social media” ini sudah tidak sebatas sarana bersosialisasi semata, melainkan telah menggantikan banyak fungsi pada media massa konvensional.
“Social Media” yang terdapat di berbagai penjuru dunia antara lain adalah facebook, WhatsApp, QQ dan WeChat dari Tiongkok, Twitter, LinkedIn, Instagram, QZone, YouTube, Tumblr, dan lain-lain.
Sembilan jenis sosmed tersebut di atas memiliki setidaknya 300 juta hingga 1,7 milyar pengguna aktif. Dalam sejarah manusia, belum pernah ada satu pun bentuk media massa yang mampu mengumpulkan begitu banyak massa dalam satu forum. Di Amerika Serikat, sebanyak 84% pemuda memiliki sebuah akun facebook.
Memang, kritik terhadap sosmed sendiri juga tidak pernah sepi, termasuk masalah ekstrim yang saling bertolak belakang, masalah tingkat kepercayaan, masalah terlalu terkonsentrasi, faktor ikut-ikutan, dapat diandalkan atau tidak, hak milik informasi, masalah privasi, dampaknya terhadap hubungan antar manusia serta serangkaian masalah lainnya.
Dampak yang ditimbulkan sosmed terhadap media massa, dampaknya terhadap politik dalam negeri Amerika, terpampang jelas dalam pilpres AS kali ini.
Dampak politik yang ditimbulkan oleh sosmed terlihat pada masyarakat yang kian lama kian banyak yang mendapatkan informasi maupun berita yang bersifat politik dari sosmed. Tapi sosmed juga memungkinkan dalam waktu yang sangat singkat, membuat nama baik seorang politikus terhempas dan kandas dengan pencemaran nama baik, padahal informasi seperti ini mungkin tidak benar (Hoax).
Walaupun kemudian mungkin bisa diklarifikasi, tapi efek yang ditimbulkan sudah tidak mungkin dipulihkan sepenuhnya. Informasi pemilu politik jika dimanfaatkan dengan benar, maka bantuan yang ditimbulkan oleh sosmed terhadap capres sungguh luar biasa.
Sosmed telah memberikan kesempatan dan jalur bagi orang-orang yang tidak memiliki kesempatan untuk bersuara, pengguna facebook bisa mengirim ulang, berbagai konten yang mereka sukai. Satu fungsi penting pada Twitter adalah “Re-Tweet”.
Cara penyebaran ibarat bola salju yang bergulir kian lama kian besar seperti ini, coba saja Anda bayangkan, jika ratusan juta orang mengirim Twitter lalu Re Tweet lagi, lalu Re Tweet lagi, beberapa kali saja, secara teori, hampir sebagian besar penduduk dunia bisa terhubung.
Kata “Social” sendiri memiliki dwi makna yaitu masyarakat dan interaksi masyarakat. Baik Facebook, maupun Instagram, saat diciptakan awalnya bermisi interaksi masyarakat, sedangkan Twitter sejak awal memang dibentuk untuk dwifungsi yakni sebagai sarana interaksi masyarakat dan tujuan kemasyarakatan.
Ketika kata “social media” ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia, telah kehilangan makna pertamanya dan telah berubah menjadi murni media untuk “bersosialisasi”. Sebenarnya sarana ini telah berubah menjadi semacam tipe media massa jenis, ekosistem media massa, dan struktur media massa yang sama sekali baru, yang telah mendistrosi konsep media massa dalam arti konvensionalnya, juga mendistorsi seluruh industri media massa konvensional.
Makna yang lebih jauh dan mendalam baru mulai terlihat sekarang ini. Tersingkirnya media konvensional, tidak sulit dimengerti dari hukum sebab akibat. Mengapa media massa bisa eksis?
Ketika sejarah mengalami reformasi besar, media massa umumnya berguguran, mereka akan tergantikan, ini adalah proses alami. (sud/whs/rmat)
BERSAMBUNG