SINGKAWANG – Ribuan Warga Tionghoa di Kota Singkawang, Kalimantan Barat turun ke jalan guna mengikuti ritual Cuci Kampung, Jumat (10/2/2017). Tradisi ini digelar guna menyambut datangnya Cap Go Meh atau 14 hari usai Tahun Baru Imlek, Sabtu (11/2/2017) besok.
Sejak pagi hingga menjelang sore, ratusan kelompok umat Tri Dharma tampak turun ke jalan membawa bendera, menggotong tandu, dan membunyikan musik tradisional yang terdiri dari drum dan cengceng. Ada pula yang mengenakan pakaian-pakaian tradisional zaman dinasti Tiongkok, layaknya Panglima Perang serta ada pula yang menarikan Barong Say.
Seperti yang tampak di Kampung Kopisan, Singkawang Selatan, Tradisi ini diawali dengan memuja roh leluhur dan para Dewa di rumah tetua adat yang disebut Tatung. Tetua yang sering dipanggil ‘manusia sakti’ itu kemudian di arak dengan tandu sepanjang jalan menuju Pekong atau Kelenteng Kampung.
Terdapat belasan Tatung di Kampung ini. Mereka pun berkumpul di Pekong Kampung bersama ratusan warga Tionghoa. At Han, salah seorang Tatung mengatakan, ritual ini bertujuan untuk meminta bantuan Dewa guna mengusir roh jahat.
“Ini nanti kita mengusir roh jahat. Sekalian jalan sampai Pekong, silahturahmi sama leluhur. Bersama-sama dengan Tatung lain,” ujar pria paruh baya tersebut.
Sepanjang perjalanan, atraksi mirip kekebalan tubuh mewarnai aksi ritual para tatung. Ada yang duduk di tandu dengan bangku berpaku atau bermata pedang, ada pula yang menebas-nebas leher dan paha dengan pedang tajam.
Setelah berkumpul di Pekong Kampung, para Tatung lalu memimpin umat menuju sejumlah Pekong yang lebih besar yang ada di Kota Singkawang.
Dari satu pekong ke pekong lainnya yang berdekatan, para tatung tampak diarak dengan tandu. Namun, untuk menuju pekong yang berjauhan, tatung duduk dan berdiri pada tandu yang dinaikkan di atas mobil bak terbuka atau truk.
Di Wihara Budi Mulia, Jalan Ali Anyang, puluhan rombongan datang silih berganti dengan menggunakan truk dan mobil lainnya. Atraksi barongsai dan Tatung juga menyemarakkan acara Cuci Kampung. Puluhan warga pun turut menyaksikan dan mengabadikan kegiatan di wihara ini dengan kamera dan telepon seluler.
Sementara di Kelenteng tertua di Kota Singkawang, Wihara Tri Dharma Bumi Raya, kedatangan para Tatung dan rombongannya menjadi atraksi wisata bagi ratusan warga dan wisatawan. Wisatawan lokal, domestik, dan internasional datang silih berganti.
Di Wihara Tri Dharma yang juga dikenal sebagai Toa Pekong ini tidak hanya Tatung dari Singkawang yang berdatangan untuk menjalani prosesi persembahyangan. Tatung dari Kabupaten Sambas dan Bengkayang juga turun datang untuk bersilahturahmi dengan para leluhur umat Tionghoa dan para Dewa.
Dari Toa Pekong, mereka biasanya melanjutkan persembahyangan ke sejumlah Kelenteng di permukiman tertua di Kalimantan Barat. Karena jarak tempuh yang tidak lebih dari lima kilometer, rombongan biasanya berjalan kaki. Namun, Tatung senior biasanya diarak diatas tandu dengan kursi yang terbuat dari mata pedang atau tombak. (Wayan Adi/asr)

