JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) pajak ke Google Asia Pacific Pte Ltd. Selanjutnya, Dirjen Pajak menunggu jawaban versi google tentang nominal yang harus disetorkan sebagai pajak.
“Kalau Google sudah diberikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan,” kata Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Namun demikian, Ken menolak menyebutkan nominal tagihan pajak yang harus disetorkan ke kas negara. Menurut dia, hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan tak boleh dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
“Hasilnya tanya ke pemeriksa dan itu tidak boleh diberitahukan,” jelasnya secara singkat.
Saat ditanya tentang kapan SPHP diterbitkan, Ken mengaku lupa hanya saja yang dia ingat bahwa SPHP sudah diterbitkan. Selanjutnya, pihak Google melakukan verifikasi dan menjawab hasil pemeriksa pajak.
“SPHP nya sudah, tanggalnya Lali aku. Konsekuensinya dijawab benar apa tidak temuan pemeriksa, itu saja,” jelas Ken.
“Jadi SPHP itu begini, kalau saya kasih surat, kalau saya temukan koreksi 10, terus kamu jawab misalnya cuma 7. Tapi aku belum tahu nilainya tanya pemeriksa,” lanjutnya.
Tentang penolakan Google sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Dirjen Pajak menegaskan hal demikian tak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Apalagi Indonesia bukan sebagai anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD-Organisation for Economic Co-operation and Development).
“Indonesia bukan anggota OECD, kita tidak tunduk pada OECD. UU kita sudah yang paling benar,” jelasnya. (asr)