Erabaru.net. Aku berasal dari sebuah desa kecil, saat kelas enam SD, orangtuaku bercerai karena ayah suka berjudi. Ayah pergi meninggalkan aku dan adikku, sedangkan ibu menikah lagi, dan kemudian inilah awal ceritanya…..

Saat ibuku menikah lagi pada hari itu, diam-diam aku pergi ke sungai dan menangis, dan tak disangka, ayah tiriku mencariku, sambil membawa makanan.
Dia bilang mereka semua sangat khawatir denganku karena pergi tanpa memberitahu.
Aku merasa jijik mendengarnya berkata seperti itu. aku sama sekali tidak peduli padanya, karena aku merasa dia hanya berpura-pura baik padaku, dan akhirnya aku pun pulang sambil menangis.
Setelah duduk di bangku SMP, aku menjadi tidak suka sekolah, terkadang bolos sekolah, dan lebih suka melawan ibuku.
Aku bergaul dengan anak-anak nakal untuk membalas ibuku, karena dia berpisah dengan ayah yang menyebabkan aku kehilangan kasih sayang ayah kandungku, dia mencurahkan cintanya pada pria lain.
Ayah tiri dan ibu tahu akan hal ini. Suatu ketika ayah tiri memukulku dengan sabuk celananya karena hasil ujianku jelek.
Dia mengatakan bahwa sebagai seorang ayah, dia berhak dan berkewajiban mengurusku.
Dia mengumpat sembari memukulku, dan menyuruhku berlutut di depan meja makan, tidak memberiku makan, kemudian bahkan mengancam tidak akan memberi uang jajan dan menyuruhku pergi dari rumah saja jika mendapatkan nilai jelek lagi.
Seketika aku pun berpikir ternyata memang begitulah sikap seorang ayah tiri, sekarang dia menunjukkan watak aslinya.
Begitulah selama beberapa tahun, hari-hari kulewati seperti itu.
Setelah lulus SMA, aku pun tidak mau melanjutkan kuliah, karena kehidupan di luar sekolah jauh lebih menyenangkan daripada studi, bisa bekerja mencari uang sendiri tanpa dibelenggu, aku bisa bermain sepuasnya, mencari pasangan.
Ayah tiri mengatakan tidak apa-apa aku tidak mau kuliah, dan kerja di luar, tapi setengah gajiku harus diserahkan padanya, dengan alasan sebagai biaya hidup adikku.
Adikku masih sekolah dan biaya pengeluarannya juga cukup besar. Aku sangat menyayangi adikku, meski aku sangat membenci ayah tiriku, tapi agar bisa secepatnya keluar dari rumah ini, aku pun terpaksa setuju.
Aku juga khawatir adikku akan menjadi sasaran kemarahannya setelah kepergianku. Jadi aku menyetujui permintaannya. Kemudian aku bekerja di suatu kota.
Selama kerja dan tinggal di kota, aku selalu secara teratur mengirim uang ke rekening ayah tiri, aku ingin adikku bisa hidup lebih nyaman, bisa membeli makanan apa pun yang disukai, tidak sepertiku dulu.
Begitulah selama 8 tahun berjalan, aku nyaris tidak punya tabungan apa pun, semua uangnya terkuras habis oleh ayah tiri.
Tak lama kemudian aku menjalin hubungan dengan seorang pria, dan karena masing-masing merasa cocok, ditambah dengan usia yang tidak muda lagi, aku pun berencana menikah, dan mengajak pacarku pulang ke rumah.
Ibuku sangat senang begitu melihatku dan terhadap pacarku, ia juga senang, tapi yang mengejutkan ternyata ayah tiri juga sangat senang, ia menyambut pacarku dengan hangat, berbincang-bincang layaknya sahabat lama.
Aku seperti melihat air mata di sudut mata ayah tiriku, tapi kupikir aku mungkin salah lihat, mungkin matanya kemasukan pasir atau jangan-jangan kali ini dia sedang memikirkan uang kawin dari calon mertuaku.
Bagaimanapun, dalam hatiku, ayah tiriku tetaplah orang luar yang selalu galak dan kasar terhadapku.
Tak lama kemudian aku pun menikah dengan pacarku. Suatu hari, aku mendapatkan sebuah paket dari kampung.
Tak disangka ternyata paket itu berasal ayah tiri yang kubenci, aku heran apa sih yang bisa dikirimkan untukku.
Ketika aku membuka paket itu, aku pun seketika tak bisa menahan gejolak perasaanku, dan air mataku mengalir, aku berteriak sambil menengadahkan kepala ke langit, mengapa…..!
Isi paket itu ternyata adalah buku tabungan, dan tertulis pesan di pinggirnya, aku pun langsung tahu itu adalah penanya ayah tiri yang bunyinya :
“Itu adalah uang hasil kerjamu bertahun-tahun yang kamu kirimkan selama ini, semuanya masih utuh, tak sepeser pun ayah menyentuhnya, total ada sekitar 600 juta ditambah sejumlah uang dari ayah-ibumu.
“Uang itu akan sangat kamu butuhkan kelak saat punya momongan. Jalanilah hari-harimu dengan bahgaia”.
“Kamu juga tidak perlu khawatir mengenai ayah-ibumu di kampung.”
“Dulu ayah memang sengaja bersikap keras padamu, membangkitkan emosimu, dengan harapan supaya kelak kamu bisa sukses, kami adalah orang-orang yang sudah merasakan pahit getirnya hidup, dan sebelumnya ayah juga minta maaf”.
Itulah sekelumit kata demi kata yang menghujani perasaanku. Aku terpaku diiringi linangan air mata haru, menyesal dan perasan yang bercampur aduk.
Tak kusangka, justru aku telah membencinya selama bertahun-tahun, jika tidak ada paket ini, apakah aku masih akan selamanya berprasangka buruk kepadanya.
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan pemikiran dan rencana yang telah dipersiapkannya untukku.
Orang-orang bilang menjadi ayah tiri itu tidak mudah, banyak kesan negatif, tapi tampaknya tidak semua ayah atau ibu tiri itu seburuk yang dibayangkan.
Mungkin aku termasuk anak yang beruntung, ternyata aku memiliki seorang ayah tiri yang hebat dan aku sangat beruntung bisa bertemu dengan sesosok ayah ini dalam hidupku.(jhn/yant)
Sumber: happytify.cc