Kunjungan Jim Mattis ke Beijing Diskusikan Masalah Berduri yang Kontroversial

Menteri Pertahanan AS Jim Mattis tiba di Tiongkok pada 26 Juni untuk kunjungan tiga hari, menjadi kepala pertahanan pertama yang mengunjungi Tiongkok sejak Presiden Donald Trump menjabat.

Hubungan antara Tiongkok dan Amerika Serikat baru-baru ini telah tegang karena sengketa perdagangan. Mattis, yang dikenal karena kritiknya terhadap kehadiran militer Tiongkok yang semakin meningkat di Laut China Selatan, kemungkinan akan mencari dialog mengenai hal ini dan masalah diplomatik lainnya yang kontroversial di Asia, seperti sikap Tiongkok yang semakin agresif atas Taiwan dan denuklirisasi Korea Utara.

Mattis, yang disambut dengan karangan bunga saat dia keluar dari pesawat di Beijing, berhati-hati untuk menghindari ketegangan saat berbicara dengan para wartawan.

“Saya ingin masuk, saat ini, ‘tanpa meracuni sumur’ khususnya pada saat ini, seolah-olah pikiran saya sudah terbarui untuk melakukan sesuatu,” kata Mattis. “Saya pergi ke sana untuk melakukan percakapan.”

Menteri Pertahanan Amerika Jim Mattis
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis tiba di sebuah hotel untuk kunjungannya ke Beijing pada 26 Juni 2018. (Wang Zhao / AFP / Getty Images)

Istilah ‘meracuni sumur’ adalah kesalahan di mana informasi yang berlawanan yang tidak relevan tentang target secara dirancang disajikan kepada khalayak, dengan maksud mendiskreditkan atau mengejek segala sesuatu agar orang target tersebut segera bersiap mengatakan sesuatu.

Pada bulan Mei, angkatan udara Tiongkok mendaratkan pesawat-pesawat pembom di beberapa pulau buatan yang telah dibangun rezim Tiongkok di Laut China Selatan. Segera setelah itu, Amerika Serikat membatalkan undangan untuk Tiongkok agar berpartisipasi dalam latihan angkatan laut bersama yang diselenggarakan AS di Samudra Pasifik, yang terbesar di dunia, dengan menyebut aktivitas-aktivitas Tiongkok di Laut China Selatan sebagai penghalang stabilitas di kawasan tersebut.

Kemudian, pada awal Juni, Amerika Serikat menerbangkan pesawat-pesawat pembom di Kepulauan Spratly yang disengketakan, menantang klaim-klaim kedaulatan Tiongkok di sana.

Sekitar waktu yang sama, Mattis mengkritik Tiongkok dalam pidato yang disampaikan dengan keras dalam Dialog Shangri-La, KTT keamanan, yang diadakan di Singapura awal bulan ini.

“Ketika ia datang untuk memperkenalkan apa yang telah mereka lakukan di Laut China Selatan, ada konsekuensinya,” kata Mattis. “Ada konsekuensi yang akan terus datang ke rumah untuk menginap bersama Tiongkok jika mereka tidak menemukan cara untuk bekerja lebih kolaboratif dengan semua negara yang memiliki kepentingan.”

Pernyataan seperti ini telah mengganggu rezim Tiongkok.

Sementara itu, Amerika Serikat berusaha memperkuat hubungan dengan Taiwan, menghitungnya sebagai sekutu strategis dalam melawan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. Amerika Serikat baru-baru ini meluncurkan kedutaan de facto yang baru dibangun di Taiwan, dan pada bulan Maret, Trump menandatangani undang-undang yang akan memungkinkan pertukaran diplomatik tingkat tinggi antara kedua negara.

Beijing menganggap Taiwan bagian dari wilayahnya, dan keterlibatan semacam itu tampaknya semakin membuat jengkel pemerintah Tiongkok.

Media pemerintah Tiongkok menyatakan jauh sebelum kunjungan Mattis. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Global Times yang dikelola negara, telah menyebut keterlibatan Amerika Serikat dengan Taiwan sebagai “trik kotor.”

Mengenai masalah Korea Utara, seorang pejabat pertahanan senior AS mengatakan kepada wartawan menjelang perjalanan Mattis bahwa Amerika Serikat melihat ruang untuk perbaikan dalam pelaksanaan sanksi-sanksi Tiongkok terhadap Korea Utara, khususnya dalam perdagangan lintas batas. Laporan-laporan media mencatat peningkatan aktivitas sejak pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi Beijing. (ran)

ErabaruNews