Pejabat Top Pentagon Asia Tegaskan Peran Taiwan di Wilayah Indo-Pasifik

Randall Schriver, pejabat tertinggi Pentagon Asia, menegaskan kembali hubungan yang kuat antara Amerika Serikat dengan Taiwan, saat membahas peran penting Taiwan dalam strategi pertahanan Amerika Serikat di Asia-Pasifik, dalam sebuah pidato yang disampaikan di Heritage Foundation di Washington pada tanggal 10 Juli.

Schriver, asisten sekretaris pertahanan untuk bidang keamanan Asia dan Pasifik, berada di sebuah seminar berjudul “Peluang dan Tantangan Hubungan Lintas Selat,” yang dihadiri oleh beberapa akademisi Amerika dan Taiwan, serta Cheng Ming-tong, menteri Mainland Affairs Council Taiwan, yang bertanggung jawab atas kebijakan mengenai hubungan dengan Tiongkok.

Kembali pada bulan Juni, Menteri Pertahanan AS Jenderal Jim Mattis berbicara pada KTT pertahanan di Singapura tentang komitmen AS untuk “memperdalam aliansi dan kemitraan” di kawasan Indo-Pasifik.

Schriver mengatakan bahwa Taiwan memainkan bagian integral dalam strategi tersebut.

“Taiwan adalah mitra dalam mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan dapat memberikan kontribusi yang berharga,” kata Shriver, yang menambahkan bahwa strategi AS adalah tentang “kebebasan dari tekanan yang tidak semestinya atau paksaan.”

Schriver menyinggung taktik baru-baru ini oleh rezim Tiongkok dalam menekan Taiwan, termasuk mendesak sekutu-sekutu diplomatik Taiwan untuk memutuskan hubungan dengan negara kepulauan tersebut, mendorong tersisihnya Taiwan dari organisasi internasional, melakukan latihan militer di Selat Taiwan, dan pesawat-pesawat pembom Tiongkok mengitari Taiwan di bulan Mei.

“Beijing mengambil jalur yang tidak konstruktif sebagai jalur dialog. Jadi ini menjadi perhatian kita,” kata Schriver.

Beijing memandang Taiwan sebagai provinsi pengkhianat yang merupakan bagian dari wilayah Tiongkok, meskipun Taiwan adalah negara demokrasi multipartai dengan memiliki presiden terpilihnya, konstitusi, mata uang, dan militer sendiri.

Amerika Serikat, setelah memutuskan hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan sebagai pengakuan atas Beijing pada tahun 1979, telah mempertahankan hubungan non-diplomatik dengan negara pulau tersebut berdasarkan UU Hubungan Taiwan (Taiwan Relations Act), disahkan oleh Kongres dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh mantan Presiden AS Jimmy Carter bulan April 1979.

Amerika Serikat juga senantiasa menjual senjata dan peralatan militer ke Taiwan untuk pertahanannya, membuat banyak kemarahan Beijing.

Tahun ini, Taiwan kehilangan dua sekutu diplomatik, Republik Dominika dan Burkina Faso, setelah Tiongkok menjanjikan sejumlah besar investasi dan pinjaman serta menekan mereka untuk memutuskan hubungan dengan pulau tersebut.

Taiwan berpotensi kehilangan lebih banyak sekutu di antara Kepulauan Pasifik karena Tiongkok telah meningkatkan kehadiran politik, ekonomi, dan militernya di kawasan tersebut, menurut laporan oleh Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan AS (USCC) pada bulan Juni.

Di tengah-tengah ancaman aksi militer dan peningkatan latihan militer baru-baru ini, Schriver menekankan pentingnya Amerika Serikat menyediakan Taiwan dengan senjata-senjata pertahanan.

Pada tanggal 17 Juli, Taiwan mengumumkan bahwa 15 helikopter Apache AH-64E buatan AS baru telah bergabung dengan dinas militernya.

Hubungan antara Amerika Serikat dan Taiwan diperdalam pada bulan Maret, ketika Presiden Donald Trump menandatangani undang-undang tentang Taiwan Travel Act, yang memungkinkan lebih banyak pertukaran tingkat tinggi antar pejabat kedua negara tersebut.

Taiwan juga merupakan mitra yang dapat diandalkan dalam upaya denuklirisasi Amerika Serikat di Korea Utara, kata Schriver, yang menjelaskan bahwa pihak berwenang Taiwan telah membantu menyelidiki perusahaan-perusahaan barisan depan milik Korea Utara dan transaksi-transaksi gelap yang dirancang untuk menghindari sanksi-sanksi. (ran)

ErabaruNews