Pembuat Drone Tiongkok Beralih ke Komisi Perdagangan Internasional Tuntaskan Perselisihan Paten

Pembuat drone (pesawat tak berawak) Tiongkok telah berpindah ke agen federal AS dengan harapan menyelesaikan keluhan pelanggaran paten terhadap pesaing Tiongkok, dalam kasus yang menyoroti bagaimana pembuat drone, melalui subsidi pemerintah Tiongkok, telah meningkat menjadi pemimpin global.

DJI, pembuat drone sipil terbesar di dunia, adalah target pengaduan yang diajukan di Komisi Perdagangan Internasional AS (ITC) oleh Autel Robotics USA, anak perusahaan AS dari Autel yang berbasis di Tiongkok, menurut pengumuman ITC yang dikeluarkan pada 30 Agustus. DJI dan Autel keduanya bermarkas di Shenzhen, sebuah kota besar di Tiongkok selatan yang berbatasan dengan Hong Kong.

Pengaduan tersebut menuduh bahwa DJI melanggar Pasal 337 Undang-Undang Tarif tahun 1930, sebuah undang-undang perdagangan yang memberlakukan hak kekayaan intelektual AS di perbatasan. Jika ITC memutuskan bahwa DJI melanggar Pasal 337, impor dan penjualan drone-nya akan dihentikan dan perusahaan tersebut akan ditutup dari pasar AS.

Sengketa berkisar seputar drone yang digunakan untuk fotografi udara, perekaman video, dan tujuan pertanian.

Perangkat-perangkat tak berawak memiliki banyak aplikasi, termasuk pemetaan dan survei, yang berarti perangkat tersebut dapat mengambil foto udara dan menganalisis lahan pertanian. Ketika dilengkapi dengan tabung kecil, ia dapat digunakan untuk menyemprot lahan pertanian dengan pupuk dan pestisida. DJI dituduh telah melanggar beberapa fitur drone yang dipatenkan Autel, termasuk perakitan rotor; cara untuk mematikan baterai; dan bagaimana drone mengikuti jalur penerbangan sambil menghindari rintangan, menurut laporan Bloomberg.

DJI dan Autel telah terlibat dalam pertempuran hukum di pengadilan AS selama beberapa tahun. Pada bulan Agustus 2016, DJI mengajukan gugatan terhadap Autel di pengadilan federal di Delaware, mengatakan rangkaian drone X-star Autel melanggar salah satu patennya, mengklaim kesamaan dalam desain drone dibandingkan dengan bagan gambar pada paten DJI. Setahun kemudian di bulan Mei, DJI mengajukan gugatan lain terhadap Autel di pengadilan federal Distrik Barat Washington.

Pada bulan April, Autel mengajukan gugatannya sendiri terhadap DJI di pengadilan federal di New York City. Autel menuduh DJI melanggar salah satu patennya di beberapa sistem operasi drone, termasuk Mavic, Spark, Phantom, dan seri Inspire, mengingat kesamaan dalam fitur seperti sistem sensor dan pengereman cerdas.

DJI

Menurut data dari perusahaan riset pasar Markets and Markets, pasar kendaraan udara tak berawak internasional, unmanned aerial vehicles (UAV), diperkirakan akan tumbuh dari $17,82 miliar pada 2017 menjadi $48,88 miliar pada tahun 2023.

Saat ini, dua pembuat drone teratas di dunia bermarkas di Tiongkok. Menurut data dari lembaga think tank AS untuk Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), DJI memegang 72 persen pangsa pasar pada tahun 2017, diikuti oleh Yuneec dengan 5 persen. Pembuat drone AS, Robot 3D, adalah Nomor 3 dengan 4 persen, diikuti oleh pembuat drone Prancis, Parrot, dengan 2 persen. Autel menduduki peringkat kelima dengan pangsa pasar 2 persen.

Dominasi DJI di pasar global tidak semata-mata berasal dari penelitian dan pengembangannya sendiri. Perusahaan tersebut telah menerima jutaan dolar dalam bentuk subsidi dari pemerintah Shenzhen, di mana perusahaan itu bermarkas.

DJI mulai menerima subsidi Shenzhen mulai tahun 2014, menurut informasi dari Jin Bo Shi Management and Planning Corporation, perusahaan swasta yang membantu perusahaan-perusahaan Tiongkok mengajukan program subsidi pemerintah, memperoleh sertifikasi nasional, dan mengajukan paten. Jin Bo Shi mengutip data dari pemerintah Shenzhen.

Pada tahun 2015, DJI memperoleh 2 juta yuan ($292.270) dalam bentuk subsidi dari pemerintah Shenzhen untuk mengembangkan teknologi tampilan 3D pada drone. Tahun berikutnya, ia memperoleh subsidi 10 juta yuan (sekitar $1,46 juta) untuk tujuan penelitian dan pengembangan.

Pada 2017, pemerintah Shenzhen memberi DJI 5 juta yuan ($731,325) untuk pengembangan sistem navigasi pesawat tak berawak, 10 juta yuan ($1,46 juta) untuk penelitian dan pengembangan, dan 1,89 juta yuan (sekitar $276,440) untuk proyek manajemen siklus hidup drone .

Subsidi Pertanian

Perusahaan drone Tiongkok juga telah didorong oleh program subsidi pemerintah pusat untuk mendorong penggunaan drone di pertanian.

Pada bulan September 2017, Departemen Pertanian Tiongkok mengumumkan bahwa mereka akan menyediakan dana subsidi hingga 10 juta yuan ($1,46 juta) untuk masing-masing dari lima provinsi; Zhejiang, Anhui, Jiangxi, Hunan, dan Guangdong, dan satu kotamadya, Chongqing, untuk menyediakan drone bagi petani-petani lokal untuk keperluan pertanian termasuk penyemprotan pestisida, menurut media yang dikelola negara Xinhua.

Sejak saat itu, pemerintah di enam wilayah ini masing-masing telah memberlakukan program subsidi drone mereka sendiri. Sebagai contoh, pada bulan November 2017, pemerintah Chongqing mengumumkan bahwa mereka akan mensubsidi petani 29.000 yuan (sekitar $259) untuk pembelian satu drone rotor tunggal, dan 16.000 yuan (sekitar $2,340) untuk drone multi rotor. (ran)