Tiongkok Tingkatkan Tindakan Keras Terhadap Jemaah Kristen

BEIJING – Rejim Tiongkok sedang melakukan tindakan keras terhadap kelompok jemaah Kristen di Beijing dan beberapa provinsi, menghancurkan salib, membakar alkitab, menutup gereja, dan memerintahkan para jemaah untuk menandatangani surat pernyataan yang mengingkari keyakinan mereka, menurut para pendeta dan kelompok yang memantau agama di Tiongkok.

Kampanye tersebut berhubungan dengan sebuah dorongan untuk “memodifikasi” agama dengan menuntut kesetiaan kepada Partai Komunis ateis yang resmi dan menghilangkan apa pun tantangan terhadap kekuasaannya atas kehidupan orang-orang.

Bob Fu dari kelompok HAM yang berbasis di AS, China Aid, mengatakan selama akhir pekan bahwa penutupan gereja-gereja di Provinsi Henan tengah dan sebuah gereja rumah terkemuka di Beijing dalam beberapa pekan terakhir merupakan sebuah “eskalasi signifikan” dari tindakan keras tersebut.

“Masyarakat internasional seharusnya menjadi waspada dan marah atas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan ini,” tulisnya dalam email.

Dalam beberapa tahun terakhir, para penganut agama di Tiongkok sedang menyaksikan kebebasan mereka menyusut secara dramatis. Fu juga memberikan rekaman video tentang apa yang terlihat sebuah tumpukan Alkitab yang sedang dibakar, serta tumpukan formulir yang menyatakan bahwa para penandatangan telah meninggalkan keyakinan Kristen mereka. Dia mengatakan bahwa itu menandai pertama kalinya sejak Revolusi Kebudayaan pada masa Mao tahun 1966-1976 yang radikal tentang orang-orang Kristen telah dipaksa membuat pernyataan seperti itu, di bawah penderitaan karena pengusiran dari sekolah dan hilangnya tunjangan-tunjangan kesejahteraan.

Seorang pendeta Kristen di kota Nanyang di Henan mengatakan salib-salib, alkitab, dan perabotan telah dibakar selama penyerbuan di gerejanya pada 5 September.

Pendeta tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya untuk menghindari reaksi dari pihak berwenang, mengatakan beberapa orang masuk ke gereja tepat ketika gereja itu membuka pintunya pada pukul 5 pagi dan mulai mengambil barang-barang.

Dia mengatakan gereja telah melakukan diskusi dengan pihak berwenang setempat yang menuntutnya “mereformasi” sendiri, tetapi tidak ada kesepakatan yang dicapai atau dokumen-dokumen resmi yang dirilis.

Undang-undang Tiongkok mengharuskan orang-orang yang mempunyai keyakinan agama untuk beribadat hanya di mimbar-mimbar gereja yang terdaftar di kalangan berwenang, tetapi jutaan orang memiliki apa yang disebut gereja-gereja bawah tanah atau rumah yang menentang larangan-larangan pemerintah.

Di Beijing, gereja Zion telah ditutup pada 9 September oleh sekitar 60 pekerja pemerintah yang tiba pada jam 4.30 sore diiringi dengan bus-bus, mobil polisi dan mobil-mobil pemadam kebakaran, kata pendeta gereja, Ezra Jin Mingri, mengatakan pada 10 September. Zion dikenal sebagai gereja rumah terbesar di Beijing, dengan enam cabang.

Para pejabat menyatakan bahwa mimbar-mimbar gereja tersebut adalah properti gereja yang ilegal dan disegel, kata Jin, setelah pembekuan aset-aset pribadi pendeta dalam upaya yang jelas untuk memaksanya memenuhi tuntutan mereka.

“Gereja akan terus berkembang. Memblokir tempat hanya akan mengintensifkan konflik,” kata Jin kepada The Associated Press melalui telepon.

Pemberitahuan yang diposting pada 9 September di situs web pemerintah distrik Chaoyang di Beijing mengatakan Gereja Zion telah ditutup karena gagal mendaftar ke pemerintah.

Sejak April, setelah mereka menolak permintaan dari pihak berwenang untuk memasang kamera-kamera televisi sirkuit tertutup di dalam gedung, gereja tersebut telah menghadapi tekanan yang meningkat dari pihak berwenang dan telah diancam dengan penggusuran, menurut Reuters.

Juga pada bulan April, otoritas Tiongkok melarang penjualan Alkitab secara online.

Semua agama yang diakui secara resmi oleh Tiongkok tampaknya telah terpengaruh oleh tindakan keras tersebut.

Praktisi meditasi damai yang disebut Falun Dafa juga telah menjalani penganiayaan brutal di tangan PKT sejak tahun 1999, memimpin banyak laporan penahanan di luar hukum di kamp-kamp kerja paksa, penyiksaan yang mengerikan, dan pengambilan organ paksa.

Diperkirakan 1 juta orang Uighur dan anggota lain dari kelompok minoritas Muslim di barat laut negara itu juga telah ditahan sewenang-wenang di kamp-kamp indoktrinasi di mana mereka dipaksa untuk mengecam Islam dan menyatakan kesetiaan kepada Partai Komunis.

Pemerintah mengatakan mereka mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghilangkan ekstremisme, tetapi menyangkal telah mendirikan kamp-kamp tersebut.

Tiongkok memiliki sekitar 38 juta penganut agama Protestan, dan para ahli telah memperkirakan bahwa negara itu akan memiliki populasi Kristen terbesar di dunia dalam beberapa dekade. (ran)

Rekomendasi video:

ErabaruNews