PM Jepang Usulkan Strategi ‘Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka’ untuk Menghadapi Beijing

Ketika menghadiri sidang Majelis Umum PBB di New York, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah memperbarui strateginya tentang koridor maritim yang dirancang untuk melawan rute perdagangan yang berpusat di Beijing.

Berbicara di depan Majelis Umum pada 25 September, Abe mencurahkan sebagian pidatonya pada strategi “Free and Open Indo-Pacific” (FOIP), yang menguraikan peran Jepang dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di perairan dan ruang udara yang mencakup Samudra Arktika sampai Laut Jepang, melalui Samudra Pasifik hingga Samudra Hindia, menurut laporan oleh surat kabar berbahasa Inggris tertua di Jepang, The Japan Times.

Abe mengatakan bahwa banyak negara ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) dan negara-nagara kepulauan Pasifik, serta Amerika Serikat, Australia, dan India, harus bekerja sama “untuk melestarikan karunia laut terbuka tersebut” untuk terlibat dalam kerja sama ekonomi berdasarkan aturan hukum dan aturan berbasis aturan.

ASEAN adalah organisasi antar pemerintah regional yang terdiri dari 10 negara, termasuk Filipina, Burma (juga dikenal sebagai Myanmar), Indonesia, dan Malaysia. Sementara itu, banyak kepulauan Pasifik melintasi Samudera Pasifik dan Hindia untuk berdagang dengan negara-negara di Afrika Timur.

Abe pertama kali memperkenalkan FOIP pada tahun 2016. Menurut situs web Misi Jepang untuk ASEAN, FOIP melibatkan pengaturan beberapa koridor untuk mempromosikan perdagangan bebas dan terbuka di kawasan Indo-Pasifik. Inisiatif tersebut termasuk meningkatkan jalur kereta api Yangon-Mandalay di Burma, mendirikan Koridor Industrial Delhi-Mumbai di India, serta Koridor Nacala, yang mencakup tiga negara Afrika: Malawi, Zambia, dan Mozambik.

Pilar besar FOIP tersebut adalah kemitraan dengan India di bawah kerangka Koridor Pertumbuhan Asia-Afrika, Asia-Africa Growth Corridor (AAGC), yang pertama kali diusulkan oleh Abe dan Perdana Menteri India Narendra Modi pada Pertemuan Puncak Tahunan India-Jepang di Tokyo pada tahun 2016.

Strategi 'Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka'
Perdana Menteri India Narendra Modi (kiri) dan mitranya dari Jepang, Shinzo Abe berjabat tangan setelah penandatanganan di Tokyo pada 11 November 2016. (Franck Robichon / AFP / Getty Images)

AAGC mempromosikan aktivitas ekonomi maritim antara Jepang, India, negara-negara Afrika, dan negara-negara di seluruh Asia Tenggara dan Oseania. Koridor mencakup proyek-proyek pembangunan, sebagian besar di sektor kesehatan, farmasi, dan pertanian. AAGC juga mencakup rencana untuk melatih buruh lokal yang terlibat dalam proyek untuk belajar pelatihan medis dan keterampilan pertambangan. AAGC secara resmi diluncurkan pada Mei 2017 pada Pertemuan Puncak Tahunan ke-52 Bank Pembangunan Afrika di India.

Sementara Abe tidak menyebut nama Tiongkok saat berbicara tentang strategi Indo-Pasifik yang dipimpin Jepang di PBB tersebut, secara luas diakui bahwa FOIP adalah alternatif lain dari inisiatif “One Belt, One Road” Tiongkok (OBOR, juga dikenal sebagai OBOR) .

OBOR

OBOR, pertama kali diumumkan oleh Beijing pada tahun 2013, berusaha untuk membangun jaringan perdagangan darat dan maritim yang berpusat di Beijing dengan membiayai proyek-proyek infrastruktur di seluruh Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Namun, prakarsa Beijing telah dikritik karena membebani negara-negara berkembang dengan pinjaman besar-besaran ke Tiongkok yang tidak dapat mereka bayar. “Jebakan utang” ini telah terjadi di Afrika Selatan, Kenya, Sri Lanka, dan Maladewa.

Sebastian Maslow, asisten profesor di Graduate School of International Cooperation Studies di Universitas Kobe yang bergengsi di Jepang, menulis dalam sebuah artikel Agustus yang diterbitkan dalam Policy Forum bahwa FOIP bukan hanya sebuah alternatif ekonomi sebagai lawan OBOR, tetapi “sebuah pilar utama dari strategi Jepang untuk mengekang kekuatan militer dan ekonomi Tiongkok di kawasan tersebut.”

Tiongkok telah meningkatkan kehadiran militernya di Laut China Selatan untuk memperkokoh klaim-klaim kedaulatannya atas pulau-pulau yang disengketakan di daerah itu, seperti kepulauan Spratly, di mana Beijing telah membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi dengan pangkalan-pangkalan angkatan laut dan udara.

India, mitra utama dengan Jepang di AAGC, telah secara terbuka menyatakan keberatan tentang OBOR Tiongkok. Menurut laporan April oleh harian berbahasa Inggris India The Statesman, India telah memboikot KTT OBOR yang diselenggarakan oleh Tiongkok pada Mei 2017. India memprotes bahwa proyek-proyek OBOR unggulan Tiongkok di Pakistan, China-Pakistan Economic Corridor (CPEC), berjalan melalui wilayah yang disengketakan di wilayah Kashmir.

Pada bulan Juli, Pakistan telah meminta Dana Moneter Internasional untuk bailout (tindakan memberikan bantuan keuangan untuk menyelamatkan dari keruntuhan) setelah utang luar negeri melonjak ke rekor $91,8 miliar, $19 miliar diantaranya adalah utang ke Tiongkok. Proyek-proyek di CPEC, sementara itu, diperkirakan menelan biaya $62 miliar.

Perbedaan utama antara OBOR dan AAGC diuraikan dalam buku “China-India-Japan in the Indo-Pacific,” diterbitkan pada bulan Juli dan ditulis oleh dua peneliti di Institut Studi dan Analisis Pertahanan di East Asia Center, India.

“AAGC melampaui cakupan dan skala [OBOR] dalam hal pendekatan universal dalam menangani pengembangan sumber daya manusia di Asia dan Afrika,” buku tersebut menyatakan, menambahkan bahwa sementara nilai AAGC melatih bakat-bakat lokal untuk berkontribusi pada ekonomi lokal, OBOR memprioritaskan kepentingan-kepentingan nasional Beijing, seperti mendapatkan hak penambangan untuk mineral berharga atau menggunakan investasinya untuk menekan negara-negara agar berpihak pada rezim Tiongkok dalam masalah diplomatik.

INDO-PASIFIK

Sebelum Abe menyampaikan pernyataannya di AS, sudah ada tanda-tanda bahwa OBOR Tiongkok akan menghadapi pertentangan, karena Jepang, Australia, dan Amerika Serikat telah mengupayakan kerjasama yang lebih erat di Indo-Pasifik untuk melawan agresi Beijing.

Ketiga negara tersebut telah menandatangani pakta trilateral untuk berinvestasi dalam proyek infrastruktur di kawasan itu pada Juli, menurut The Japan Times. Kemitraan ini akan fokus pada sektor-sektor energi, transportasi, pariwisata, dan infrastruktur teknologi.

strategi Free and Open Indo-Pacific lawan one belt one road
Sekretaris Negara Mike Pompeo di Forum Bisnis Indo-Pasifik di Kamar Dagang AS di Washington pada 30 Juli 2018. (Samira Bouaou / The Epoch Times)

Juga pada bulan Juli, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan investasi $113 juta untuk mendanai proyek teknologi, energi, dan infrastruktur baru di wilayah tersebut. Investasi tersebut adalah bagian dari strategi Indo-Pasifik Presiden Donald Trump.

Sementara itu, Institut Studi dan Analisis Pertahanan berpendapat dalam sebuah makalah September bahwa Taiwan, sekutu kunci AS, harus dijadikan bagian penting dari AAGC.

Makalah itu menunjuk ke lokasi Taiwan, di pertemuan Laut China Selatan dan Asia Timur, yang menjadikan negara pulau tersebut titik strategis untuk jalur pelayaran internasional di wilayah tersebut. Selain itu, Taiwan adalah demokrasi penuh, sejalan dengan nilai-nilai bebas dan terbuka yang diumumkan oleh AAGC.

Jepang juga akan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Mekong: Kamboja, Burma, Thailand, dan Vietnam, karena kelima negara ini akan menandatangani strategi kerjasama baru bulan depan pada KTT Mekong-Jepang ke-10 di Tokyo, menurut artikel surat kabar Jepang Mainichi Shimbun pada 29 September. Jepang memiliki rencana untuk mengembangkan proyek-proyek infrastruktur di wilayah Mekong sebagai bagian dari FOIP. (ran)

https://www.youtube.com/watch?v=SD8l5NOLQfg&t=17s