Menjelang HUT Tiongkok, Pendukung Perang Dagang Serukan Reformasi Pasar Secepatnya

BEIJING — Perang dagang Tiongkok dengan Amerika Serikat memacu beberapa pengusaha Tiongkok, penasihat pemerintah, dan lembaga-lembaga think-tank untuk menyerukan reformasi lebih cepat di dalam ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut dan pembebasan sektor swasta yang dilumpuhkan oleh kontrol-kontrol negara.

Seruan untuk perubahan telah menjadi lebih keras karena Tiongkok mendekati ulang tahun kunci akhir bulan ini, meskipun tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintahan tersebut berencana untuk mengubah kebijakan-kebijakan utama.

Tanggal 18 Desember menandai peringatan 40 tahun pembukaan ekonomi Tiongkok oleh mantan pemimpin Deng Xiaoping, dan dimulainya serangkaian eksperimen kapitalis bersejarah yang telah mengangkat sebagian besar negara tersebut keluar dari kemiskinan dan mengubahnya menjadi kekuatan ekonomi.

Tiongkok telah lama mengatakan akan semakin meliberalisasi pasarnya yang luas dengan cara jalannya sendiri.

Namun semakin banyak penasihat pemerintah merasa bahwa sekarang adalah waktunya untuk melakukannya, mengatakan bahwa reformasi akan meredakan ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat dan menyelamatkan pendakian ekonomi jangka panjang Tiongkok secara bersamaan.

Amerika Serikat telah menuntut agar Tiongkok beralih dari model yang dipimpin negara dengan memotong subsidi-subsidi industri, membuka pasarnya untuk barang-barang AS, dan menindak keras pencurian kekayaan intelektual dan pemaksaan transfer teknologi.

“Ini bisa menjadi peluang bagi Tiongkok karena tekanan dari Amerika Serikat dapat diubah menjadi kekuatan pendorong untuk reformasi,” kata seorang penasihat pemerintah kepada Reuters.

“Tekanan terhadap Tiongkok sangat besar dan kita harus memiliki persiapan jangka panjang.”

Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping menyetujui sebuah perdamaian yang menunda kenaikan tarif AS yang direncanakan berlaku pada 1 Januari menjadi 25 persen dari 10 persen atas barang-barang Tiongkok senilai $200 miliar saat mereka menegosiasikan kesepakatan perdagangan.

Untuk mencapai sebuah kesepakatan, Tiongkok dapat membuat beberapa konsesi, termasuk membuka lebih lanjut pasarnya untuk barang-barang AS, mengurangi subsidi dan meningkatkan perlindungan kekayaan intelektual, kata orang dalam kebijakan. Namun, mereka menambahkan, Tiongkok tidak akan mencabut rencana pengembangan industrinya yang vital bagi daya saingnya.

“Amerika Serikat telah meminta Tiongkok mempercepat reformasi, yang juga sejalan dengan kepentingan kami,” kata penasihat pemerintah kedua.

“Kita akan mendorong reformasi yang berorientasi pasar, tetapi kita tidak bisa terlalu terburu-buru dan kita tidak akan sepenuhnya meniru model Barat.”

Dewan Negara, atau kabinet, tidak menanggapi permintaan faks untuk komentar.

Pada bulan Juni, Tiongkok meluncurkan pelonggaran investasi asing yang telah lama diantisipasi dalam industri perbankan, pertanian, otomotif dan industri berat, ketika bergerak untuk menunjukkan akan memenuhi janji untuk membuka pasar lebih lanjut.

Xi diperkirakan akan berpidato pada Selasa di Beijing untuk menandai reformasi dan peringatan hari jadi, kata sumber-sumber diplomatik.

INTERVENSI NEGARA

Ada kekecewaan yang meluas di kalangan beberapa ekonom Tiongkok atas langkah reformasi setelah para pemimpin puncak mengungkapkan rencana-rencana penolakan pada 2013 untuk membiarkan pasar memainkan peran yang menentukan dalam alokasi sumber daya.

Ketidakpuasan atas meningkatnya kehadiran Partai Komunis di semua jenis bisnis telah berkembang dalam beberapa bulan terakhir.

“Masih terlalu banyak intervensi pemerintah. Saya belum merasakan pengenduran untuk saat ini dan tidak berpikir pemerintah akan melonggarkan,” kata Sam Yu, manajer umum di MENTECHS, produsen peralatan industri di kota Changzhou Provinsi Jiangsu.

“Saya pikir faktor eksternal diperlukan untuk mempromosikan reformasi internal,” tambahnya, mengacu pada perang dagang.

Wu Jinglian, seorang ekonom pemerintah terkemuka, telah meminta para pemimpin Tiongkok untuk menunjukkan “keberanian dan kebijaksanaan politik yang lebih besar” untuk memenuhi janji-janji mereka melaksanakan reformasi yang penting bagi perkembangan dan transformasi Tiongkok.

Levin Zhu, putra mantan Perdana Menteri Zhu Rongji, yang mempelopori reformasi menyakitkan pada 1990-an untuk menangani sektor negara yang membengkak, telah membuat seruan serupa di sebuah forum keuangan baru-baru ini di Beijing.

“Akan sangat sulit bagi masyarakat untuk mempertahankan kemajuan sistematis jika tidak ada reformasi dan keterbukaan,” kata Zhu.

Berbicara di forum yang sama, Liu Shijin, seorang penasihat bank sentral, mengatakan reformasi untuk meningkatkan ekonomi pasar Tiongkok yang “tidak sempurna” dan semakin terbuka akan membantu mengatasi friksi perdagangan dengan Amerika Serikat.

NASIB BURUK PERUSAHAAN SWASTA

Kendala-kendala di perusahaan swasta Tiongkok, dilihat oleh banyak orang sebagai kunci pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kontras dengan peningkatan kekuatan perusahaan milik negara, yang muncul kembali selama krisis global 2008, menunggangi paket stimulus pemerintah yang besar.

Menggarisbawahi tren yang dikenal sebagai “kemajuan sektor negara, kemunduran sektor swasta,” entitas pemerintah telah mengakuisisi atau mengatakan mereka sedang berencana untuk mengakuisisi saham pengendali di setidaknya 31 perusahaan swasta yang terdaftar sampai batas tahun ini, menurut tinjauan ulang Reuters dari pemberitahuan-pemberitahuan rahasia perusahaan.

Itu melebihi jumlah yang dapat digenggam untuk pembelian-pembelian seperti itu tahun lalu.

Xi telah menjanjikan dukungan pembiayaan dan pajak untuk perusahaan-perusahaan keuangan, sebagai bagian dari langkah-langkah untuk menangkal pelambatan tajam dalam ekonomi, namun bisnis-bisnis swasta sedang melobi untuk memperoleh kesempatan yang sama dimana tidak ada perbedaan perlakuan antara mereka dengan perusahaan-perusahaan negara.

Namun, ada sedikit tanda bahwa Xi akan mengambil tindakan lebih berani untuk memangkas sayap perusahaan-perusahaan negara.

Pada bulan Oktober, kepala bank sentral Yi Gang mengatakan Tiongkok berencana untuk mengadopsi prinsip “netralitas kompetitif” untuk menciptakan medan bermain yang seimbang antara perusahaan milik negara dengan swasta.

Namun para analis percaya bahwa ikrar ini hanya simbolik mengingat hubungan erat antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan negara.

“Reformasi adalah satu-satunya jalan. Reformasi sebelumnya tidak menyentuh politik, karena tidak ada ruang lagi,” kata penasihat lain. “Kita telah mencapai titik kemacetan jika kita hanya melakukan reformasi-reformasi ekonomi tanpa mengubah politik.” (ran)

Rekomendasi video:

Akibat Perang Dagang, Tiongkok Turunkan Standar Pengendalian Polusi

https://www.youtube.com/watch?v=PbBPf0aVlNg