Seruan Resmi IT Kenya untuk Menyelidiki Huawei dan ZTE

Kenya telah bergabung dengan daftar negara-negara berkembang yang telah menyuarakan kekhawatiran tentang keamanan peralatan yang dibuat oleh raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei dan ZTE.

Joseph Mucheru, sekretaris kabinet untuk Kementerian Informasi, Komunikasi, dan Teknologi Kenya, telah meminta otoritas telekomunikasi Uni Afrika untuk memimpin peninjauan kembali perusahan-perusahaan tersebut, dengan menyebutkan kekhawatiran bahwa produk-produk mereka dapat digunakan untuk memata-matai warga Afrika, menurut sebuah artikel 20 Desember di situs berita teknologi Kenya, Techweez.

Mucheru mengajukan permintaan tersebut pada acara baru-baru ini untuk menyambut John Omo sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Telekomunikasi Afrika, African Telecommunications Union (ATU), yang baru.

ATU, yang secara resmi dibentuk pada tahun 1999, adalah sebuah organisasi yang mempromosikan pengembangan telekomunikasi di Afrika, dengan beranggotakan 44 negara anggota dan 16 anggota asosiasi (yang merupakan operator-operator telekomunikasi). ATU berkantor pusat di ibukota Kenya, Nairobi.

Menurut Techweez, Huawei telah menjadi “penyedia tunggal” peralatan telekomunikasi bagi banyak operator telekomunikasi Kenya, memasok antena-antena stasiun pangkalan, router, dan produk-produk lainnya.

Africa Times, sebuah situs berita online yang meliput Sub-Sahara Afrika, telah menerbitkan tajuk rencana berjudul “Dunia Memantau Huawei, Tetapi Siapa yang Memantau Afrika?” pada 23 Desember, mencatat bahwa “ada sedikit kecaman” terhadap Huawei di Afrika, bahkan ketika negara-negara dari Selandia Baru sampai Jepang menutup perusahaan telekomunikasi tersebut karena kekhawatiran tentang celah keamanan dalam produk-produk mereka.

Pada bulan Mei, Departemen Pertahanan AS telah mengeluarkan perintah untuk menghapus semua ponsel Huawei dan ZTE yang dijual di toko-toko di pangkalan militer, karena khawatir perangkat-perangkat tersebut dapat digunakan untuk memata-matai pasukan AS.

“Mengingat jejak kaki [Huawei] yang terlalu besar dan aspirasi-aspirasinya di Afrika, mungkin sudah saatnya ada beberapa pertanyaan,” kata artikel tersebut.

Huawei, menurut situs webnya, telah memasuki pasar Kenya pada tahun 1998. Sejak itu, Huawei telah terlibat dalam pembangunan jaringan 2G, 3G, dan 4G di negara tersebut, termasuk sekitar 3.500 menara transmisi seluler.

Untuk jaringan 4G Kenya, Huawei telah bekerja sama dengan Safaricom dan Telkom Kenya, dua penyedia layanan telekomunikasi terbesar di negara tersebut.

Huawei juga telah menyediakan platform untuk menjalankan M-Pesa, layanan transfer uang dan pembiayaan berbasis ponsel yang diluncurkan bersama oleh Safaricom dan operator telekomunikasi lainnya, Vodacom.

Kenya juga merupakan bagian dari program “Kota Aman” dari raksasa teknologi Tiongkok tersebut, sebuah sistem untuk pengawasan dan pemantauan keamanan yang menggunakan kamera yang diperkuat dengan kecerdasan buatan. Ada 1.800 kamera keamanan yang telah dikembangkan Huawei dan 200 sistem pengawasan lalu lintas di Nairobi, menurut situs web perusahaan.

Kekhawatiran-kekhawatiran telah dikemukakan oleh para pakar hak asasi manusia pada para pembuat undang-undang AS bahwa sistem-sistem pengawasan yang dikembangkan Tiongkok, yang sering mengumpulkan data tentang warga negara tanpa sepengetahuan mereka, membantu pemerintah-pemerintah negara dalam menciptakan negara polisi yang menggunakan teknologi tinggi untuk menekan warga negara.

Adapun komunikasi nirkabel generasi berikutnya, yang dikenal sebagai 5G, Huawei saat ini sedang melakukan uji coba untuk peluncuran 5G dengan Safaricom, menurut surat kabar mingguan Kenya, The East African.

Rezim Tiongkok sedang banyak berinvestasi dalam pengembangan teknologi 5G sebagai bagian dari tujuannya untuk memperkuat dominasi global dalam perlombaan 5G.

Sebuah laporan kongres AS baru-baru ini telah memperingatkan bahwa Tiongkok dapat mengeksploitasi kerentanan di dalam perangkat-perangkat internet, yang akan mengandalkan 5G untuk koneksi berkecepatan tinggi, untuk melakukan serangan cyber atau memata-matai orang-orang Amerika.

Francis Wangusi, direktur jenderal badan pengatur Otoritas Komunikasi Kenya, mengatakan Kenya berencana untuk meluncurkan layanan 5G pada tahun 2019, menurut media pemerintah Kenya, Kenya Broadcasting Corp. (ran)

Rekomendasi video:

Strategi Siber Trum Melawan Spionase Siber

https://www.youtube.com/watch?v=TPt8j9ojqPI