Taiwan Serukan Tiongkok Gunakan Cara Damai untuk Menyelesaikan Perbedaan

TAIPEI — Tiongkok harus menggunakan cara damai untuk menyelesaikan perbedaannya dengan Taiwan dan menghormati nilai-nilai demokrasi, kata Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada 1 Januari, menjelang pidato besar tentang pulau tersebut oleh pemimpin Tiongkok Xi Jinping di Beijing.

Tiongkok telah memberikan tekanan pada Tsai sejak ia menjabat pada tahun 2016, memotong dialog, mengurangi beberapa sekutu diplomatik Taiwan yang tersisa dan memaksa maskapai-maskapai penerbangan asing untuk mendaftar Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok di situs-situs web mereka.

Tiongkok khawatir Tsai ingin mendorong kemerdekaan formal Taiwan, bagaimanapun Tsai mengatakan ingin mempertahankan status quo. Beijing secara teratur mengirim pesawat dan kapal militer untuk mengitari pulau tersebut dengan latihan-latihan militer.

Taiwan bersiap untuk pemilihan presiden dalam waktu satu tahun. Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan Tsai telah menderita kerugian-kerugian yang menyengat sebagai lawan Kuomintang yang bersahabat dengan Tiongkok dalam pilkada walikota dan lokal pada bulan November.

Dalam pidato tahun baru di kantor kepresidenan di Taipei tersebut, Tsai mengatakan kedua sisi Selat Taiwan membutuhkan pemahaman pragmatis tentang perbedaan mendasar yang ada di antara mereka dalam hal nilai-nilai dan sistem-sistem politik.

“Di sini, saya ingin menyerukan kepada Tiongkok untuk secara jujur menghadapi kenyataan keberadaan Republik Tiongkok (Republic of China) di Taiwan,” kata Tsai, merujuk pada nama resmi pulau tersebut.

Tiongkok “harus menghormati desakan 23 juta orang tentang kebebasan dan demokrasi, dan harus menggunakan cara yang damai dan setara untuk menangani perbedaan kita”, tambahnya.

Campur tangan Tiongkok dalam pembangunan politik dan sosial di pulau tersebut adalah “tantangan terbesar Taiwan saat ini”, kata Tsai. Tiongkok membantah ada gangguan dalam urusan-urusan internal dengan Taiwan.

Media Taiwan telah mendokumentasikan berbagai taktik yang digunakan oleh Beijing dalam upaya untuk mempengaruhi pemilu, dengan tujuan akhir memiliki kandidat-kandidat untuk memenangkan program-program partai yang pro-Beijing.

Mereka termasuk menyebarkan berita-berita palsu di media sosial Taiwan, mendanai kampanye kandidat-kandidat yang pro-Beijing, dan mengerahkan pasukan netizen Tiongkok untuk membuat komentar online yang menguntungkan Beijing.

Tiongkok memandang Taiwan sebagai provinsi tidak patuh, yang harus dikendalikan secara paksa jika perlu, tanpa hak pengakuan internasional sebagai entitas politik yang terpisah.

Demokrasi Taiwan tidak menunjukkan minat untuk diperintah oleh Tiongkok yang otoriter.

Pada hari Rabu, Xi memberikan pidato untuk menandai 40 tahun sejak pernyataan kebijakan utama yang akhirnya mengarah pada pencairan hubungan dengan Taiwan, “Pesan untuk Rekan Senegaranya di Taiwan.”

Pada 1 Januari 1979, Tiongkok mengumumkan diakhirinya pengeboman artileri rutin atas pulau-pulau lepas pantai yang dikendalikan Taiwan dekat dengan Tiongkok dan menawarkan untuk membuka komunikasi antara kedua belah pihak, setelah puluhan tahun permusuhan.

Chiang Kai-shek melarikan diri bersama pasukan Nasionalis yang telah kalah ke Taiwan pada Desember 1949 setelah kalah dalam perang saudara dengan Komunis. Terlepas dari hubungan bisnis, budaya, dan pribadi yang mendalam yang ada saat ini, tidak ada perjanjian damai atau berakhirnya permusuhan secara formal yang telah ditandatangani. (ran)

Tonton berikutnya:

Sejuta Lebih Muslim Uighur Hilang Keberadaannya

https://www.youtube.com/watch?v=eK8IDM3hHyU