Khawatir Tentang Uighur, Turki Desak Tiongkok Lindungi Kebebasan Beragama di Xinjiang

GENEVA — Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyuarakan keprihatinan pada 25 Februari atas tuduhan penganiayaan terhadap Uighur dan Muslim lainnya di wilayah Xinjiang Tiongkok dan menyerukan Beijing untuk melindungi kebebasan beragama dan identitas budaya.

Dewan HAM PBB telah membuka sidang empat minggu tahunan utamanya dan para diplomat dan aktivis mengatakan Tiongkok telah dilobi keras untuk menghindari menggunakan pengawasan atas kebijakan-kebijakannya di Xinjiang dan masalah hak asasi lainnya.

Negara-negara Barat mengalihkan pandangan pada Turki dan anggota-anggota lain dari Organisasi Kerjasama Islam, Organization of Islamic Cooperation (OKI), untuk menyoroti apa yang disebut Tiongkok sebagai fasilitas pendidikan dan pelatihan di Xinjiang.

Para pakar dan aktivis PBB mengatakan kamp-kamp tersebut menampung sejuta orang Uighur, yang berbicara dalam bahasa Turki, dan Muslim lainnya. Tiongkok telah membantah tuduhan-tuduhan penganiayaan dan menganggap kritik di dewan PBB sebagai gangguan dalam kedaulatannya.

Cavuslogu tidak secara khusus menyebutkan kamp-kamp penahanan massal di wilayah barat terpencil Tiongkok. Namun dia mengatakan kepada forum Jenewa bahwa laporan pelanggaran HAM terhadap Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang adalah alasan serius untuk dikhawatirkan.

Perbedaan harus dibuat antara “teroris dan orang-orang tak bersalah,” tambah Cavusoglu.

“Kami mendorong otoritas-otoritas Tiongkok dan berharap bahwa hak asasi manusia universal, termasuk kebebasan beragama, untuk dihormati dan perlindungan penuh terhadap identitas budaya Uighur dan Muslim lainnya dijamin,” kata Cavusoglu.

Para pejabat Partai Komunis Tiongkok mengatakan penahanan massal di kalangan penduduk Uighur, yang mayoritasnya mempraktikkan Islam, adalah bagian dari langkah-langkah untuk menindak terorisme, ekstremisme agama, dan separatisme di negara tersebut. PKT telah menggunakan alasan potensi “ancaman ekstremis” untuk membenarkan pengawasan ketat dan tindakan keras terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di wilayahnya.

Bekas orang-orang tahanan mengatakan kepada The Epoch Times bahwa warga Uighur disiksa, diperkosa, dan dibunuh di kamp-kamp rahasia “pendidikan-politik”.

Warga Uighur dan Muslim lainnya yang ditahan di fasilitas seperti kamp-kamp konsentrasi dilarang menggunakan sapaan Islam, harus belajar bahasa Mandarin, dan menyanyikan lagu-lagu propaganda, menurut laporan oleh Human Rights Watch.

Tiongkok, anggota dari Dewan HAM yang beranggotakan 47 negara, tidak segera menanggapi pada pernyataannya, tetapi para delegasi akan bebas untuk menjawab tuduhan-tuduhan di kemudian hari dalam sidang tersebut. (ran)

Video pilihan:

Sejuta Lebih Muslim Uighur Hilang Keberadaannya

https://www.youtube.com/watch?v=eK8IDM3hHyU