‘Pengambilan Organ Secara ‘Biadab’ di Tiongkok Harus Berakhir, Ujar Anggota Parlemen Inggris

EpochTimesId – Sekelompok anggota parlemen Inggris mendesak pemerintah Inggris untuk meminta pertanggungjawaban Tiongkok atas tuduhan kejahatan yang mungkin dianggap mengganggu oleh sebagian orang, yaitu: praktik pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani.

Anggota Parlemen Partai Nasional Skotlandia, Patricia Gibson menyamakan  pengambilan organ secara biadab “seperti kisah dalam novel fiksi ilmiah.”

“Tindakan biadab dan tidak manusiawi ini harus diakhiri,” kata Patricia Gibson saat debat di Westminster Hall pada tanggal 26 Maret 2019.

Menanggapi beberapa pidato dari anggota parlemen, Mark Field, Menteri Negara untuk Asia dan Pasifik, Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran, mengatakan ia akan mengangkat masalah pengambilan organ paksa ke forum internasional.

“Anggota parlemen hari ini telah menguraikan kekhawatiran bahwa organ-organ tersebut tidak hanya diambil dari tahanan terpidana mati yang dieksekusi, tetapi juga dari tahanan hati nurani, terutama praktisi Falun Gong, serta minoritas penganut agama dan etnis lainnya.

“Kekhawatiran telah dikemukakan bahwa kadang-kadang organ dikeluarkan saat korban masih hidup, dan tanpa dibius terlebih dahulu,” kata Mark Field.

Mark Field mengatakan Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran akan meneliti masalah tersebut dengan cermat, namun menginginkan bukti lebih lanjut untuk membuktikan bahwa praktik tersebut disetujui negara Tiongkok.

Pada tahun 2016, Parlemen Eropa mengeluarkan deklarasi tertulis mengenai penghentian pengambilan organ dari tahanan yang tidak bersalah dan pada tahun yang sama, kongres Amerika Serikat dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang mengutuk pengambilan organ secara paksa yang direstui negara di Tiongkok.

Foto: Rumah Sakit Pusat Pertama Tianjin tampaknya telah mencangkok lebih banyak organ daripada yang dikatakannya, tanpa diketahui dari mana pasokan organ berasal. Para peneliti mengatakan organ-organ itu kemungkinan berasal dari tahanan yang mendekam di kamp kerja paksa Tiongkok. (Epoch Times)

Beberapa anggota Parlemen Partai Demokrat, salah satunya adalah Jim Shannon, yang menjadi tuan rumah acara debat, ingin menteri mengambil sikap yang lebih keras.

“Jujur saya katakan ​​bahwa mungkin menteri dapat bersikap sedikit lebih keras,” kata Jim Shannon, tetapi menambahkan, “Saya tidak berpikir bersikap lebih keras akan menghilangkan komitmennya mengenai apa yang kita upayakan untuk berubah.”

“Kita harus memberi kesan kepada Tiongkok bahwa pengambilan organ secara biadab itu tidak etis. Itu merupakan pembunuhan terencana karena adanya  permintaan kebutuhan organ,” kata Jim Shannon.

“Jumlah Korban yang Sangat Besar”

Laporan tahun 2016, Bloody Harvest: An Update, (pdf) mengatakan bahwa tahanan hati nurani menjadi sasaran ujian medis untuk menilai apakah organ mereka sesuai untuk transplantasi organ.

Ethan Gutmann adalah salah satu penulis laporan Bloody Harvest: An Update. Ia mengatakan bahwa adalah hal yang menggembirakan melihat semakin banyak anggota parlemen di Inggris yang ikut menentang pengambilan organ secara paksa.

“Anda memang melihat kelompok yang tahu apa yang mereka bicarakan, yang benar-benar mengetahui masalah tersebut dan berbicara dengan fasih mengenai masalah tersebut, dan sangat bertekad. Ini adalah terobosan baru,” kata Ethan Gutmann.

Berbicara mengenai pengambilan organ secara paksa, Ethan Gutmann berkata, “Dalam hal korupsi medis, kami melihat sesuatu yang belum kami lihat sejak Nazi, dalam hal eksperimen medis.”

Pengadilan rakyat yang dibentuk untuk menyelidiki pengambilan organ secara paksa di Tiongkok memberikan putusan sementara Desember lalu, yang dipimpin oleh ketua Sir Geoffrey Nice, yang mengatakan bahwa pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani telah terjadi di Tiongkok “dalam skala besar.”

“Kami, anggota pengadilan, semuanya pasti, dengan suara bulat, dan yakin tanpa keraguan, bahwa di Tiongkok, pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani telah dipraktikkan untuk periode waktu yang substansial, melibatkan sejumlah besar korban,” kata Sir Geoffrey Nice.

Foto: Sir Geoffrey Nice QC, ketua pengadilan untuk Tiongkok yang melakukan pengambilan organ secara paksa, pada hari pertama audiensi publik di London pada tanggal 8 Desember 2018. (Justin Palmer)

Kesaksian para saksi mendukung tuduhan bahwa para korban pengambilan organ seringkali dipenjara karena keyakinan mereka, terutama praktisi Falun Gong, suatu latihan spiritual yang telah ditindas di Tiongkok sejak tahun 1999, serta Muslim Uyghur, Buddha Tibet, dan umat Kristen.

Seorang mantan ahli bedah, Enver Tohti, mengatakan ia dipaksa untuk mengambil organ dari seorang pria yang masih hidup.

“Pria itu berusaha berjuang untuk melawan irisan pisau saya, tetapi ia terlalu lemah untuk berontak dari irisan pisau saya,” kata Enver Tohti selama kesaksiannya.

Dr. Adnan Sharif, Sekretaris, Dokter yang Menentang Pengambilan Organ Paksa menggambarkan praktik ini sebagai “kejahatan besar terhadap kemanusiaan.”

“Kadang sangat berat untuk mendengarkan kesaksian itu, mendengarkan laporan saksi karena bagi sebagian orang merasa terlalu sulit untuk menerima kenyataan bahwa hal itu memang terjadi,” kata Dr. Adnan Sharif, konsultan nefrologi transplantasi di Queen Elizabeth Hospital. Birmingham.

“Saat ini, dari perspektif global, peristiwa ini adalah cacatan kelam terburuk  terhadap donasi organ,” kata Dr. Adnan Sharif.

Pada saat publikasi ini, 40 anggota parlemen telah menandatangani mosi, yang menyerukan agar pemerintah Inggris mengutuk praktik pengambilan organ secara paksa serta mendesak mengeluarkan undang-undang yang melarang warganegara Inggris untuk berpartisipasi dalam pariwisata organ.

Anggota Parlemen Konservatif bernama Fiona Bruce mengatakan selama debat, “Dalam kasus pembunuhan atau pembunuhan dengan cara pemindahan organ secara paksa dari tahanan hati nurani di Tiongkok, tidak ada korban yang dapat menceritakan kisah mereka, karena tidak ada satu pun korban yang selamat. Kasus tersebut hampir merupakan kejahatan yang sempurna. Haruskah hal tersebut mencegah kita berbicara? Seharusnya tidak.”

Bukan pertama kalinya kasus tersebut diperdebatkan di parlemen, dan Fiona Bruce berkata bahwa debat tersebut tidak akan menjadi debat yang terakhir. (Jane Werrell/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=QZYjPsdOk4U