Erabaru.net. Ketika Tiongkok mengundang para pemimpin dunia dan perwakilan ke ibukota untuk menandatangani kesepakatan investasi selama Forum One Belt One Road yang dimulai pada tanggal 25 April 2019, kritik semakin meningkat atas dampak negatif dari kesepakatan semacam itu bagi negara-negara yang berpartisipasi sejauh ini.
Ada kekhawatiran internasional yang berkembang terhadap hubungan Tiongkok dengan Kamboja, salah satu pendukung awal inisiatif One Belt, One Road (OBOR, juga dikenal sebagai Belt and Road). Diluncurkan oleh Beijing pada tahun 2013, One Belt, One Road adalah proyek andalan rezim Tiongkok untuk membangun pengaruh geopolitik melalui investasi di seluruh Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.
Pada tanggal 23 April 2019, surat kabar berbahasa Inggris Kamboja Khmer Times melaporkan bahwa pemimpin Kamboja Hun Sen akan memimpin delegasi tingkat tinggi untuk menghadiri forum di Beijing. Kementerian Luar Negeri Kamboja telah memastikan bahwa sejumlah dokumen mengenai Tiongkok dan proyek kerja sama diharapkan akan ditandatangani selama kunjungan Hun Sen tersebut.
Hun Sen juga menghadiri forum Belt and Road yang pertama pada tahun 2017.
Kamboja sudah sangat berhutang budi kepada Tiongkok. Negara itu berutang 3 miliar dolar Amerika Serikat, atau hampir setengah dari utang luar negerinya, kepada Tiongkok, menurut berbagai sumber.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia, Carlyle Thayer, profesor politik emeritus di Universitas New South Wales, menguraikan beban keuangan Kamboja: Kamboja harus membayar kembali pinjaman Tiongkok, selain membayar biaya perawatan proyek infrastruktur yang telah dibiayai Tiongkok.
Hal ini akan “mengakibatkan Kamboja jatuh ke dalam jebakan utang,” kata Carlyle Thayer. “Perusahaan Tiongkok yang terlibat dalam penyediaan infrastruktur menjadi pemilik infrastruktur tersebut, maka secara hipotesis berarti Tiongkok adalah pemilik pelabuhan dan bahkan bandara udara di Kamboja.”
Proyek Kamboja
Beijing telah berinvestasi dalam berbagai proyek infrastruktur One Belt, One Road di Kamboja, seperti jalan bebas hambatan yang menghubungkan ibukota Kamboja, Phnom Penh ke Sihanoukville, sebuah kota yang menampung satu-satunya pelabuhan laut dalam di Kamboja; bandara internasional baru di kota resor Siem Reap; dan pembangkit listrik tenaga air di Stung Treng, sebuah provinsi di timur laut Kamboja. Sihanoukville terletak menghadap Teluk Thailand dan dekat dengan Laut Tiongkok Selatan, tempat Beijing membuat klaim teritorial yang luas.
Pasukan angkatan laut Tiongkok telah membuat kehadiran mereka diketahui. Menurut The Associated Press, tiga kapal perang Tiongkok mengunjungi pelabuhan Sihanoukville selama empat hari di bulan Januari 2019. Juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja Jenderal Chhum Socheat mengatakan 17 kapal perang Tiongkok telah mengunjungi Kamboja lebih dari sembilan kali dalam beberapa tahun terakhir.
Di Sihanoukville, dana dari Tiongkok untuk membangun resor, kasino, dan gedung pencakar langit. Menurut Reuters, pengembang Tiongkok telah menamai kota pesisir tersebut sebagai “pelabuhan tempat persinggahan kapal yang pertama dari proyek One Belt, One Road” atau “Makau Dua,” mengacu pada wilayah administrasi khusus Tiongkok yang terkenal dengan judi.
Majalah berita yang berbasis di Tokyo, The Diplomat, dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tanggal 20 April 2019, mempertanyakan apakah investasi Tiongkok benar-benar bermanfaat bagi penduduk Sihanoukville. The Diplomat bertanya: “Di luar pekerjaan kasar yang ditawarkan oleh investasi Tiongkok, berapa banyak pekerjaan tingkat manajemen-menengah atau pekerja terampil atau pekerjaan teknik yang dapat diakses orang Kamboja?”
Koul Panha, direktur LSM Kamboja, Komite untuk Pemilihan yang Bebas dan Adil di Kamboja, mengatakan bahwa investasi Tiongkok merugikan Kamboja, dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia.
“Investasi Tiongkok di Kamboja kurang transparan dan tidak membantu mempromosikan demokrasi,” kata Koul Panha. Malahan Tiongkok mengakibatkan Kamboja “berada di bawah pengaruh Tiongkok baik secara ekonomi maupun politik.”
Peringatan Amerika Serikat
Beberapa hari sebelum forum Beijing, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Phnom Penh pada tanggal 19 April 2019 memposting di halaman Facebook resminya memuat pesan mengenai hubungan ekonomi Kamboja dengan Tiongkok.
“Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Kamboja, tetapi hubungan ini sangat condong menguntungkan Tiongkok,” tulis posting Facebook itu.
Posting tersebut mencakup grafik yang menunjukkan bahwa Kamboja mengimpor barang senilai 5,286 miliar dolar Amerika Serikat dari Tiongkok pada tahun 2017 sementara mengekspor 753 juta dolar Amerika Serikat ke Tiongkok pada tahun yang sama. Sementara itu, Kamboja menikmati surplus perdagangan sekitar 2,67 miliar dolar Amerika Serikat dalam perdagangan dengan Amerika Serikat pada tahun yang sama.
Ketidakseimbangan perdagangan Kamboja dengan Tiongkok “tidak mendukung pekerjaan atau industri dengan cara yang sama seperti hubungan perdagangan Kamboja dengan Amerika Serikat atau Uni Eropa,” tulis posting tersebut. “Ini hanyalah satu lagi cara untuk Kamboja bergeser dari pendekatan ekonomi yang lebih seimbang dan beragam menjadi Kamboja yang lebih bergantung pada Tiongkok.”
Lembaga pemikir Atlantik yang bermarkas di Washington, dalam makalah strategi yang diterbitkan pada 2017, juga memperingatkan risiko yang terlibat dengan Koridor Ekonomi Semenanjung Tiongkok-Indocina, rute perdagangan yang direncanakan One Belt, One Road yang menjadi bagian dari Kamboja.
Menurut media pemerintah Tiongkok Xinhua, koridor Ekonomi Semenanjung Tiongkok-Indocina bertujuan untuk meningkatkan kerja sama Tiongkok dengan negara-negara ASEAN (Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara), yang menghubungkan Nanning, ibukota wilayah Guangxi di barat daya Tiongkok, dengan Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Burma, dan Malaysia.
“Koridor Ekonomi Semenanjung Tiongkok-Indocina berpotensi mengikis arsitektur keamanan saat ini di wilayah tersebut, memungkinkan Tiongkok untuk menggunakan leverage ekonominya untuk mengakumulasi kekuatan geopolitik yang tak terkendali di lingkungan terdekatnya,” kata surat kabar Xinhua.
Pejabat Amerika Serikat semakin menyuarakan keprihatinan terhadap ambisi One Belt, One Road Tiongkok.
Baru-baru ini pada tanggal 22 April 2019, Senator Bob Menendez (DN.J.), ketika memberikan pidato pada KTT keamanan regional yang diadakan di Yunani, berbicara mengenai perlunya pemerintah Amerika Serikat untuk melawan One Belt, One Road, yang menyebut One Belt, One Road sebagai bentuk “investasi manipulatif” diplomasi Beijing.
“Amerika Serikat harus memimpin upaya untuk melibatkan negara-negara penerima Belt dan Road dan memberdayakan negara tersebut untuk menegosiasikan investasi Tiongkok dengan persyaratan yang lebih baik,” tambah Bob Menendez. (Frank Fang/ Vv)
VIDEO REKOMENDASI
https://www.youtube.com/watch?v=WqMdrdWjDCE