Tragedi Kerusuhan 21-22 Mei Jangan Terulang Lagi!

Epochtimes.id- Kondisi ibu Jakarta, sudah mulai kondusif pasca kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang bermula dari penolakan hasil pemilu presiden. Kerusuhan terjadi pada tiga titik yakni depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Kawasan Gambir Jakarta Pusat dan Petamburan, Jakarta Barat.

Kerusuhan ini menyebabkan kerugian jiwa dan materil. Korban jiwa berjumlah 6 jiwa meninggal dunia dan ratusan orang terluka.  Sejumlah kerusakan juga terjadi pada sejumlah titik mulai dari pembakaran di Asrama Brimob Petamburan, fasilitas umum dan bangunan. 

Akibat kerusuhan ini kerugian materil mengalami mulai dari pedagang asongan, warung kopi hingga peritel besar. Atas kerusuhan ini polisi menangkap sebanyak 300 orang. Perusuh yang ditangkap berasal dari luar daerah Jakarta.

Berdasarkan keterangan kepolisian, perusuh yang ditangkap adalah massa bayaran. Mereka menerima bayaran sebesar Rp 300.000 per orang. Mereka yang ditangkap diantaranya positif pengguna narkoba hingga terpengaruh idelogi ISIS.

Polisi mengamankan sejumlah barang bukti seperti mobil ambulans yang ditenggarai mengangkut batu untuk perusuh. Barang bukti lainnya adalah celurit, uang, busur panah dan bom molotov.

Lembaga Bantuan Hukum -Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH-YLBHI) mengajak seluruh masyarakat untuk menahan diri dari melakukan tindakan yang meningkatkan polarisasi masyarakat dan eskalasi kekerasan.

Menurut LBH-YLBHI, pihaknya menemukan perkembangan ada upaya-upaya membenturkan antar kelompok masyarakat atau upaya mendorong konflik horizontal.

“Jika ini dibiarkan akan sangat berbahaya dan berpotensi meningkatkan eskalasi kekerasan. Kita harus terus berhati-hati serta meningkatkan kewaspadaan dalam menerima dan menyebarkan informasi yang semakin mengentalkan kebencian dan perpecahan,” demikian rilis LBH-YLBHI.

LBH-YLBHI meminta kepada elit politik untuk berhenti mengorbankan manusia/rakyat, mengupayakan suasana yang menyejukkan dan menyatukan. Komnas HAM perlu segera melakukan pemantauan dan penyelidikan untuk mengungkap aktor intelektual/conflict entrepreneur.

YLBHI juga menyerukan kepada Media/Jurnalis untuk berhati-hati menyiarkan dan/atau memberitakan yang menonjolkan unsur kekerasan dan berpotensi menjadi provokasi lebih lanjut sebagaimana diatur dalam UU 32 Tahun 2002. Media harus sesuai dengan semangat Jurnalisme Damai.

Berdasarkan pantuan LBH-YLBHI melalui berbagai media, terlihat orang-orang yang terluka atau sakit tergeletak di jalan dan tidak ada yang menangani secara cepat. Hak hidup/nyawa manusia adalah yang utama dalam setiap kondisi. Oleh karena itu perlu segera adanya penanganan cepat tanggap kepada korban-korban yang jatuh tanpa memandang tindakan dan afiliasi politik.

Pihak kepolisian harus memiliki kesabaran ekstra serta ketelitian jangan sampai memperlakukan sama antara massa aksi damai dengan perusuh yang memang hendak memprovokasi serta bertindak secara proporsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. TNI tidak melibatkan diri tanpa instruksi dari otoritas sipil. Hal tersebut semata-mata untuk menjaga terpenuhi nya hak konstitusional berekspresi massa aksi tetapi juga melindungi keselamatan masyarakat luas.

Sementara itu,  Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam keterangannya mengatakan sebagai negara yang mempraktikkan demokrasi konstitusional, diharapkan semua pihak untuk melakukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan konstitusional yang tersedia.

Menurut Titi, adanya aksi massa yang dilakukan dalam dua hari terakhir pada 21 dan 22 Mei 2019, tetap dilihat sebagai sebuah proses demokrasi yang mesti dijalankan berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku.

Meski demikian, semua peserta pemilu diharapkan mampu menjaga situasi senantiasa aman dan damai, menurunkan tensi politik, melakukan rekonsiliasi bangsa, serta mengimbau kepada para pendukung untuk menenangkan diri, dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum.

Perludem meminta kepada seluruh peserta pemilu dengan seluruh timnya untuk menghormati proses hukum yang telah disediakan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana ketidaksetujuan terhadap proses pemilu disalurkan melalui pengajuan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, aparat keamanan diminta untuk menjamin dan memastikan keselamatan setiap warga negara. Aparat Kepolisian diharapkan tetap menghormati hukum dan Hak Asasi Manusia di dalam melakukan pengamanan terhadap aksi massa yang dilakukan.

Selain itu, masyarakat diminta untuk tidak terpancing provokasi, berhati-hati di dalam menerima setiap informasi yang berkaitan dengan situasi dan kondisi terkini khususnya yang berhubungan dengan kontestasi politik dan aksi-aksi yang sedang berlangsung. Serta tidak menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi kebenarannya, dan tetap waspada di dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. (asr)

FOTO : Para pengunjuk rasa beristirahat di dekat ban yang terbakar saat bentrokan dengan polisi di Jakarta, pada 22 Mei 2019. (Dita Alangkara / AP Photo)