Akankah Bencana Perang Finansial Menimpa Komunis Tiongkok ?

oleh Chen Simin

Untuk mengurangi sebagian dampak dari kenaikan tarif impor AS, pihak Komunis Tiongkok pada 5 Agustus membiarkan mata uangnya tersungkur sampai menembus angka 7. Kementerian Keuangan AS secara resmi, langsung mengumumkan bahwa komunis Tiongkok dalam daftar manipulator mata uang.

Menurut hukum AS, Kementerian Keuangan AS akan mengundang pihak Komunis Tiongkok untuk berunding. Lalu meminta Komunis Tiongkok mengubah kebijakannya. Jika Komunis Tiongkok dalam waktu 1 tahun gagal mengambil kebijakan yang tepat untuk memperbaiki situasi, maka Kementerian Keuangan AS akan meminta Presiden untuk mengambil salah satu atau sejumlah tindakan berikut : 

Pertama, Melarang proyek apapun dari Tiongkok untuk memperoleh pendanaan dari perusahaan investasi swasta luar negeri AS. 

Kedua, Menolak partisipasi Tiongkok dalam penawaran pengadaan pemerintah AS. 

Ketiga, Investigasi ekstra tentang Kebijakan Nilai Tukar Makro yang diprakarsai oleh IMF. 

Keempat, Memasukkan manipulasi nilai tukar ke dalam pertimbangan Kantor Perwakilan Departemen Perdagangan AS atau United State Trade Representative -USTR- untuk dipertimbangkan dalam menilai perjanjian perdagangan atau negosiasi.

Ada opini publik yang berpendapat bahwa langkah-langkah ini tampaknya tidak keliru. Setidaknya poin ketiga dan keempat termasuk dalam implementasi saat ini. 

Faktanya, perlu dicatat bahwa setelah resmi “dicap” sebagai negara manipulator nilai tukar, Amerika Serikat dapat menerapkan sanksi keuangan lebih lanjut, apakah itu terhadap individu, badan hukum, sistem keuangan atau partai politik Tiongkok, terlepas dari aset properti atau operasi bisnisnya di Amerika Serikat. Dapat menjadi objek sanksi keuangan AS.

Sebelum mengambil contoh, mari kita lihat berita ini : The Financial Times mengutip informasi dari sumber terpercaya dan didukung foto satelit Planet Labs yang disediakan oleh situs web ‘Tanker Trackers’ pada 5 Agustus memberitakan, Kunlun Bank dalam beberapa bulan terakhir menyewa armada tanker untuk mengangkut minyak dari Iran ke daratan Tiongkok. Sejak bulan Mei tahun ini, setidaknya 3 unit kapal tanker yang terkait dengan Kunlun Bank telah ditemukan berinteraksi dengan kapal-kapal Iran.

Kunlun Bank adalah anak perusahaan dari China National Petroleum Corporation -CNPC- dan telah menjadi saluran utama bagi Tiongkok untuk membeli minyak Iran dalam 12 tahun terakhir. 

Oleh karena itu, ia pernah terlibat perdagangan dengan bank-bank Iran pada tahun 2012, sehingga dijatuhi sanksi keuangan oleh Amerika Serikat. Operasi bisnis tidak dapat berjalan normal, bahkan transaksi besar dan pembayaran berkala tidak dapat dilakukan. 

Pada waktu itu, bisnis impor dan ekspor letter of credit antara Tiongkok dengan Iran nyaris diborong oleh Bank Kunlun. Pedagang dan investor Tiongkok yang bekerja sama dengan pihak Iran, tidak dapat melakukan pembayaran normal ke Iran melalui Bank Kunlun. Hingga kemudian menyebabkan, kerja sama ekonomi dan perdagangan antara Tiongkok dengan Iran terhambat  secara signifikan.

Hanya satu bank Kunlun saja yang tersingkir dari sistem keuangan AS, hampir memutus saluran kerja sama ekonomi dan perdagangan antara pihak Tiongkok dengan Iran. 

Jika lebih banyak lembaga keuangan Tiongkok atau bahkan seluruh sistem keuangan yang terkena sanksi keuangan Amerika Serikat, maka konsekuensinya tidak sulit dibayangkan.

Inti dari sistem sanksi keuangan AS termasuk Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication- SWIFT – dan Clearing House Interbank Payment System -CHIPS. 

Untuk diketahui, SWIFT adalah kerjasama nirlaba dari anggota perbankan yang melayani jaringan telekomunikasi antar bank. Kantor pusatnya di Brussels, Belgia. SWIFT hanya menyediakan layanan instruksi untuk melakukan pemindahan dana. Pada dasarnya, SWIFT tidak memiliki mekanisme penyerahan dana atau settlement. 

Adapun, CHIPS adalah jaringan pemindahan dana yang dimiliki dan dioperasikan oleh New York City Housing Authority untuk mengirim dan menerima pembayaran dalam bentuk dolar AS antara bank-bank, baik bank domestik maupun bank asing. 

Kembali ke topik, menurut informasi publik, setelah Bank of China sebagai bank devisa nasional dan profesional perdagangan luar negeri membuka saluran komunikasi dengan SWIFT pada tahun 1985, lembaga perbankan lainnya seperti ICBC, China Construction Bank, Agricultural Bank of China, perusahaan asuransi, perusahaan sekuritas, perusahaan dana, dan lembaga keuangan lainnya juga ikut membuka saluran komunikasi dengan SWIFT. 

Transaksi modal lintas batas antara Tiongkok dan dunia luar, sebagian besar dilakukan melalui SWIFT. 

Inilah yang kemudian menyulitkan lembaga keuangan Tiongkok untuk secara efektif menghindari dampak dari risiko sanksi keuangan Amerika Serikat.

Sebagai contoh, artikel yang diposting blog Caixin pada tahun 2018, menunjukkan bahwa begitu sebuah lembaga keuangan terkena pemutusan saluran pembayaran oleh CHIPS, maka bisnis dolar lintas batasnya akan menghadapi  jalan buntu. 

Bahkan yang lebih mengerikan adalah begitu sebuah lembaga keuangan terkena pemutusan saluran konversi pesan oleh SWIFT, maka lembaga keuangan tersebut selain tidak dapat melakukan transaksi lintas batas dana melalui Amerika Serikat, tetapi juga tidak dapat melakukan transaksi lintas batas melalui mata uang lain seperti euro, yen, renminbi, pound sterling dan lain sebagainya. 

Jadi, bisnis transaksi lintas batas lembaga keuangan tersebut pada dasarnya lumpuh. Memutuskan saluran pembayaran akan berakibat fatal bagi lembaga keuangan. 

Setidaknya sekarang sudah dapat dibayangkan bahwa, jika Amerika Serikat meluncurkan sanksi keuangan terhadap komunis Tiongkok, saham-A akan mengalami bear market. 

Kegiatan ekonomi dan perdagangan yang berhubungan dengan asing, terutama antara Tiongkok dengan Korea Utara, Iran dan bisnis di proyek OBOR, sangat mungkin terkena dampak akibat terputusnya saluran pembayaran kliring lembaga keuangan. (Sin/asr)